KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha
JAKARTA, jurnal9.com – KH Bahauddin Nursalim yang populer dipanggil Gus Baha ini mau diberangkatkan haji yang dibiayai negara. Tapi Gus Baha menolaknya dengan alasan dirinya tak ingin dicontoh umat menjadi pemimpin yang bermental penerima.
“Orang yang lebih mulia di sisi Allah itu yang memberi. Bukan orang yang menerima. Apalagi seorang kiai itu menerima fasilitas dari negara untuk berhaji, ketika orang lain sedang susah berangkat haji karena butuh waktu puluhan tahun,” kata Gus Baha.
“Bersyukur boleh. Tapi nggak usah bangga. Karena bagaimana pun [pemimpin agama atau kiai] yang diberi [diberangkatkan haji] negara itu posisinya menerima,” lanjutnya.
Gus Baha menceritakan banyak santri [pulang dari pondok] yang hidup di desa yang hidupnya pas-pasan, tapi menghidupkan agama. Bahkan ada yang punya tanah sedikit diwakafkan untuk madrasah. Ada yang punya penghasilan dari tani dipakai untuk biaya mengajar anak ngaji. Semua itu untuk menghidupkan agama. Ini contoh yang baik,” kata dia.
Dia juga menghargai jika ada anak santri berprestasi seperti juara MTQ, lalu dikasih hadiah umrah. “Tapi alangkah lebih baiknya jika hadiah itu bisa dicontoh seperti upaya santri yang menghidupkan agama di desa tadi,” ujarnya.
“Sebab dari hadiah itu, lalu ia manfaatkan untuk menghidupkan agama. Ini sama seperti dia mendapat penghasilan, lalu dimanfaatkan untuk banyak orang. Ini sama dengan memberi lebih baik daripada menerima,” kata Gus menegaskan.
“Ini contoh lagi. Banyak orang sampai jual kebun atau hartanya supaya bisa haji. Lha masak kiainya diberangkatkan haji oleh negara, malah bangga. Ini kan nggak bagus dicontoh umat,” katanya.
“Sementara banyak pemimpin agama yang merasa bangga karena dihajikan negara. Padahal dia tahu kalau memberi itu lebih baik ketimbang menerima. Apalagi dia sebagai pemimpin agama, mestinya harus memberi contoh ke umat,” tutur Gus Baha.
Dia juga mengatakan jika ada kiai atau tokoh agama yang diberangkatkan haji negara itu kemudian dirinya merasa bangga. “Ini namanya sombong. Karena dirinya merasa menjadi orang yang dipilih negara. Padahal dia punya tanggung jawab,” tuturnya.
Gus Baha tidak senang dengan model kiai yang bangga karena dihajikan negara.
“Saya mengatakan seperti ini, bukan berarti saya anti negara. Saya melihat situasinya saat ini banyak umat yang ingin berangkat haji. Tapi mereka susah untuk berangkat haji, karena harus menunggu puluhan tahun. Jadi, jangan sampai orang lain lagi susah, saya sebagai pemimpin agama malah kok bangga dengan mudah berangkat haji,” ia menegaskan lagi.
MASARAAFI MEDIA