Jurnal9.com
Business Headline

Diduga Ada Praktik Kartel Harga Minyak Goreng, KPPU: Bawa ke Penegakan Hukum

Ilustrasi minyak goreng

JAKARTA, jurnal9.com – Ketika minyak goreng kemasan botol harganya melambung sampai 39.000 per liter di pasar tradisional dan toko swalayan di berbagai daerah, ibu-ibu teriak minta kepada pemerintah agar diturunin harganya.

Protes ibu-ibu yang disuarakan lewat media sosial atau media mainstream itu rupanya bikin heboh. Protes melonjaknya harga minyak goreng itu makin meluas. Keluhan ibu-ibu ini direspon sejumlah anggota DPR di parlemen, sehingga mereka mengingatkan pemerintah agar soal lonjakan harga minyak goreng ini harus mendapat perhatian serius.

Kemudian pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, mendistribusikan minyak goreng kemasan botol  ke pasar-pasar tradisional dan toko swalayan di berbagai daerah dengan harga Rp 14.000 per liternya.

“Ada minyak goreng murah yang disubsidi pemerintah. Dan ini bikin ibu-ibu merasa senang, tapi ketika ibu-ibu ini langsung menyerbu pasar dan toko swalayan, stok minyak goreng cepat habis. Satu orang cuma boleh beli 2 botol kemasan yang isi 1 liter. Setelah itu nggak ada lagi,” keluh Lina usai belanja di toko swalayan kawasan Wonokromo Surabaya.

Lina sendiri baru sekali kebagian jatah bisa membeli minyak goreng kemasan botol dengan harga yang murah. Setelah itu dia tidak memperoleh jatah [beli] lagi. “Baru sekali-kalinya saya dapat minyak goreng dengan harga murah. Itu pun saya harus ikut antrean panjang,” ujarnya.

Seusai Kementerian Perdagangan mendistribusikan minyak goreng botol kemasan dengan harga murah Rp 14.000 per liter di pasar-pasar, sehari kemudian terjadi kelangkaan di berbagai daerah.

Di tempat rak-rak toko swalayan maupun pasar tradisional masih terlihat kosong. Tidak ada persediaan minyak goreng sama sekali. “Di televisi pemerintah menyatakan harga minyak goreng sudah turun; harga Rp 14.000 per liter. Jadi dibilang harga minyak goreng sudah murah, tapi kan stok di pasaran sudah nggak ada. Apanya yang mau dibeli?,” kata Lina.

Di berbagai daerah, stok minyak goreng yang murah dari pemerintah itu sudah sulit ditemui.  Kecuali minyak goreng yang harganya Rp 39.000 per liter stoknya masih ada sebagian di pasar tradisional. “Kalau harga barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng ini mahal, pusing deh ..ibu-ibu,” tuturnya.

Ini salah satu contoh ibu Lina kesulitan untuk bisa memperoleh minyak goreng dengan  harga murah Rp 14.000 per liter seperti yang didistribusikan Kementerian Perdagangan pada minggu lalu.

KPPU cek mata-rantai pasokan

Melihat kelangkaan minyak goreng harga murah yang terjadi sudah hampir sebulan ini membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sering turun ke pasar-pasar untuk mengecek mata-rantai pasokan minyak goreng yang hilang itu.

Setelah berhari-hari tim dari KPPU ini turun ke pasar-pasar, akhirnya sempat mengendus kenaikan harga minyak goreng di pasar terjadi karena adanya dugaan kartel yang dilakukan para pelaku usaha beberapa waktu lalu..

Baca lagi  Kasus Wadas: Kapolri Harus Copot Kapolda Jateng

Karena itu KPPU akan menaikkan perkara minyak goreng ini ke penegakan hukum. “Kali ini kami akan fokus ke perilaku pelaku usaha di pasar minyak goreng,” ungkap Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur pada Sabtu, (29/1/2022)..

Dia menjelaskan kelangkaan minyak goreng di pasar terjadi karena ada upaya penimbunan dan persaingan usaha yang dilakukan para pelaku usaha. “Dan ini merupakan pelanggaran yang berpotensi kartel. Tapi masalah ini akan menjadi bagian dari pendalaman KPPU dalam proses hukum.  Komisi akan mengumpulkan bukti-bukti untuk menentukan langkah selanjutnya,” tegasnya.

Proses penegakan hukum pelanggaran ini, lanjut Deswin, akan berlangsung dalam waktu tiga hingga enam bulan. “Tapi diupayakan bisa berlangsung dalam waktu yang relatif tidak lama,” tutur dia.

Deswin meyakini KPPU melihat ada indikasi kartel dari kasus melambungnya harga minyak goreng di pasaran selama beberapa pekan yang lalu.

Sementara itu Komisioner KPPU, Ukay Karyadi, menduga beberapa perusahaan besar telah menguasai pangsa pasar minyak goreng dalam negeri, dan sekaligus mengatur kenaikan harga secara bersamaan.

“Harga minyak goreng di pasar dinaikkan secara bersama-sama setelah terjadi kenaikan harga CPO (crude palm oil). Perilaku ini bisa dimaknai sebagai indikasi adanya kartel pada kenaikan harga minyak goreng di pasar. Tapi secara hukum masalah ini harus dibuktikan,” tutur Ukay pada Kamis (20/1/2022). .

Bahkan Ukay meyakini pasar industri minyak goreng di Indonesia cenderung monopoli dan mengarah ke oligopoli. Seperti terungkap dalam data consentration ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019; ada empat industri besar telah menguasai 46,5 persen pangsa pasar minyak goreng di Indonesia.

Temuan yang dilakukan KPPU menyebutkan pasar minyak goreng didominasi perusahaan yang juga memiliki usaha perkebunan, produsen minyak sawit mentah atau CPO, dan turunan lainnya; margarin dan minyak goreng.

Namun temuan KPPU itu dibantahnya. Dan tudingan KPPU terkait dugaan praktik kartel dalam pergerakan harga minyak goreng selama beberapa pekan terakhir ini.

“Kenaikan harga terjadi karena dipengaruhi pergerakan harga minyak sawit mentah atau CPO di pasar internasional.

Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo mengatakan, CPO merupakan bahan baku utama produksi minyak goreng. CPO juga merupakan komoditas yang diperdagangkan secara global dan harganya dipengaruhi permintaan dan pasokan internasional.

“Karena mayoritas masih untuk ekspor, jadi harga CPO tidak bisa lari dari harga minyak nabati lainnya, sehingga tidak benar jika perusahaan minyak goreng telah mengatur harga,” kata Bernard pada Kamis (20/1/2022).

ARIEF RAHMAN MEDIA

 

Related posts

MenkopUKM: Ini Pertama Kali Koperasi Unggas Masuk ke Sektor Hulu

adminJ9

China Balas Akan Tutup Beberapa Konsulat AS di Chengdu dan lainnya

adminJ9

Tidak Ada Pengurangan Jumlah Pelaku Usaha Formal dan Informal Hingga 30 Juta Orang

adminJ9