Ilustrasi kota Fuzhou di China yang tidak masuk 15 kota dari 32 provinsi yang terinfeksi varian Delta
BEIJING, jurnal9.com – Virus corona varian Delta yang menyebar di China membebani pemulihan ekonomi negeri tirai bambu itu. China melaporkan 86 infeksi virus corona baru pada Rabu (4/8/2021), termasuk 15 kasus tanpa gejala.
Wabah ini awalnya diketahui menginfeksi para pekerja kebersihan di Bandara Nanjing, China sebelah timur, pada pertengahan Juli lalu. Kini infeksi varian delta ini telah menyebar ke15 provinsi dari 32 provinsi di China. Termasuk kota Wuhan dan ibu kota Beijing. Dua kota ini sedang dijaga ketat dengan penutupan semua jalur transportasi.
“Ibu Kota Beijing kini harus dijaga ketat, dan dilakukan tindakan dengan cepat, serta tindakan tegas,” kata Sekretaris Partai Komunis Beijing, Cai Qi seperti dilansir South China Morning Post.
Wakil Perdana Menteri China, Sun Chunlan mengatakan menekan wabah dari kasus impor kini menjadi prioritas dalam pengendalian epidemi saat ini. Pengawasan ini tidak boleh longgar meski sesaat.
“Semua departemen harus melaksanakan tugasnya. Dan semua orang memenuhi tanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan terkait. Pengawasan epidemi harus ditangani dengan tindakan yang cepat dan ketat,” katanya.
Pihak berwenang telah menutup semua lokasi wisata, membatalkan acara budaya dan menghentikan penerbangan. Karena wabah dari varian Delta yang menular dan menyebar ke hampir 15 provinsi dari 32 provinsi di China dalam waktu dua minggu ini. Sedikitnya ada 46 kota provinsi yang disarankan semua penduduknya agar tidak bepergian.
“Langkah yang diambil pemerintah Beijing telah mengeluarkan larangan perjalanan dan penguncian paling ketat di China,” ujarnya.
Wabah yang menjangkiti di kota provinsi itu membebani pemulihan ekonomi. Ini tampak dalam penjualan ritel dalam pertumbuhan ekonomi di paruh kedua tahun ini. Analis memperkirakan kemungkinan perlambatan ekspor dan perlambatan investasi properti dan infrastruktur.
Pemerintah Beijing sendiri berusaha untuk memacu konsumsi dalam perekonomian ini agar tidak terlalu bergantung pada investasi dan properti.
“Pertumbuhan upah penduduk sudah terlambat. Jika mereka tidak dapat membelanjakan uangnya karena wabah, pasti akan menjadi hambatan konsumsi di paruh kedua tahun ini,” kata Bruce Pang, kepala penelitian makro dan strategi di China Renaissance Securities Hong Kong.
Bloomberg Economics memperkirakan penjualan ritel dapat berkontraksi sekitar 0,2 persen pada Juli dan Agustus ini. Hal seperti itu terlihat dampaknya selama wabah pada awal tahun di Provinsi Hebei dan Jilin.
Tahun ini pertumbuhan penjualan ritel kemungkinan akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 12 persen.
Pihak berwenang sudah mewaspadai terhadap pertumbuhan yang lebih lambat itu dalam beberapa bulan mendatang. Namun ia menjanjikan dukungan fiskal dan moneter untuk melindungi pemulihan. Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan PDB lebih dari 6 persen tahun ini.
Ekonom senior Wang Zhe mengatakan ekonomi China masih menghadapi tekanan besar, terutama melihat angka manufaktur. Survei indeks manajer pembelian (PMI) pada Juli menunjukkan manufaktur berada di bawah tekanan. Meskipun PMI jasa Caixin mengalami rebound tajam dari level terendah 14 bulan pada Juni.
“Indeks itu menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi tidak berpijak secara pasti. Ekonomi masih menghadapi tekanan yang sangat besar,” kata Wang.
Hal itu mendorong analis untuk mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi karena peningkatan risiko.
Apalagi badai hujan yang mengakibatkan banjir baru-baru ini juga mendorong penyesuaian pada perkiraan pertumbuhan PDB untuk kuartal ketiga nanti.
Nomura Holdings Inc. menurunkan proyeksi pertumbuhan kuartal ketiga menjadi 5,1 persen dari 6,4 persen sebelumnya dan melihat ekspansi 4,4 persen dalam tiga bulan terakhir tahun ini, turun dari 5,3 persen. Untuk setahun penuh, Nomura memangkas perkiraan pertumbuhan PDB menjadi 8,2 persen dari 8,9 persen.
ARIEF RAHMAN MEDIA