Jurnal9.com
Headline News

Denny Indrayana Sulit Dijerat dengan UU Rahasia Negara

Denny Indrayana

JAKARTA, jurnal9.com – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra, Habiburokhman mengatakan Denny Indrayana yang dianggap membocorkan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sulit untuk dijerat dengan Undang-Undang rahasia negara.

Denny dilaporkan ke polisi karena dianggap membocorkan rahasia negara tentang putusan MK yang mengembalikan sistem pemilu legislatif ke proporsional tertutup atau coblos partai,

“Saya katakan Denny Indrayana sangat sulit dijerat pasal UU rahasia negara,” ungkap Habiburokhman di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Politisi Partai Gerindra ini mengaku sudah membaca isi norma-norma dalam UU tersebut. “Apa yang dilakukan Denny dengan membocorkan putusan MK, menurut saya itu tidak termasuk ya,” ujarnya.

“Kalau saya baca di KUHP-nya, undang-undang rahasia negara itu terkait pertahanan dan keamanan negara. Kalau soal putusan MK itu saya pikir nggak ada kaitannya,” tegas Habiburokhman.

Malah ia menganggap MK memutus perkara tersebut sebelum selesainya tahapan pemeriksaan, justru MK-nya yang bermasalah. “Karena MK semestinya mendengarkan dan memeriksa kesimpulan dari berbagai pihak,” tuturnya.

“Kalau MK memutuskan dalam PK itu mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup, justru ini akan menjadi masalah besar,” kata dia.

“Sebab semua partai politik dan KPU sudah menyiapkan administrasinya dalam konteks sistem proporsional terbuka. Tapi kalau tiba-tiba berubah menjadi sistem proporsional tertutup, bisa terjadi kekacauan politik. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, atau Kabupaten/Kota,” katanya.

Denny Indrayana sendiri mengaku sengaja membocorkan putusan MK itu agar nantinya putusan tersebut akan diubahnya.

“Saya mengetahui kalau MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup atau memilih tanda gambar partai saja. Saya mendapatkan informasi penting ini dari sumber terpercaya. Bukan dari seorang Hakim Konstitusi,” demikian keterangan tertulis Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28/5/2023).

Denny mengklaim putusan itu disertai dissenting opinion hakim MK. “Informasi yang saya dapat menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” jelasnya.

Pernyataan Denny ini ditanggapi langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

Dalam unggahan Twitternya @mohmahfudmd, Mahfud menyebutkan putusan MK adalah rahasia ketat sebelum dibacakan.

Baca lagi  Mimpi Jokowi Ingin Capai Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Pupus

Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Sy yg mantan Ketua MK sj tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebaga vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya.” tulis Mahfud MD.

Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat sanksi pidana bagi pembocor rahasia negara. Berikut ini aturannya:

Tindakan membocorkan rahasia negara memang belum dibentuk dalam undang-undang secara khusus. Namun sudah ada undang-undang yang sedikit memuat hal tersebut.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara memuat empat dimensi. Keempat dimensi itu adalah keamanan manusia, keamanan dan ketertiban masyarakat, keamanan dalam negeri, dan keamanan pertahanan.

Rahasia intelijen adalah rahasia negara dan oleh karena itulah Undang-Undang ini memuat sanksi pidana pembocor rahasia negara. Setiap orang dilarang membuka dan/atau membocorkan rahasia intelijen.

Dalam Pasal 26 UU Intelijen Negara berbunyi:

Setiap Orang atau badan hukum dilarang membuka dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen.”

Berkenaan dengan sanksi, Pasal 44 UU Intelijen Negara mengatur siapapun yang dengan sengaja membocorkan rahasia intelijen tersebut, maka sanksi pidana yang dapat dikenakan yakni 10 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp500.000.000.

Kemudian Pasal 45 UU Intelijen Negara juga mengaturnya yakni karena kelalaiannya mengakibatkan rahasia intelijen negara bocor, maka pidananya berupa penjara maksimal 7 tahun dan/atau denda Rp300.000.000.

Dugaan bocoran

Juru Bicara MK Fajar Laksono membantah dugaan kebocoran informasi putusan perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan terhadap sistem proporsional terbuka pada UU Pemilu.

“Dibahas saja belum,” ujar Fajar dikutip dari Antara Senin (29/5/2023).

Fajar menjelaskan, bahwa berdasarkan sidang pada Selasa (23/5/2023), para pihak akan menyerahkan kesimpulan kepada majelis hakim konstitusi paling lambat pada 31 Mei 2023 pukul 11.00 WIB.

Setelahnya majelis hakim akan membahas dan mengambil keputusan atas perkara tersebut.

ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

DPR: Jangan Banggakan Pertumbuhan Ekonomi per Kuartal yang Sebenarnya Semu

adminJ9

Rusia Tak akan Izinkan Media Anti Islam, Seperti Terbitkan Karikatur Hina Islam

adminJ9

Kuota Haji Tahun ini Dibatasi 10 Ribu, Dua Pertiganya untuk Ekspatriat

adminJ9