Jurnal9.com
HeadlineNews

Jaksa Kesal, HRS Ngejek dengan Kata Pandir dan Dungu dalam Sidang Pembacaan Eksepsi

HRS saat memberikan ceramah dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Jakarta yang akhirnya dianggap melanggar prokes karena adanya kerumunan dalam acara tersebut.

JAKARTA, jurnal9.com – Dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan Habieb Rizieq Shihab (HRS) dan Kuasa Hukumnya dalam perkara dugaan penghasutan dan pelanggaran prokes kerumunan Petamburan, Jakarta, menyatakan adanya kriminalisasi terhadap HRS dengan melibatkan operasi intelejen berskala besar.

“HRS dituduh macam-macam; dengan stigma anti Pancasila, anti Bhinneka Tunggal Ika dan Anti NKRI,” papar kuasa hukum HRS.

“Jelas bahwa kriminalisasi HRS dalam perkara a quo tidak lepas dan merupakan bagian dari operasi intelejen berskala besar oleh rezim dhalim, dungu dan pandir,” tegas eksepsi HRS yang disampaikan kuasa hukumnya.

Dalam eksepsi HRS, diungkapkan bahwa operasi intelejen berskala besar ini antara lain dilakukan operasi konyol penurunan baliho di berbagai tempat oleh aparat TNI yang bukan tugas pokok dan fungsinya. Lalu dilakukan pembantaian pengawal HRS di KM 50 Tol Cikampek, dan operasi surveillance terhadap HRS selama 24 jam, selama 7 hari, selama 30 hari dan setahun 365 hari.

Dan dalam persidangan HRS ini, lanjut eksepsi yang dibacakan tim Kuasa Hukum HRS, tidak sesuai dengan locus dan delicti peristiwa tindak pidana.

“Ini bukti persidangan tidak dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dan pasal-pasal yang didakwakan mengarah pada pasal-pasal dengan ancaman yang bermotif politik, seperti penerapan Pasal 10 dan 35 KUHP dan pasal-pasal selundupan lainnya,” paparnya.

“Apalagi persidangan dilakukan melalui sidang elektronik. Padahal tidak ada satu pun UU yang membolehkan,” ungkapnya.

Usai mendengar eksepsi HRS tersebut, Jaksa penunut umum (JPU) meminta kepada majelis hakim untuk menolaknya.

“Menyatakan keberatan eksepsi dari penasihat hukum dan terdakwa HRS yang disampaikan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (26/3/2021) lalu tidak dapat diterima atau ditolak,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (30/3/2021) siang.

“Dan menyatakan pemeriksaan dalam persidangan ini tetap dilakukan,”  lanjut jaksa.

Jaksa meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan surat dakwaan sudah sesuai. Dan proses persidangan bisa dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi dan alat bukti.

“Menyatakan surat dakwaan nomor register perkara Pdn-11/Jkt.Tim/eku/03/2021 tertanggal 4 Maret 2021 atas nama terdakwa Muhammad Rizieq Shihab telah disusun sebagaimana mestinya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Karenanya surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini,” tegas jaksa lagi.

Kemudian Jaksa Penuntut Umum  (JPU) yang bikin kesal dengan eksepsi HRS, tatkala menyinggung isi dari eksepsi dari HRS yang merendahkan.

Baca lagi  Waduh! Susi Pudjiastuti 'Nyanyi', Sebut Airlangga Hartarto dalam Korupsi Impor Garam

JPU menyoroti penggunaan kata “pandir” dan “dungu” dalam eksepsi terdakwa HRS. Jaksa berpendapat, dua diksi itu biasanya digunakan oleh orang-orang yang tidak terdidik.

“Bahasa-bahasa seperti ini digunakan oleh orang-orang yang tidak terdidik dan dikategorikan kualifikasi berpikiran dangkal,” tegas jaksa dalam persidangan itu.

Alasan jaksa, kata “dungu” dan “pandir” dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti yang kurang baik. Sehingga tidak sepantasnya terdakwa yang memiliki riwayat pendidikan tinggi dan mengaku sebagai imam besar menggunakan kata-kata tersebut. Terlebih kata-kata itu ditujukan kepada jaksa.

“Karena kata “pandir” menurut buku kamus bahasa Indonesia halaman 804, artinya ‘bodoh’. Sedangkan arti kata “dungu” pada halaman 306, diartikan sangat ‘tumpul otaknya, tidak mengerti, bodoh,” kata jaksa.

“Tidaklah seharusnya kata-kata yang tidak terdidik ini diucapkan, apalagi ditabalkan kepada jaksa penuntut umum. Sangatlah naif kalau jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara terdakwa dan kawan-kawan dikatakan orang bodoh, bebal, tumpul otaknya, tidak mengerti,” ungkap jaksa.

Padahal, tim jaksa penunut umum merupakan orang-orang yang berpendidikan. Bahkan jabatan sebagai jaksa minimal harus memiliki gelar strata 2 atau S2. Dan harus memiliki pengalaman di bidangnya.

“Untuk itu, sebagai pelajaran, jangan mudah menjustifikasi orang lain, apalagi meremehkan sesama. Sifat demikian menunjukkan akhlak dan moral yang tidak baik,” tegas jaksa.

Apalagi HRS mengaku tokoh agama, maka tidak sepantasnya menghina seseorang terlebih dilakukan dalam persidangan ini.

“Sungguh sangat disayangkan, seorang tokoh agama yang mengaku dirinya imam besar dari organisasi keagamaan yang memiliki visi misi untuk menciptakan akhlakul karimah dengan program revolusi akhlaknya, tapi semua ucapannya bertentangan dengan revolusi ahlaknya. Dengan merendahkan orang lain; dalam hal ini jaksa penuntut umum yang dimaki pakai kata kata yang kurang pantas dari segi ahlakul karimah,” ungkap jaksa.

Kemudian jaksa menyampaikan dakwaannya kepada HRS yang menyuruh, melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan di muka umum dengan lisan, atau tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana kekarantinaan kesehatan, “Sebagaimana Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekerantinaan Kesehatan, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuaan UU maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan UU,” kata jaksa.

Penghasutan hingga munculnya kerumunan di Petamburan menurut jaksa dilakukan Rizieq Shihab bersama Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Al Habsyi dan Maman Suryadi.

ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

AS Percaya Sikap Taliban Tak akan Diskriminasi: Perempuan Boleh Bekerja

adminJ9

Media Asing Soroti Kampanye Vulgar yang Serang Paslon Prabowo-Gibran

adminJ9

Setelah Mentan Dikabarkan Menghilang, Kini Pimpinan KPK Diadukan Lakukan Pemerasan

adminJ9

Leave a Comment