Tampak Pulau Rempang dengan rumah-rumah penduduknya
BATAM, jurnal9.com – Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia kelihatannya yang paling ngotot dalam upayanya untuk menggusur warga Pulau Rempang dan Galang, Batam, Kepulauan Riau. Hal itu terlihat ia datang ke pulau ini untuk membahas rencana pengosongan hunian warga yang kabarnya akan dilakukan sebelum tanggal 28 September 2023.
Padahal situasi di pulau ini masih panas usai terjadi bentrok dengan aparat dua pekan lalu. Menteri Bahlil ini justru datang ke Pulau Rempang bersama Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk membahas soal relokasi warga.
Saat di kantor BP Batam itu, Bahlil kepada wartawan mengatakan bahwa pihak pemerintah akan bersama aparat akan menyelesaikan permasalahan relokasi Pulau Rempang dan Galang dengan cara yang baik.
“Warga yang terdampak relokasi ini akan diberikan kompensasi berupa lahan seluas 500 meter, serta rumah tipe 45 seharga Rp 120 jutaan,” ujarnya.
“Selain itu pemerintah juga akan memberikan uang tunggu transisi per kepala dapat Rp 1,2 juta, serta ditambah Rp 1,2 juta juga untuk uang rumah,” kata Bahlil menjanjikan kepada warga Pulau Rempang ini.
Bahlil juga akan melakukan penanganan khusus terhadap warga penduduk asli yang sebelumnya punya usaha di wilayah ini.
“Warga penduduk asli yang dulu punya usaha izinnya dicabut, nantinya akan mendapat penanganan khusus,” tegas Bahlil.
“Kami dari pemerintah pusat bersama BP Batam akan terus melakukan komunikasi secara terus menerus untuk menyelesaikan rencana relokasi warga di 16 titik kampung tua yang ada di pulau ini,” ia menambahkan.
Sementara itu Komisioner Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Prabianto Mukti Wibowo mengingatkan pemerintah dalam hal ini melalui BP Batam, sebaiknya rencana penggusuran untuk mengosonkan 16 titik kampung tua di Pulau Rempang ini hendaknya dipertimbangkan kembali.
“Perjanjian antara Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan pihak investor yang meminta sebelum tanggal 28 September 2023 harus dikosongkan, maka sebaiknya hal ini dipertimbangkan kembali,” ujarnya.
Prabianto mendengar kalau pihak investor memaksa untuk segera dilakukan pengosongan di lahan Pulau Rempang. “Karena investor menginginkan BP Batam segera menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dalam waktu dekat ini [sebelum 28 Sepetember 2023],” ungkap dia.
“Saya sudah meminta kepada BP Batam, Pemkot Batam, dan Pemprov Kepulauan Riau, termasuk Polda Kepri agar tidak menggusur warga penduduk asli di Pulau Rempang ini demi untuk pembangunan kawasan industri Rempang Eco City,” tegas Komisioner Mediasi Komnas HAM ini.
Saat kepala BP Batam Muhammad Rudi ditegur pihak Komnas HAM, ia mengaku bahwa dirinya tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Mengingat proyek kawasan industri Rempang Eco City ini milik pemerintah pusat.
“BP Batam tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Kami tidak bisa apa-apa. Karena kawasan perdagangan bebas dan Pelabuhan bebas di Batam ini merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ungkap Rudi.
Meski Rudi mengaku kewenangan pengelolaan di Pulau Rempang, Batam, ada di tangan pemerintah pusat. Namun pihak Komisioner Mediasi Komnas HAM mendesak BP Batam agar tidak menerbitkan HPL.
“Sebab peraturan yang berlaku untuk menerbitkan HPL ini harus dipastikan ada hak-hak pihak ketiga yang ada di dalamnya. Dalam hal ini adalah warga penduduk asli setempat,” tegas Prabianto mengingatkan pemerintah.
“Jangan dipaksakan langsung menggusur penduduk asli yang masih punya hak sebagai penghuni tanah di Pulau Rempang,” ujarnya lagi.
“Karena itu pemerintah, BP Batam harus meninjau kembali penerbitan HPL-nya,” ia menegaskan.
Apalagi tenggat waktunya, tanggal 28 September 2023, kata Prabianto, tinggal beberapa hari lagi. “Saya kira sulit bisa terealisasi. Kalau dipaksakan akan terjadi pelanggaran [jika sampai terjadi anarkis],” ucap dia.
Dan Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dalam pernyataan sering mengklaim sebagian besar atau 80 persen warga Pulau Rempang sudah setuju dengan rencana pemerintah untuk pembangunan kawasan industri dan pariwisata di Pulau Rempang ini.
“Pernyataan Pak Bahlil sering dianggap berbohong karena dalam pernayataannya sering mengklaim sebagian besar warga sudah setuju direlokasi. “Apanya yang setuju?, di lapangan masih banyak warga yang marah karena mereka menolak untuk direlokasi,” kata Prabianto.
Kebohongan Bahlil itu disampaikan warga saat ditanya Bambang Widjojanto saat mengunjungi Pulau Rempang beberapa waktu lalu. “Kapan dia [Bahlil] ketemu warga, kok bilang warga 80 persen sudah setuju untuk direlokasi. Dia datang ke Rempang aja harus sembunyi-sembunyi, bilangnya warga banyak yang setuju, gimana?,” ucap salah seorang ibu yang tak mau disebutkan namanya.
GEMAYUDHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA