Jurnal9.com
Headline News

Baleg DPR RI Sebenarnya Mengakomodasi Putusan MK, Tapi Hanya untuk Partai Nonparlemen

Baleg DPR RI sedang sidang RUU Pilkada

JAKARTA, jurnal9.com – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengaku sulit memahami keputusan DPR RI yang menggulirkan kembali RUU Pilkada. Sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan soal syarat ambang batas pencalonan kepala daerah.

“Ini kesannya Badan Legislasi (Baleg) disebut-sebut ingin mengoreksi putusan MK. Padahal DPR RI sebagai lembaga negara yang mempresentasikan aspirasi rakyat, semestinya mengedepankan kepentingan negara dan rakyat. Dibandingkan dengan kepentingan politik kekuasaan,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Abdul Mu’ti menganggap langkah DPR RI itu tidak menghormati MK dan tak mematuhi Undang-Undang. “DPR RI sebagai pilar legislatif, hendaknya menghormati lembaga yudikatif, termasuk MK. Tidak berseberangan dengan keputusan MK dalam masalah persyaratan calon kepala daerah,” ujarnya.

“Jangan sampai perbedaan pendapat antara DPR RI dan MK ini menimbulkan reaksi publik atau massa. Turun ke jalan menyampaikan protesnya untuk penegakan hukum dan perundang-undangan,” ia menambahkan.

Menanggapi adanya pro kontra terhadap revisi UU Pilkada itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi menyatakan bahwa Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sebenarnya telah mengakomodasi sebagian putusan MK yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah.

“Ini kan sebenarnya Baleg DPR RI sudah mengakomodasi putusan MK terkait partai non-parlemen di daerah. Partai Politik yang tak memiliki kursi di DPRD bisa mendaftarkan untuk mengusung calon kepala daerah. Sebelumnya kan nggak bisa,” tegas Achmad Baidowi kepada wartawan seusai sidang di Gedung DPR RI, Rabu (21/8/2024).

Wakil Ketua Baleg DPR RI itu menjelaskan bahwa partai yang memiliki kursi di DPRD, tetap mengikuti aturan lama, yakni persyaratan minimal 20 persen perolehan suara sah.

Berikut ini ketentuan Pasal 40 yang diubah:

(1),Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memiliki kursi DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

(2),Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:

(a).Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.

Sebelumnya, Selasa (20/8/2024) MK mengeluarkan dua putusan krusial terkait tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Baca lagi  Apakah KPU Patuh Putusan MK atau Revisi UU Pilkada untuk Syarat Calon Kepala Daerah?

Adapun Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menjelaskan bahwa batas minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU. Putusan ini menggugurkan tafsir putusan putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyebutkan bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

Baleg DPR RI menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) tekait batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada merujuk pada putusan MA yang dihitung sejak pelantikan.

“Setuju ya merujuk pada putusan Mahkamah Agung? Lanjuuut?,” tanya Wakil Ketua Baleg DPR RI itu saat memimpin Rapat Kerja (Panja) RUU Pilkada di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Rumusan DIM Nomor 72 yang disetujui Panja RUU Pilkada itu berbunyi:

(d).Berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

“Memang dalam pembahasan DIM nomor 72 ini diwarnai perdebatan fraksi atas putusan mana yang menjadi rujukan aturan. Apakah putusan MA ataukah putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mematok batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon,” tutur Achmad Baidowi.

“Kemudian Baleg DPR RI Fraksi Gerindra, bapak Habiburokhman menyatakan setuju agar DIM merujuk pada putusan MA,” kata dia mengaskan.

“Putusan ini adalah amar putusan, dan tidak ada kewenangan institusi MK menegasikan putusan MA. Jadi keputusan MA ini tetap mengikat,” Wakil Ketua Baleg DPR RI ini menegaskan.

Sementara itu anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin menyampaikan keberatan. Alasannya DIM harus merujuk pada putusan MK, karena yang akan maju adalah calon gubernur, maka pembatasan usia harusnya dipatok saat penetapan.

“Jadi teorinya, karena calon, waktu pendaftaran, penetapan, daftar dan kemudian ditetapkan. Menurut hemat kami, logikanya masuk,” kata dia.

Hasanuddin membandingkan dengan DIM lainnya. “Dalam DIM Nomor 68, calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota, sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) jadi calon, calon ya, kita belum bicara bupati dan gubernur terpilih,” ujarnya.

Ia juga membandingkan dengan aturan usia pendaftaran akademi militer (Akmil). “Waktu ditetapkan sebagai calon taruna akmil itu adalah batasnya, tidak kemudian sesudah letnan 2,” ia menegaskan.

ARIEF RAHMAN MEDIA   

Related posts

Tubuh Mudah Lelah, Kurang Gairah Seks, Apa Penyebabnya?

adminJ9

China: AS Tak Punya Bukti Virus Corona Berasal dari Lab Wuhan

adminJ9

Tim Merah Putih Lolos Secara Dramatis Ke Divisi Utama Olimpiade

adminJ9