Presiden Prabowo Subianto
JAKARTA, jurnal9.com – Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merasa kecewa dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025.
“Kami kecewa ya dengan pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo, karena masukan dunia usaha tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan UMP ini. Padahal Apindo sebelumnya memberikan masukan mengenai kenaikan UMP yang tepat untuk tahun 2025 secara komprehensif dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas kerja,” kata Shinta Kamdani, Ketua Umum Apindo ini kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (30/11/2024).
“Tapi masukan dari dunia usaha itu diabaikan pemerintah. Padahal dunia usaha ini yang menjalankan kegiatan ekonomi,” tambahnya.
Dia mengatakan Apindo sebelumnya mendorong pemerintah dengan konsisten menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai dasar perumusan UMP 2025, karena dalam beleid ini dinilai adil bagi pekerja dan pengusaha.
“Sebab bagi pelaku usaha, merasa kenaikan UMP 6,5 persen ini terlalu berat ya. Sehingga biaya tenaga kerja ini akan membebani biaya operasional perusahaan, khususnya bagi perusahaan di sektor yang padat karya,” ungkap Shinta.
Apalagi sekarang ini, lanjut dia, kondisi ekonomi masih menghadapi tantangan global dan tekanan domesktik, sehingga kenaikan UMP ini berisiko meningkatnya biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar domestik maupun internasional.
“Kami khawatir kenaikan UMP 2025 ini akan memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” tuturnya.
Presiden Prabowo Subianto seusai mengumumkan kenaikan UMP 2025, menjelaskan bahwa upah minimum ini merupakan jaringan pengaman sosial yang sangat penting bagi pekerja yang bekerja 12 bulan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak.
“Penetapan upah minimum ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli para pekerja dengan tetap memperhatikan daya saing usaha,” kata presiden dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (2/12/2024).
“Pemerintah akan terus memperjuangkan kesejahteraan buruh. Sebab kesejahteraan buruh itu sangat penting untuk perbaikan kesejahteraan mereka,” tegas presiden.
Selain kenaikan UMP itu, presiden juga menyampaikan upah minimum sektoral yang akan ditetapkan oleh dewan pengurus pengupahan provinsi, kota dan kabupaten. Kemudian mengenai ketentuan lebih rinci terkait upah minimum tersebut akan diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Menanggapi kekhawatiran para pelaku usaha terkait kenaikan UMP 2025, Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen itu belum tentu akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat.
“Karena kemungkinan yang terjadi di lapangan, meski pemerintah sudah menaikkan upah nasional, kami perkirakan banyak perusahaan yang tidak patuh untuk melaksanakan aturan ini. Karena sebagian besar perusahaan tidak mampu menaikkan upah minimum pekerja tersebut,” ujarnya.
“Tidak semua perusahaan ya.. bisa menyesuaikan dengan UMP 2025 itu. Selama ini realitanya selalu ada gap compliance terhadap UMP yang ditetapkan pemerintah,” kata Faisal menegaskan.
Faisal sendiri menilai kenaikan UMP 2025 yang ditetapkan pemerintah itu sangat beralasan dengan berdasarkan rumus UMP yang lama, yaitu pertumbuhan PDB ditambah inflasi.
“Prediksi saya tahun ini pertumbuhan PDB 5 persen, inflasi 1,3 – 1,5 persen, jadi totalnya 6,3 – 6,5 persen,” jelasnya.
Sementara itu Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat mengaku kenaikan UMP 2025 yang ditetapkan pemerintah itu tidak besar. Secara rata-rata kenaikan UMP sebesar 6,5% itu totalnya hanya berkisar Rp 300.000.
“Kalau kita hitung dengan biaya hidup, kenaikan harga barang, dan daya beli, sebenarnya kenaikan UMP 6,5 persen itu belum mencukupi,” ujarnya.
“Kenaikan UMP 6,5 persen itu bisa menaikkan daya beli masyarakat, kalau pemerintah juga mau menurunkan harga sembilan bahan pokok (sembako), serta memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada buruh atau pekerja,” ia menambahkan.
Mirah meminta pemerintah untuk mengendalikan harga sembako, sebab biasanya kalau upah naik, harga barang-barang di pasar juga ikut naik. Bahkan biaya transportasi angkutan umum juga ikut naik.
“Jadi tidak ada artinya meski upah buruh dinaikkan 6,5 persen, tapi pemerintah tidak mampu mengendalikan harga-harga sembako di pasar dan biaya transportasi naik,” tegasnya.
ARIEF RAHMAN MEDIA