Jurnal9.com
Headline News

Din Syamsuddin Gara-Gara Aktif di KAMI Dituduh Radikal, Kini Digugat Alumni ITB

Din Syamsuddin

JAKARTA, jurnal9.com – Gara-gara Din Syamsuddin terlibat dalam KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang dianggap radikal itu, ia digugat GAR ITB (Gerakan Antiradikalisme alumni Institut Teknologi Bandung) agar dicopot dari status ASN sebagai dosen di UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta.

GAR ITB melaporkan Din Syamsuddin kepada Kepala KASN dan Ketua BKN lewat surat tertanggal 28 Oktober 2020, bernomor 05/Lap/GAR-ITB/X/2020, perihal Laporan Pelanggaran Disiplin PNS atas Nama Terlapor Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin atau Din Syamsuddin, M.A., Ph.D.

Dalam surat itu, GAR ITB memperkenalkan diri sebagai alumni ITB lintas jurusan dan lintas angkatan. Dalam lampiran ada 2.075 nama alumni ITB dari angkatan 1956 hingga 2017. Dari 37 halaman surat, sebanyak 26 halaman berisi lampiran nama alumni.

GAR ITB juga mengirim surat kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Ketua Majelis Wali Amanat ITB tertanggal 25 Juni 2020; yang isinya meminta Din Syamsuddin diberhentikan dari anggota MWA ITB.

Dalam lampiran surat tersebut ada 1.335 nama yang mengklaim sebagai alumni ITB dari berbagai jurusan, dan angkatan 1957 hingga 2014.

Alasan dan desakan pencopotan Din Syamsuddin dari MWA itu tertuang dalam surat kepada KASN dan BKN yang menyinggung rekam jejak Din yang pernah menghadiri dan berpidato dalam konferensi khilafah internasional pada 2007. Selain itu Din berbeda sikap dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Pilpres 2019.

Bahkan Din Syamsuddin sebagai ASN yang semestinya bersikap netral, justru melontarkan tuduhan adanya ketidakjujuran dalam peradilan sengketa Pilpres 2019 lalu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasan yang dikemukakan dalam surat tersebut juga menilai Din telah melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN. Karena itu GAR ITB meminta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk menghukum Din Syamsuddin.

“Kami serahkan mekanisme sepenuhnya kepada KASN karena fungsi GAR di sini hanya melaporkan,” kata perwakilan GAR ITB, Shinta Madesari Hudiarto, pada Sabtu (13/2/2021).

Selain itu Din juga dianggap mendiskreditkan dan menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah yang berisiko memicu disintegrasi bangsa. Buktinya, menurut GAR ITB, pernyataan Din dalam webinar “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) pada 1 Juni 2020.

Baca lagi  Mpok Omas Meninggal, Setelah Dirawat karena Diabetes dan Paru-Paru

Kiprah Din dalam KAMI dinilai sebagai cerminan oposisi pemerintah. Din dianggap melanggar sumpah dan kewajibannya sebagai ASN untuk selalu setia dan taat sepenuhnya kepada pemerintahan yang sah dengan menjadi pemimpin dan bergabung dalam organisasi ini.

GAR ITB juga menilai Din melontarkan fitnah dan mengeksploitasi sentimen agama saat merespons kejadian penganiayaan fisik yang dialami ulama Syekh Ali Jaber. Padahal kejadian itu merupakan kasus pidana umum. “GAR ITB melihat adanya nuansa licik dalam cara terlapor mendramatisasi kasus kriminal tersebut.”

Menkopolhukam Mahfud MD

Menanggapi tuntutan GAR ITB kepada Din Syamsuddin yang dianggap radikal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan pemerintah tak pernah menganggap Din Syamsuddin radikal. Ia menyebut Din pengusung moderasi beragama atau washatiyyah Islam yang juga diusung oleh pemerintah.

“Pak Din itu pengusung moderasi beragama (washatiyyah Islam) yang juga diusung oleh pemerintah,” kata Mahfud MD lewat cuitan di akun Twitternya, Sabtu (13/2/2021).

Mahfud mengatakan Din juga penguat sikap Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi Wassyahadah. “Beliau (Din) kritis, bukan radikalis,” kata Mahfud.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47, Agustus 2015 lalu di Makassar, Muhammadiyah memutuskan konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wassyahadah.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir ketika itu mengatakan, darul ahdi berarti negara tempat melakukan konsensus nasional.

“Kalau darul syahadah artinya negara tempat kita mengisi. Jadi setelah kita punya Indonesia yang merdeka, maka seluruh elemen bangsa harus mengisi bangsa ini menjadi negara yang maju, makmur, adil bermartabat,” kata Haedar.

Mahfud menyebutkan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) kompak mengkampanyekan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila dan sejalan dengan Islam. NU menyebut Darul Mietsaq, sedangkan Muhammadiyah Darul Ahdi Wassyahadah.

“Pak Din dikenal sebagai salah satu penguat konsep ini. Saya sering berdiskusi dengan dia, terkadang di rumah JK (Jusuf Kalla),” ujar Mahfud.

ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

Kenapa Dokter Anjurkan Obat Antibiotik Harus Dihabiskan? Ini Penjelasannya

adminJ9

PBNU Beli 5 Pesawat N219 Buatan PT DI Dibandrol Rp 80 miliar untuk Satu Pesawat

adminJ9

Marah: Ingatkan Pemerintah Agar Beri Informasi yang Benar Tentang Tragedi di Wadas

adminJ9