Jurnal9.com
Headline News

Dewan Pers: Jangan Ada Lagi Pemidanaan Wartawan atas Berita yang Ditulisnya

JAKARTA, jurnal9.com – Dalam Catatan Akhir Tahun 2020; Dewan Pers menegaskan tidak boleh ada lagi pemidanaan wartawan atas karya jurnalistik yang dihasilkan, seperti yang menimpa Diananta Putra Sumedi, mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits.id.

“Pemidanaan seorang wartawan atas karya jurnalistik yang dihasilkannya tentu merupakan preseden buruk bagi sistem kemerdekaan pers di negara demokrasi seperti Indonesia,” kata Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (24/12).

Ini merupakan catatan Dewan Pers yang menyoroti kemerdekaan dan keberlanjutan media.

Dalam keterangan pers itu disebutkan Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel) telah menjatuhkan vonis penjara selama 3 bulan 15 hari kepada Diananta atas berita yang ditulisnya dan dipublikasikan di media siber kumparan.com pada tanggal 4 Mei 2020.

Dewan Pers mengingatkan bahwa kasus Diananta adalah kasus pers yang semestinya diselesaikan berdasarkan mekanisme sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers .

“Dewan Pers berharap kasus serupa tidak terjadi lagi,” kata mantan Menteri Pendidikan Nasional itu.

Faktor penentunya, dalam hal ini koordinasi yang baik antara Kepolisian dan Dewan Pers, serta penghormatan terhadap apa yang telah ditetapkan dalam nota kesepahaman (MoU) Dewan Pers dan Polri.

Dewan Pers juga berharap kasus kekerasan terhadap wartawan seperti yang terjadi dalam peliputan aksi demonstrasi UU Cipta Kerja, beberapa waktu lalu, tidak terjadi lagi.

Nuh mengingatkan aparat keamanan perlu meningkatkan penghargaannya terhadap fungsi dan kerja jurnalistik sebagaimana dilindungi oleh undang-undang.

Dalam catatan akhir tahunnya, Dewan Pers juga mencatat tingginya angka pengaduan kasus pers ke Dewan Pers pada tahun 2020.

Tingginya pengaduan ke Dewan Pers menunjukkan dua hal sekaligus, yakni perkembangan positif, makin meningkatkannya kepercayaan publik terhadap mekanisme penyelesaian kasus pers berdasarkan UU Pers.

“Di sisi lain, tingginya angka pengaduan kasus pers itu juga mencerminkan ada yang perlu diperbaiki dalam jurnalisme, yakni ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” ujarnya.

Baca lagi  Pemerintah Harus Percepat Bansos karena Banyak Warga Kehilangan Pekerjaan

Nuh menjelaskan bahwa mayoritas kasus pemberitaan pers yang ditangani Dewan Pers berakhir dengan kesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik oleh media massa yang diadukan, baik pelanggaran Kode Etik Jurnalistik yang serius maupun yang ringan.

Kasus menonjol yang dihadapi Dewan Pers dalam hal ini adalah ketika 33 media massa siber terbukti telah menggunakan informasi yang tidak akurat, tanpa proses konfirmasi yang memadai terhadap sumber kunci, sehingga melahirkan pemberitaan yang cenderung menghakimi terkait dengan keputusan PTUN tertanggal 3 Juni 2020 tentang keputusan Presiden dan Menkominfo memperlambat dan memutus akses internet di Papua pada 2019.

Bertolak dari kasus semacam itu, Dewan Pers kembali mengingatkan kepada segenap pers Indonesia tentang pentingnya komitmen dan konsistensi untuk menaati Kode Etik Jurnalistik.

“Kode Etik Jurnalistik bagaimanapun adalah tolok ukur utama profesionalisme dan kualitas pers. Ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik adalah faktor yang menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap media massa,” tegasnya.

Jaga kredibilitas

Namun Mohammad Nuh juga mengingatkan media untuk menjaga kredibilitas informasi yang disampaikan kepada masyarakat.

“Karena kalau tidak, maka nanti yang terjadi, entah itu misinformasi, entah itu disinformasi, entah itu malainformasi. Kalau itu yang terjadi, maka bukan mencerdaskan yang didapat, tetapi pembodohan,” ungkapnya.

Dalam menjaga agar informasi yang disampaikan kredibel atau dapat dipercaya, ia menekankan media harus menguasai substansi dan bukan sekadar menjadi corong penyebar informasi.

Untuk menjadikan media sebagai alat mencerdaskan bangsa, Muhammad Nuh menekankan perlunya penguatan pola pikir terkait pentingnya memiliki data yang lengkap dan didukung ilmu pengetahuan.

“Informasi semata, belum bisa mencerdaskan kehidupan bangsa. Justru yang bisa mencerdaskan itu adalah pengetahuan,”  tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.

**  ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

Dapat Ancaman Pembunuhan, Nora Alexandra: Bakal Gue Tunggu, lo Mau Bunuh Gue…

adminJ9

Andi Taufan Mundur dari Stafsus Presiden, Setelah Mendapat Tekanan Publik

adminJ9

Ekonomi Malaysia Resesi, Apakah Berpengaruh pada Ekonomi Indonesia?

adminJ9