Ahli hukum, Alvin Lim
JAKARTA, jurnal9.com – Ahli hukum, Alvin Lim mencurigai tuntutan hukuman Ferdy Sambo (FS) dalam kasus Brigadir J akan dijerat hukuman ringan, atau bahkan bisa bebas dari hukuman mati.
Kemungkinan bisa saja jenderal bintang dua ini akan dihukum kurang dari 20 tahun kurungan penjara.
“Saya meyakini itu karena Ferdy Sambo dianggap memiliki jasa yang besar terhadap Kejasaan Agung (Kejagung),” kata Alvin yang dituip dari kanal YouTube QUOTIENT TV pada Sabtu (2/9/2022).
“Saya mau menyoroti oknum kejaksaan. Kenapa ini sangat penting? contoh kalau kita lihat kemarin Brigadir Yosua meninggal. Kan mau mencoba merekayasa. Tapi gagal. Karena apa? Karena kekuatan masyarakat yang mengawal,” ucap dia menegaskan.
Menurut dia, ada hal yang patut diwaspadai kalau kasus ini sudah masuk ke Kejaksaan.
“Ini patut untuk diawasi, jadi teman-teman jangan lupa bahwa Ferdy Sambo punya jasa terhadap Kejaksaan Agung, ketika terjadi kebakaran gedung Kejagung,” ujarnya.
Dalam kasus kebakaran Kejaksaan Agung, kata Alvin, Ferdy Sambo berperan dalam penyidikan. “Ferdy Sambo yang menyidik. Dan tidak ada satu pun oknum Kejagung yang dijerat,” ungkapnya.
“Jadi yang dijerat Ferdy Sambo, yaitu bumper-bumper (tukang-tukang) dan dihukumnya cuma di bawah satu tahun,” lanjutnya.
“Perhatikan kata-kata saya. Perkiraan saya Ferdy Sambo akan bebas dari hukuman mati. Jangankan hukuman mati, kena hukuman 20 tahun penjara saja nggak akan,” tegasnya.
“Feeling saya, Ferdy Sambo akan dituntut ringan oleh kejaksaan,” lanjutnya.
Kasus KM 50
Menyinggung kasus penembakan di KM 50, Alvin juga heran dengan banyaknya sejumlah faksi yang muncul di Indonesia. “Saya tidak mengetahui secara pasti siapa sosok pembuat golongan-golongan faksi tersebut. Imbasnya, antar golongan faksi ini bisa diadu domba dan bisa menimbulkan perpecahan,” ujarnya.
“Ada golongan pribumi elit, dan ada golongan pribumi radikal. Saya nggak tahu siapa yang bikin. Muncul kadrun lah, kecebong lah,” cetus Alvin.
“Ini tujuannya untuk memecah belah, kamu faksi sana, dan kamu faksi sini. Saya lihat ini yang mengakibatkan perpecahan. Jadi ketika seseorang dizalimi tidak ada rasa simpati disitu untuk [secara hukum] dituntaskan.”
Jadi imbas berbeda faksi tersebut berujung ketidakpedulian antar sesama.
“Jadi kita harus cerdas secara hukum dengan memandang sesuatu nggak bisa kasus ini kita masukin unsur SARA,” tegas Alvin.
“Kami gak memandang itu SARA, mau itu Muslim, Budha, Kristen di intimidasi ama oknum, kita pasti akan lawan, kita pasti akan bela,” ujarnya.
Seharusnya hal ini, kata dia, diterapkan pada kasus KM 50 tragedi tewasnya 6 Laskar FPI.
Menyoroti kasus KM 50 dan kebakaran Kejaksaan Agung (Kejagung), ada kesamaan. “Dan tim yang menangani kasus ini, sama yaitu orangnya Ferdy Sambo,” ungkap dia.
Alvin juga mengungkapkan jika sebetulnya 6 Laskar FPI sudah tidak melawan dalam peristiwa KM 50. “Dalam konteks KM 50 sebenarnya mereka sudah menyerah,” ucapnya.
“Tapi di sinilah ada tim gebuk mereka mau show power, kenapa? karena tim sebelumnya tumpul,” ujarnya.
ARIEF RAHMAN MEDIA