Presiden Jokowi
JAKARTA, jurnal9.com – Pengakuan Presiden Jokowi soal cawe-cawenya itu bertujuan untuk mengawal Pemilu agar berlangsung jujur, adil dan demokratis. Sehingga semuanya berjalan baik dan aman tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat.
“Presiden akan netral, menghormati dan menerima pilihan rakyat. Dan akan membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya,” kata Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media, Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, mengutip ucapan Presiden Jokowi yang disampaikan kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/5/2023).
“Presiden Jokowi bilang cawe-cawe yang dilakukan itu tidak melanggar undang-undang. Jadi cawe-cawe presiden itu demi negara, bukan demi pribadi,” tegas Bey untuk mengklarifikasi pernyataan presiden.
Namun pengakuan presiden itu disanggah Denny Indrayana. “Sebab kalau cawe-cawe Presiden Jokowi itu bukan untuk campur politik dalam Pemilu mendatang, Kenapa membiarkan tindakan Moeldoko dalam upayanya merampok untuk pengambilalihan Partai Demokrat?,” ungkapnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara itu mempertanyakan sikap Presiden Jokowi yang mengaku tidak ikut campur politik atau cawe-cawe pada Pemilu 2024. “Ini kan cawe-cawe yang nyata dengan melakukan upaya kejahatan politik melalui Kepala Staf Presiden (KSP). Masak presiden tidak tahu kalau tindakan Moeldoko ini [sebagai bawahannya] sudah jelas-jelas melakukan cawe-cawe politik,” tegas Denny.
Apalagi, kata Denny, Moeldoko sebelumnya tak pernah berkiprah dalam partai politik. Tapi sebagai KSP jajaran Jokowi. Tiba-tiba sejak tahun lalu mengambil-alih dengan merampok Partai Demokrat. “Kenapa tindakan Moeldoko ini dibiarkan? Dia kan Kepala Staf Presiden. Masak nggak tahu?,” kata Denny.
Dan sampai sekarang, lanjut Denny, Moeldoko telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait pengambil-alihan Partai Demokrat yang tengah bergulir di Mahkamah Agung (MA).
Bahkan Denny mengaku mendapat informasi PK tersebut akan dikabulkan Mahkamah Agung.
“PK Moeldoko di MA ini konon ditukar guling dengan kasus korupsi mafia hukum yang sedang berproses di KPK,” jelas Denny dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (31/5/2023).
“Konon PK Moeldoko ini sudah diatur siasat menangnya. Ada teman advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang ada kasus di KPK. Para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat memenangkan PK Moeldoko di MA,” kata dia.
Denny menilai seharusnya Presiden Jokowi mencegah kasus korupsi mafia hukum ini. Tidak membiarkan tindakan Moeldoko dalam kasus kejahatan politik, kalau benar presiden mengaku tidak ikut cawe-cawe dalam politik. Bahkan kalau bisa Presiden Jokowi sepantasnya memecat Moeldoko.
“Presiden Jokowi seharusnya tidak membiarkan Moeldoko merampok Partai Demokrat kalau memang presiden bersikap netral, menghormati dan menerima pilihan rakyat. Nggak mungkin kalau Presiden Jokowi tidak tahu,” papar mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini.
MA respon tudingan Denny
Terkait PK Moeldoko ini, MA buka suara untuk menanggapi tudingan Denny. Juru Bicara MA Suharto mengaku tidak benar tuduhan Denny, karena permohonan PK Moeldoko baru masuk. Dan masih dalam proses untuk diadili.
“Berdasarkan Sistem informasi Administrasi Perkara di MA itu tanggal distribusi masih kosong dan majelisnya belum ada. Bagaimana mungkin putusannya bisa ditebak? Tunggu saja prosesnya,” kata Suharto.
Suharto meminta bersabar menunggu proses persidangan itu dengan tidak melempar opini ke publik.
“Nanti setelah tanggal distribusi terisi tanggalnya dan ditetapkan majelisnya, maka majelis mempelajari berkasnya dan menetapkan hari dan tanggal persidangan,” jelasnya.
Moeldoko berupaya mengambil-alih kepemimpinan Partai Demokrat pada Februari 2021 lalu, melalui KLB di Deli Serdang. Dan Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada 5 Maret 2021.
Namun pemerintah menolak permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang tersebut.
Setelah itu upaya hukum dilayangkan oleh kubu Moeldoko untuk mendapatkan legalitas. Namun, berulang kali ditolak pengadilan.
Sementara itu kubu Moeldoko angkat suara soal klaim advokat Denny Indrayana yang mengaku telah mendapat informasi soal PK di MA bakal mengabulkan permohonan PK Moeldoko.
Tim kuasa hukum, Moeldoko, Saiful Huda menyebut Denny dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyebarkan fitnah soal dugaan kebocoran PK tersebut. “Kalau benar, Denny dianggap telah membocorkan informasi rahasia negara,” ujarnya.
“Apapun yang dituduhkan SBY dan Denny itu termasuk melakukan tindak pidana berupa pembocoran rahasia negara yang menjurus pada fitnah dan pencemaran nama baik. Ini betul-betul sangat keji,” kata Huda dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/5/2023).
“Menurut Menko Polhukam pembocoran rahasia negara itu sudah masuk pada ranah pidana, Putusan MK itu merupakan rahasia negara yang sangat ketat sebelum dibacakan,” ujar Saiful Huda.
Sebaliknya, kata Huda, jika informasi itu keliru, Denny dan SBY bisa dikategorikan telah menyebarkan fitnah.
Huda meyakini MK maupun MA merupakan lembaga independen yang akan memutuskan semua perkara dengan adil. “Karena itu polisi harus segera turun tangan untuk menangkap Denny dan SBY,” kata pengacara kubu Moeldoko ini.
ARIEF RAHMAN MEDIA