PEKALONGAN, jurnal9.com – Rasio kewirausahaan Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan Singapura, Malaysia dan Jepang. Padahal kemajuan satu negara diukur dari jumlah wirausahanya.
“Kita bisa tingkatkan rasio kewirausahaan melalui pengembangan koperasi di pondok-pondok pesantren,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pada acara diskusi panel ‘Motivasi Kewirausahaan Santri’ di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (7/8).
Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur bisa dijadikan sebagai role model, dengan nilai omset mencapai triliunan rupiah. Koperasi Ponpes Sidogiri memiliki 126 unit usaha dengan jumlah 13 ribu santri.
Ada juga Koperasi Ponpes Al Ittifaq di Ciwidey, Jawa Barat dengan produk pertaniannya sudah bisa memasok ke supermarket modern. Bahkan, sudah menerapkan pemasaran secara online.
“Banyak potensi di pondok pesantren yang bisa kita optimalkan. Banyak juga pesantren yang lokasinya di tengah perkebunan buah-buahan dan sayur-sayuran,” kata MenkopUKM.
Bila potensi pondok pesantren dengan santri bisa dipadukan, Teten meyakini bisa menjadi kekuatan ekonomi besar. “Pekalongan terkenal dengan batik dan ikan, bisa memanfaatkan potensi pondok pesantren dan santri yang ada,” tegas Teten.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Habib Luthfi bin Yahya menekankan pentingnya mengembangkan produk UMKM untuk memenuhi pasar dalam negeri. Artinya, uang akan berputar di dalam negeri, tanpa harus keluar.
“Kita harus mencintai dan memakai produk dalam negeri, dan jangan bergantung pada produk dari luar negeri. Kita kaya produk pertanian, tapi di pasar lebih banyak produk impor,” ucap Habib Luthfi.
Bagi Habib Luthfi, penerapan Protokol Kesehatan atas pandemi Covid-19 bukan menjadi halangan untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
“Justru, pandemi Covid-19 harus dijadikan cambuk kita untuk menjadi bangsa yang maju,” tegas Habib Luthfi.
Holding Koperasi
Sementara itu Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng) H Taj Yasin Maimoen mengungkapkan, potensi pondok pesantren dan santri bila digerakkan secara masif bisa menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi satu wilayah. Jumlah pondok pesantren di Jateng ada sekitar 3.900 dengan santri lebih dari 500.000 orang.
“Memang ereka harus dibekali dengan kemampuan sesuai zaman 4.0 atau dikenalkan model pemasaran online. Namun, tetap berbasis ekonomi kerakyatan,” ucap Taj Yasin.
Menurut dia, setiap santri yang datang untuk mondok dipastikan membawa dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar pondok pesantren. “Mereka kan pasti belanja makan di warung-warung dan sebagainya,” kata Taj Yasin.
Setiap pondok pesantren memiliki koperasi, Taj Yasin mengusulkan membentuk semacam holding bagi seluruh koperasi pondok pesantren yang ada di Jateng.
“Produk-produk mereka yang sulit masuk pasar, bisa saling menawarkan kepada sesama pondok pesantren,” jelas Taj Yasin.
Sistem itu bakal menjadi kekuatan ekosistem atau jaringan ekonomi yang kuat. “Kita harus bisa mewujudkan itu,” kata dia.
MULIA GINTING