Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna
Masalah yang teridentifikasi adalah penggunaan rekening pribadi untuk pengelolaan dana yang bersumber dari APBN, saldo kas yang tidak sesuai dengan fisik, sisa kas terlambat/belum disetor dan penggunaan kas yang tidak dilengkapi dokumen pertanggungjawaban pada 34 kementerian/lembaga.
JAKARTA, jurnal9.com – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengungkapkan bahwa BPK menemukan 13.567 masalah dalam laporan keuangan pemerintah pusat sampai daerah senilai Rp 8,97 triliun selama semester pertama tahun ini.
Temuan ini dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020 yang sudah diserahkan BPK kepada DPR pada Senin, 9 November 2020.
BPK berharap pimpinan dan anggota DPR terus mendorong pemerintah pusat menindaklanjuti rekomendasi dari temuan ini. “Sehingga pengelolaan keuangan negara dan pelayanan publik menjadi lebih baik,” tulis pihak BPK dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Adapun IHPS I 2020 ini menyangkut laporan keuangan sejumlah instansi pada tahun 2019. Rinciannya yaitu satu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), 86 Kementerian Lembaga, 1 Bendahara Umum Negara, 1 Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, 541 Pemerintah Daerah, dan 4 Badan lainnya.
Ada tiga komponen dalam 13 ribu lebih masalah ini. Pertama dan terbesar menyangkut kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) yang mencapai 6.713 masalah. Kedua yaitu 6.702 masalah menyangkut ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Nilai dari kedua komponen ini mencapai Rp 8,28 triliun. Di mana, 4.051 masalah di antaranya, dapat mengakibatkan kerugian senilai Rp 1,79 triliun, potensi kerugian Rp 3,3 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp 3,19 triliun. Sedangkan, 2.651 masalah lain mengakibatkan penyimpangan administrasi.
Atas permasalahan tersebut, BPK menyebut entitas terkait telah menindaklanjutinya. Caranya dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara, daerah, atau perusahaan selama proses pemeriksaan.
Tapi, total aset yang diserahkan baru sebesar Rp 670,5 miliar, yang lebih dari separuhnya merupakan penyetoran dari pemerintah pusat, BUMN, dan Badan lainnya. Nilai Rp 670,5 miliar tersebut juga baru mencakup 8 persen saja dari nilai kedua komponen yang sebesar Rp 8,28 triliun.
Lalu, komponen ketiga dan yang paling kecil menyangkut ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Jumlahnya ada 152 masalah senilai Rp 692,05 miliar.
Rekening Pribadi
Firman menyampaikan masalah yang teridentifikasi adalah penggunaan rekening pribadi untuk pengelolaan dana yang bersumber dari APBN, saldo kas yang tidak sesuai dengan fisik, sisa kas terlambat/belum disetor dan penggunaan kas yang tidak dilengkapi dokumen pertanggungjawaban pada 34 kementerian/lembaga.
“Terdapat ketidaksesuaian pencatatan persediaan dengan ketentuan pada 53 kementerian/lembaga, dan pengendalian atas pengelolaan aset tetap pada 77 kementerian/lembaga yang belum memadai berdampak adanya saldo BMN yang tidak akurat,” ujar Firman dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-16 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020, dua bulan lalu.
ARIEF RAHMAN MEDIA