Suasana sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
JAKARTA, jurnal9.com – Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menyatakan puncak kehancuran Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya terjadi saat mengeluarkan putusan membolehkan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024.
“Hancurnya MK terjadi ketika mengeluarkan putusan MKRI Nomor 90/PUU-XXI/2023, ini melahirkan nepotisme dan kolusi secara telanjang di depan mata kita,” tegas dia saat menyampaikan keterangan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 dengan agenda pembacaan permohonan.
Todung langsung menunjuk Anwar Usman saat menjabat sebagai Ketua MK mengeluarkan putusan yang melanggar hukum dan etika.
“Putusan itu jelas memberikan karpet merah kepada Gibran. Putusan tersebut sungguh memalukan MK sendiri. Yaitu MK yang memalukan: a sham institution seperti yang ditudingkan kepada MK Belarus,” ujarnya dalam sidang di MK Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Karena alasan itu, Tim Hukum Ganjar-Mahfud memohon supaya MK memerintahkan KPU menggelar pemilu ulang Pilpres 2024 paling lambat 26 Juni 2024. Dalam pemilu ulang ini paslon Prabowo-Gibran tidak diikutsertakan dalam kontestasi tersebut.
“MK supaya memerintahkan kepada KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang untuk Pilpres 2024 antara Anies-Muhaimin sebagai paslon nomor urut 1 dengan paslon Ganjar-Mahfud sebagai nomor urut 3,” jelas Todung kepada hakim MK.
Selain itu Tim Hukum Ganjar-Mahfud memohon supaya MK memutuskan untuk mendiskualifikasi paslon Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024. “Dan membatalkan hasil penghitungan suara pemilu 2024 terkait Pilpres,” lanjut dia dalam sidang MK.
Dalam sidang di MK ini, kata Todung, agar tidak terjebak dalam paradigma kuantitatif dalam memutuskan sengketa pilpres. “Kami meminta MK untuk keluar dari praktik penyelesaian sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum Pilpres secara sempit. Hanya memeriksa perolehan dan perbedaan suara para capres-cawapres,” sebutnya.
Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Annisa Ismail dalam sidang MK ini juga ikut mempertegas kalau skema nepotisme yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap putranya Gibran untuk bisa maju sebagai kontestasi Pilpres 2024 ini sudah jelas melanggar etika.
“Kalau MK hanya sekedar bertindak mahkamah kalkulator, tidaklah perlu negarawan yang sekaligus begawan hukum yang melakukannya. Cukup berikan kesalahan perhitungan kepada auditor saja,” ujarnya.
Annisa mengatakan pemilu bukan hanya diatur dalam UU Pemilu, tetapi juga UUD 1945. Di dalamnya diatur beberapa asas pelaksanaan pemilu: yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. “Asas inilah yang harus dijaga oleh MK saat memeriksa sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum,” tegasnya dalam sidang MK.
Sementara itu Tim Hukum Anies-Muhaimin, Bambang Widjajanto kepada hakim menyampaikan kalau Presiden Jokowi ikut melakukan kampanye terselubung untuk mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.
“Pelanggaran berupa keterlibatan lembaga kepresidenan untuk kepentingan paslon no urut 2. Dan ini nampak dari kampanye terselubung Presiden Jokowi dalam berbagai kunjungannya,” ungkap dia dalam sidang di MK Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Bambang menyebutkan area operasi itu dilakukan di wilayah di mana suara Prabowo memperoleh suara rendah pada Pemilu 2014 dan 2019 dengan target suara pemilih sekitar 27 juta.
Selain itu, lanjut Bambang, Presiden Jokowi juga membagikan bantuan sosial kepada masyarakat. “Semua ini dikonsolidasikan oleh aparat dengan melibatkan aparat desa,” tegasnya.
Dari kampanye terselubung Presiden Jokowi itu, menurut Bambang, paslon Prabowo-Gibran no urut 2 berhasil memenangi perolehan suara di daerah-daerah yang sebelumnya dikunjungi daerah tersebut Prabowo mengalami kekalahan.
“Sudah jelas ada intervensi kekuasaan terjadi, sehingga suara paslon Prabowo-Gibran di daerah-daerah yang sebelumnya kalah, terjadi lonjakan luar biasa,” kata Bambang.
Dia memberi contoh Prabowo bisa menang telak di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara. Padahal pada pemilu 2014, 2019 Prabowo tak pernah memenangi di daerah tersebut. “Prabowo hanya mendapatkan suara 21,91 persen pada Pilpres 2014, dan jeblok menjadi 9,01 persen pada Pilpres 2019,” sebut Bambang.
“Prabowo-Gibran juga menang dengan memperoleh suara 45 persen di Kabupaten Gianyar Bali yang merupakan kendang PDI-P. Padahal pada 2014 Prabowo di Gianyar memperoleh 22 persen, tapi lima tahun kemudian 2019 turun menjadi 3 persen,” jelasnya lagi.
Dalam gugatannya ke MK, Bambang menyebutkan paslon Anies-Muhaimin dan paslon Ganjar-Mahfud sama-sama mendalilkan soal adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Dan dilanggarnya asas-asa pemilu di dalam UUD 1945.
Demikian antara lain petitum yang disampaikan yang disampaikan kedua paslon Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan dalam agenda mendengar permohonan pemohon Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud dan Tim Hukum Anies-Muhaimin terlalu memaksakan agar apa yang dimohon dalam sengketa Pilpres 2024 ini menjadi ranah MK.
“Pemohon kelihatannya memaksakan bahwa perkara ini menjadi kewenangan dari MK,” kata Otto menanggapi pemohon.
Padahal MK, menurut Otto, hanya berwenang menangani sengketa hasil pilpres. Bukan [menangani] sengketa proses. Sebab kalu soal proses pemilu, termasuk dugaan kecurangan dengan terstruktur, sistematis dan masif, itu menjadi ranah kerjanya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Mereka ingin menempatkan dengan meminta hakim membuat suatu terobosan hukum. Ini keliru. Karena terobosan itu bisa diambil kalau tidak ada aturan yang berlaku, seperti kasus TSM pada pemilu 2014. Nggak ada aturan soal TSM, lalu MK mengambil terobosan untuk pelanggaran TSM tersebut,” papar Otto.
Dia menjelaskan bahwa pelanggaran TSM itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sehingga MK tidak bisa melakukan terobosan hukum dalam menangani perkara sengketa Pilpres 2024.
“Jadi tidak ada lagi ruang bagi MK untuk mengambil suatu terobosan hukum yang bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga kepatuhan MK tetap dijaga agar tetap patuh terhadap UU yang berlaku. Dan hukum acara yang sudah diatur dalam UU tersebut,” tegas Otto.
Anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran lainnya, Hotman Paris Hutapea malah menganggap gugatan sengketa Pilpres Anies-Muhaimin yang menyoroti soal dugaan penyelewengan bantuan sosial (Bansos), cukup dijawab dengan 1 paragraf saja.
“Kalau penyaluran bansos itu dianggap tidak sah, semestinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah turun tangan sejak lama. Cukup dijawab dengan satu kalimat ini saja. Kalau gugatan lainnya nggak ada isinya. Cuma ngoceh aja,” kata Hotman.
“Bansos itu program sudah lama ya, dan sudah ada aturannya. MK tidak punya kewenangan untuk mengurusi Bansos,” ia menegaskan lagi.
“Bansos bukan baru disalurkan waktu Pilpres 2024. Jauh sebelum Pilpres 2024 program pemerintah Bansos ini sudah ada. Dan disalurkan secra berkala. Mereka mempersoalkan dikira digunakan untuk transaksional politik. Ini kan sekarang waktunya Pemilu, kok dikait-kaitkan. Mereka sendiri yang terlalu mengada-ngada,” tegasnya.
GEMAYUDHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA