Aksi unjuk rasa mahasiswa tolak jabatan presiden 3 periode pada pekan lalu
JAKARTA, jurnal9.com – Koordinator Media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Luthfi Yufrizal, mengaku pihaknya mendapat ancaman dari nomor tak dikenal menjelang aksi besar-besaran pada Senin,11 April 2022 besok.
Aksi itu digelar untuk menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. “Ada ancaman keselamatan dalam jalannya aksi kita nanti,” ungkapnya.
Sebelumnya kepolisian dari Polda Metro Jaya mengancam akan membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa di bawah koordinasi BEM SI tersebut. Karena alasannya dianggap tidak memiliki izin. Meski pihak BEM SI sendiri sudah melayangkan surat pemberitahuan.
Polda Metro Jaya mengaku belum menerima surat permohonan rencana aksi demo dari pihak mana pun.
“Sampai saat ini Polda Metro Jaya belum terima permohonan kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum oleh kelompok mana pun,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, Jumat (8/4/2022).
“Surat pemberitahuan, bukan merupakan izin aktivitas mahasiswa dalam aksi demo,” lanjutnya.
Menghadapi ancaman itu, Luthfi menyatakan memastikan mahasiswa tak gentar dengan ancaman dari kepolisian. “Ancaman pembubaran dari kepolisian itu merupakan salah satu upaya untuk mengintimidasi para mahasiswa. Tapi kami tidak terpengaruh. Unjuk rasa 11 April akan tetap berjalan,” tegasnya.
Bahkan ancaman itu, kata Luthfi, juga terjadi pada beberapa ponsel dan media sosial milik BEM SI dengan diretas saat melakukan koordinasi aksi unjuk rasa pada 11 April 2022. Sehinga membuat koordinasi BEM SI dengan antar-kampus menjadi terganggu.
“Komunikasi antar unit kampus, kami jadi terkendala. Bahkan untuk di nasional pun terkendala,” tegas dia.
(Foto Dok. Detikcom)
Mengenai alasan BEM SI tidak memenuhi undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto yang mengajak mahasiswa bertemu pada Jumat (8/4/2022) kemarin, Luthfi mengaku pihaknya tidak memilki alasan untuk hadir di pertemuan itu.
“Kita lebih memilih audiensi di jalanan. Semua masa aksi bisa melihat dan menyaksikan,” kata Luthfi.
“Dengan unjuk rasa di jalanan, mahasiswa ingin menyampaikan aspirasi supaya bisa didengar pemerintah dan masyarakat,” ujarnya..
Menko Polhukam Mahfud MD meminta kepada aparat keamanan dan penegakan hukum agar melakukan pengamanan sebaik-baiknya. “Saya meminta agar aparat tidak represif terhadap aksi unjuk rasa mahasiswa,” tegas dia.
“Tidak boleh ada kekerasan, tidak membawa peluru tajam, juga jangan sampai terpancing oleh provokasi,” kata Mahfud kepada kepolisian.
Sebab tindakan represif aparat kepolisian menjadi sorotan Amnesty International Indonesia saat terjadi gelombang demonstrasi mahasiswa dalam masalah Omnibus Law pada 2020 lalu.
Berdasarkan pemantauan Amnesty International Indonesia telah mencatat 402 korban atas kekerasan yang dilakukan polisi di 15 provinsi dalam aksi unjuk rasa mahasiswa tersebut. Amnesty juga mencatat sebanyak 6.658 orang ditangkap di 21 provinsi.
ARIEF RAHMAN MEDIA