Jurnal9.com
IT

Pakar Digital: Data Pengguna E-Commerce Bocor, Negara Harus Lindungi Data Pribadi

Anthony Leong, pakar digital yang juga seorang pengusaha pengurus BPP HIPMI  (Foto: Dok. HIPMI)

JAKARTA, jurnal9.com – Publik digegerkan dengan ramainya kabar bahwa ada lebih dari 91 juta data pengguna Tokopedia yang dicuri. Kasus ini pertama kali dibeberkan oleh akun Under The Breach yang belum lama ini mengklaim sebagai penyedia layanan pemantauan dan pencegahan kebocoran data dari Israel.

Selang beberapa hari, situs jual beli online Bukalapak yang ditenggarai turut diretas. Mulai dari email, nama pengguna, password, salt, last login, email Facebook dengan hash, alamat pengguna, tanggal ulang tahun, hingga nomor telepon dijual oleh dua akun peretas di forum yang sebelumnya menjadi tempat penjualan 91 juta pengguna Tokopedia.

Pakar Digital, Anthony Leong mengatakan Indonesia harus serius menangani dan menjamin perlindungan data pribadi. “Indonesia menjadi negara sasaran serangan siber kedua terbesar di Asean saat ini, setelah Vietnam karena transaksi di online naik 450-500% karena situasi pandemi,” tegasnya.

“Kebanyakan kita masih cenderung acuh dengan potensi kejahatan yang diakibatkan dari kebocoran data pribadi seperti nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, hingga alamat. Salah satu bahayanya adalah penipuan berbasis rekayasa sosial seperti dengan mengatasnamakan orang terdekat dengan informasi yang cukup detail. Manipulasi psikologis pengguna mereka maksimalkan,”  lanjut Anthony Leong dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Anthony, sekelompok peretas dengan nama ShinyHunters mengklaim memiliki data pengguna dari 10 perusahaan digital. Total data pengguna yang dihimpun mencapai 73,2 juta, di antaranya 1,2 juta disebut merupakan data pengguna dari Bhinneka.com. Kelompok tersebut merupakan pelaku yang sama di balik peretasan data pengguna Tokopedia beberapa waktu lalu.

Saat semua orang Work From Home (WFH) dan intensitas penggunaan internet makin masif, kata dia, maka perihal cyber security ini semakin rentan. “Situasi kebocoran data Indonesia merupakan hal yang seharusnya ditanggapi lebih serius oleh masyarakat maupun pemerintah. Berbeda dengan yang terjadi di luar negeri, kesadaran digital sudah cukup tinggi sehingga publik biasanya akan langsung menuntut,” tegasnya.

Baca lagi  Cangkok Jantung Babi Masih Kontroversi karena Risiko Cytomegalovirus yang Bahaya

“Mungkin harus ada sanksi dulu, yang bersangkutan di-suspend sementara agar memperbaiki sistem mereka terlebih dahulu. Ini data yang sangat besar jangan sampai kita anggap remeh,” lanjut Ketua Hubungan Media BPP HIPMI ini.

Walaupun belum ada kabar mengenai data pembayaran seperti rekening bank dan kartu kredit yang bocor, namun ia menghimbau kepada masyarakat untuk segera mengganti password dan melakukan pergantian setiap 3 bulan sekali.

Anthony menilai kejadian ini dapat diambil sebagai pelajaran bagi Tokopedia dan Bukalapak, dan situs jual beli online dan e-commerce lainnya untuk lebih serius dalam menjaga data penggunanya.

“Masyarakat harus lebih peduli dan hati-hati terhadap dampak pencurian data pribadi seperti penipuan. Sebaiknya tidak menggunakan satu password untuk semua akun digital yang dimiliki. Karena situasi paceklik ekonomi imbas wabah covid-19 membuat kriminalitas bertambah,” tuturnya.

Anthony mengatakan kasus penipuan teknik rekayasa sosial dengan memanipulasi psikologis, dari masa ke masa caranya pun berubah

“Periode 2013 hingga 2017, modus penipuan berbasis rekayasa sosial rata-rata menggunakan topik undian berhadiah, advance-fee scam, peretasan e-mail perusahaan, pemalsuan website, phising, dan ‘mama minta pulsa.’ Kalau 2018 berbeda lagi,” katanya

Pada 2018, lanjut dia, topik manipulasi psikologis mulai berkembang dengan meminta akses kode OTP untuk transaksi finansial para korban, dan meminta kode verifikasi penyedia jasa telekomunikasi melalui sms atau telepon.

Sedangkan pada 2019, menurut Anthony, strateginya mulai berkembang dengan menghubungi pengguna pemilik dompet elektronik untuk menapatkan OTP dengan kedok mendapatkan hadiah, atau modus penipuan dengan meminta kode verifikasi aplikasi olah pesan, hingga call forwarding.

MULIA GINTING

Related posts

ITS Kembangkan Serat Optik Pendeteksi Produk Makanan yang Mengandung Babi

adminJ9

Ilmuwan Peringatkan Pandemi Virus Corona Bisa Berlangsung Hingga 2023

adminJ9

Uni Eropa Usul ke Biden Bikin Regulasi Digital Global untuk Atasi Ujaran Kebencian

adminJ9