Jurnal9.com
HeadlineNews

UU Perampasan Aset Perlu untuk Mengejar Harta yang Tak Wajar dari Pejabat Publik

Ahmad Doli Kurnia, Baleg DPR RI

PADANG, jurnal9.com – Pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) atau Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), tapi juga butuh instrumen tambahan Undang-Undang Perampasan Aset.

Demikian yang disampaikan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia pada acara diskusi ‘Penegakan Hukum Pemilu dalam Kodifikasi RUU Pemilu’ yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Senin (22/9/2025).

“Kalau kita mau sungguh-sungguh mau berantas korupsi, maka butuh instrumen tambahan UU Perampasan Aset. Karena itu Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset ini perlu segera disahkan,” tegasnya.

“Tapi saya ingatkan jangan sampai UU Perampasan Aset ini nantinya menjadi alat kriminalisasi dan alat politisasi,” kata Ahmad Doli mengingatkan.

Dan tak bisa dipungkiri, tegas dia, ketika RUU Perampasan Aset ini disahkan menjadi undang-undang, kemungkinan ada pihak yang memanfaatkannya sebagai tujuan politik tertentu.

Namun menurut Ahmad Doli, hal itu bisa dicegah jika aparat penegak hukum bersikap independen dan punya integritas yang kuat dalam mengimplementasikan Undang-Undang Perampasan Aset tersebut.

“Sebab RUU Perampasan Aset ini lahir dari semangat memberantas praktik korupsi. Karena itu ketika disahkan menjadi undang-undang, tujuan utama UU ini perlu dijaga lewat integritas dan penegak hukum yang independen,” ungkap dia.

“Negara ini harus sungguh-sungguh dalam melakukan pemberantasan korupsi. Dan ini sudah berkali-kali disampaikan bapak presiden,” lanjut Ahmad Doli.

Instrumen hukum baru

Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai RUU Perampasan Aset perlu segera dibahas, karena sangat mendesak. Sebab UU ini bisa mengembalikan kerugian negara dari uang yang dikorupsi.

“Sepanjang 2019-2023 kerugian negara akibat uang yang dikorupsi mencapai Rp 234,8 triliun. Dari sejumlah itu hanya Rp 32,8 triliun atau 13,9 persen yang berhasil dirampas kembali,” kata Wana Alamsyah, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW.

Baca lagi  DPR Mengesahkan Perppu Cipta Kerja Jadi UU, Meski Ditolak Serikat Pekerja

Karena itu, lanjut dia, RUU Perampasan Aset sangat penting menjadi instrumen hukum baru yang bisa menutup celah pengembalian aset korupsi yang selama ini sulit dijangkau.

“Norma yang diatur dalam RUU seperti asset forfeiture dan unexplained wealth sangat penting, supaya negara memiliki dasar hukum lebih kuat untuk mengejar harta yang tidak wajar dari pejabat publik,” kata Wana menegaskan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Prof. Pujiyono Suwadi menyebut secara internasional praktik perampasan aset sudah lazim dilakukan dengan dua model: conviction based yang mensyaratkan putusan pidana. Dan non-conviction based yang memungkinkan penyitaan aset tanpa menunggu putusan pengadilan.

“Kalau di Indonesia lebih cocok mengadopsi mekanisme non-conviction based agar bisa mengejar aset yang disembunyikan koruptor, karena selama ini banyak harta negara tidak kembali, meski ada putusan pengadilan,” ungkap Pujiyono.

Karena itu ia menekankan RUU Perampasan Aset ini harus selaras dengan komitmen Indonesia meratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) 2003 yang mendorong negara anggota harus mengatur norma illicit enrichment atau kekayaan tidak wajar pejabat publik.

“Contoh Singapura dan Australia berhasil meningkatkan indeks persepsi korupsi berkat penerapan perampasan aset non-conviction based,” kata Pujiyono menegaskan.

Tetapi Indonesia, lanjut dia, perlu menyesuaikan dengan budaya hukumnya agar aturan tidak menjadi dead regulation.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra bersama DPR RI berkomitmen akan membahas RUU Perampasan Aset dalam waktu dekat ini.

“RUU Perampasan Aset berisi hukum acara pidana khusus, sehingga pembahasannya harus sesuai dengan peraturan hukum pidana yang berlaku,” ujarnya.

GEMAYUDHA M  I  ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

Astaga! Penelitian: Manusia Harus Makan Cacing dan Ulat Agar Tak Kekurangan Gizi

adminJ9

Keseimbangan dan Optimisme untuk Hadapi Tantangan Pandemi

adminJ9

Legenda Brasil Ronaldo: Saya Berhubungan Seks Dulu Sebelum Bermain Bola

adminJ9

Leave a Comment