Jurnal9.com
Headline News

Taiwan Larang Konsumsi Mi Instan Indonesia yang Mengandung Etilen Oksida, Apa Bahayanya?

Indomie Rasa Ayam Spesial yang mengandung etilen oksida

JAKARTA, jurnal9.com – Mi instan ‘Indomie Rasa Ayam Spesial’  yang dijual di pasaran negara Taiwan ditarik dari peredaran, terkait temuan residu pestisida Etilen Oksida (EtO) dalam bumbunya.

Setelah Departemen Kesehatan Taiwan, Kamis (27/4/2023) meneliti bumbu produk mi instan asal Indonesia itu ditemukan zat kimia yang berbahaya: yaitu Etilen oksida.(EtO). Ini zat kimia yang dapat memicu kanker.

Bahkan efek samping orang yang mengkonsumsi makanan mengandung EtO ini berisiko menyebabkan munculnya cairan dalam paru-paru, bisa bikin kolaps kardiovaskular, dan kelumpuhan otot pernapasan.

Karena itu pihak otoritas Taiwan menarik semua produk mi instan ‘Indomie Rasa Ayam Spesial’ dari peredaran di seluruh pusat perbelanjaan dan pasar tradisional negara tersebut.

Kepala Divisi Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Taiwan, Chen Yi-ting, mengatakan bahwa pemeriksaan mi instan di kotanya dilakukan dengan memilih secara acak 30 produk dari supermarket, hypermarket, pasar basah tradisional, toko makanan Asia Tenggara, dan importir grosir.

Departemen Kesehatan Taiwan menyebutkan kandungan etilen oksida (EtO) pada bumbu ‘Indomie Rasa Ayam Spesial’ ini ditemukan sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Sehingga kandungan etilen oksida sebesar itu dalam makanan mi instan, dinilai sangat berbahaya untuk dikonsumsi.

“Taiwan tidak memperbolehkan ada kandungan EtO pada produk pangan,” demikian dalam keterangan resminya BPOM Departemen Kesehatan Taiwan, pada Kamis (27/4/2023).

“Metode analisis yang digunakan oleh Taiwan FDA adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE) dengan hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Karena kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm,”  tegasnya.

Apa Etilen Oksida itu?

Dikutip dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), disebutkan bahwa etilen oksida merupakan bahan kimia (C2H4O) dengan kandungan gas beracun. Bentuknya tidak berwarna. Dan mudah terbakar pada suhu kamar atau cairan di bawah 51 derajat Fahrenheit.  Zat kimia ini kemudian dikenal dengan sebutan “EtO”.

Kalau dikonsumsi melalui produk makanan, maka EtO akan mudah larut dalam darah, sehingga dengan cepat diserap tubuh melalui paru-paru dan saluran pencernaan.

Etilen oksida ini selain banyak digunakan untuk produk makanan, juga dipakai dalam industri, seperti untuk perawatan tubuh, dan consumer goods (produk jadi yang siap pakai). Selain itu sering digunakan untuk mensterilkan beberapa perangkat medis.

Etilen oksida juga banyak dipakai untuk insektisida, seperti produk kosmetik, detergen, obat-obatan dan bahan shampoo.

Penelitian yang dilakukan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tentang efek samping makanan yang mengandung etilen oksida, bisa menyebabkan diare, sakit kepala, mual-mual, muntah, susah bernapas, mengantuk akibat kelemahan tubuh, serta dapat merusak kulit. Dan bagi ibu-ibu hamil akan berisiko keguguran dan efek reproduksi.

Baca lagi  Kerjasama BPOM-KemenkopUKM Tekankan Pentingnya Keamanan Pangan UMKM

Akibat berbahayanya kandungan etilen oksida itu kemudian pihak Departemen Kesehatan Taiwan melarang semua produk makanan yang terdapat zat kimia EtO tersebut.

Bahkan studi yang pernah dipublikasikan Environmental Protection Agency (EPA), Amerika Serikat, menyebutkan penggunaan etilen oksida dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker sel darah putih. Termasuk limfoma non-Hodqkin, myeloma, dan leukemia limfositik. Bahkan EtO juga dapat meningkatkan risiko kanker payudara pada wanita.

Mengingat bahayanya zat kimia ini, EPA menyarankan sebaiknya dihindari makanan yang memiliki kandungan EtO.

Di Australia juga melarang penggunaan etilen oksida ini untuk semua produk makanan sejak 2003 lalu.

Tetapi di Indonesia masih boleh produk makanan menggunakan zat kimia etilen oksida ini.

Tanggapan BPOM Indonesia

Kenapa di Indonesia sampai sejauh ini produk makanan yang mengandung residu pestisida Etilen Oksida (EtO) kok masih dibolehkan beredar dan dikonsumsi?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia buka suara terkait mi instan yang bumbunya mengandung EtO tersebut. BPOM memaklumi tindakan Depertemen Kesehatan Taiwan. Negara ini memang melarang kandungan etilen oksida pada setiap produk makanan.

Berbeda dengan BPOM Indonesia yang memiliki aturan; Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE, yaitu sebesar 85 ppm. Ini tertuang dalam Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.

Kalau mengacu pada keputusan tersebut, menurut BPOM, maka kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mie instan di Taiwan itu masih jauh di bawah BMR 2-CE yang ditetapkan Indonesia. Bahkan sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat dan Kanada juga sama memberlakukan ketentuan seperti di Indonesia.

“Karena itu di Indonesia produk mi instan dianggap aman dikonsumsi. Sebab telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar,” tegas BPOM dalam keterangan resminya.

Batas maksimal residu EtO di setiap negara berbeda-beda

BPOM menyebutkan sampai saat ini, organisasi standar pangan internasional atau Codex Alimentarius Commission (CAC) masih belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida.

CAC adalah organisasi di bawah naungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pertanian Dunia (FAO).

RAFIKA ANUGERAHA M  I  ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

RS Tak Boleh Pungut Biaya Apapun kepada Pasien Covid-19, Semua Ditanggung Pemerintah

adminJ9

IMF Proyeksikan Ekonomi Indonesia 2021 Tumbuh Lebih Rendah Dibanding Negara Asean

adminJ9

Virolog China, Li Meng Yan Menyatakan Virus Corona Dibuat di Lab Wuhan

adminJ9