Presiden China Xi Jinping saat mengunjungi salah satu masjid di China untuk berdialog dengan warga muslim
XINJIANG, jurnal9.com – Presiden Asosiasi Islam Xinjiang dan Rektor Institut Agama Islam Xinjiang, Abdur Raqib Tursuniyaz, dalam pertemuan dengan delegasi asing yang datang ke kota Arumqi, menyampaikan pidatonya mengenai kondisi warga etnis minoritas muslim Uighur yang mendapat kebebasan beribadah dan dijamin oleh pemerintah Beijing.
Ini sekaligus menjawab isu perlakuan Pemerintah Beijing yang selama ini diberitakan di berbagai media asing, dianggap sering melanggar hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan warga etnis minoritas muslim Uighur, yang tinggal di Provinsi Xinjiang paling barat daratan Tiongkok itu.
Pada lebaran tahun ini, China mulai membolehkan semua masjid dibuka untuk kegiatan Shalat Idul Fitri. Dengan dibuka tempat ibadah warga muslim ini, Pemerintah China ingin menunjukkan kepada dunia mengenai isu diskriminasi yang dituduhkan kepada pemerintahan Beijing itu tidak benar.
Sebelumnya, selama masa pandemi tahun 2020 lalu, Pemerintah Beijing menutup semua masjid untuk kegiatan ibadah bagi warga muslim. Karena alasan untuk menghindari kerumunan dan mencegah penularan virus corona yang meluas.
“Berita ini yang dibesar-besarkan media asing karena dianggap menekan kebebasan warga etnis minoritas muslim Uighur dalam menjalankan ibadah,” kata Tursuniyaz, ulama besar dari Xinjiang itu.
Padahal, tegas dia, Pemerintah Beijing memang memberlakukan aturan protokol kesehatan ke semua negeri China dengan sangat ketat. Menutup semua masjid di daratan Tiongkok.
Semua itu merupakan kebijakan Presiden China, Xi Jinping guna mengatasi pandemi yang menghantam negeri Tirai Bambu. “Tapi sekarang sudah bisa melihat hasilnya. China sudah pulih dari pandemi. Ekonomi pun terus bangkit. Dan masjid-masjid di seluruh China tahun ini sudah membuka pintu lebar-lebar untuk warga muslim bisa merayakan Idul Fitri,” ujar Tursuniyaz yang membela Pemerintahan Beijing yang selama ini mendapat sorotan dunia karena dituduh diskriminasi terhadap warga muslim Uighur.
Semua itu menjadi fenomena yang selama dua tahun ini warga dunia tidak pernah melihat kegiatan ibadah bagi warga muslim di China. Khususnya warga minoritas muslim etnis Uighur yang menjadi sorotan dunia.
Warga muslim minoritas etnis Uighur seusai melasanakan Shalat Idul Fitri di masjid kota Arumqi, Provinsi Xinjiang
Deputi Direktur Informasi Publik Partai Komunis China (CPC) Daerah Otonomi Xinjiang, Xu Guixiang yang selama ini menjadi juru bicara terkait isu-isu Xinjiang, juga datang pada acara yang dihadiri para delegasi dan media asing itu.
Pada siang itu Xu hadir dalam acara pertemuan dengan delegasi asing yang datang ke kota Arumqi, Provinsi Xinjiang. Xu memberikan waktu seluas-luasnya kepada Abdur Raqib Tursuniyaz yang memakai setelan jas-jubah warna putih gading, untuk memberikan klarifikasi mengenai berita miring warga muslim suku Uighur.
Ulama jebolan Al-Azhar Mesir yang mengenakan kopiah khas Uighur, tampak tanpa ragu-ragu untuk menemui para delegasi dan media asing yang berkunjung ke Xinjiang saat lebaran itu.
Abdur Raqib Tursuniyaz, selain dikenal sebagai ulama besar di Xinjiang, juga menjabat Presiden Asosiasi Islam Xinjiang (XIA) dan sekaligus Presiden Institut Agama Islam (XII).
Dia juga mewakili warga muslim Xinjiang dan etnis minoritas Muslim Uighur di Kongres Rakyat Nasional China (NPC).
Karena posisinya yang sangat strategis itu, lulusan Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir, yang fasih bercakap Bahasa Arab ini juga dipercaya menjadi imam besar dan panutan bagi warga muslim di Xinjiang.
“Penduduk Xinjiang sangat menikmati kebebasan menjalankan ibadah. Kebijakan itu diberikan oleh Pemerintah Beijing. Tingkat kesejahteraan ekonomi warga muslim Xinjiang semakin lama semakin baik,” kata Tursuniyaz dalam pidatonya yang menggunakan bahasa Mandarin itu.
Dia menegaskan Presiden China Xi Jinping sangat menghormati umat beragama di daerah otonomi Xinjiang; dengan memberikan berbagai fasilitas beribadah kepada warganya.
“Masjid sangat penting bagi warga muslim di China. Fasilitas di dalamnya, termasuk standar keamanan dan peralatan kesehatan diberikan Pemerintah Beijing di setiap masjid. Pemerintah juga memberikan areal permakaman khusus umat Islam,” katanya.
Ia juga menuturkan bahwa ibadah puasa Ramadhan merupakan ritual keagamaan yang sifatnya sangat personal.
“Pemerintah tidak pernah memaksa atau melarang seseorang untuk berpuasa selama bulan Ramadhan. Itu urusan pribadi,” ia menceritakan kehidupan warga muslim di Xinjiang.
Selain fasilitas ibadah di masjid, Tursuniyaz menyebutkan perhatian dari Pemerintah Beijing kepada komunitas muslim dan etnis minoritas Muslim Uighur sangat besar.
Bahkan dalam pidatonya ia menjelaskan “Ada 400 orang dari komunitas kami yang menduduki kursi legislatif di semua tingkatan, baik daerah maupun pusat,” kata Tursuniyaz, ulama yang berlatar belakang etnis Uighur itu.
Dia mengaku situasi Idul Fitri di China tahun ini lebih semarak. Mengingat warga muslim di negeri Tirai Bambu itu boleh mengadakan shalat Idul Fitri di semua masjid China.
Kondisi itu sebenarnya sudah dirasakan semua warga muslim di Xinjiang pada saat bulan puasa Ramadhan lalu. Berbagai kegiatan keagamaan selama bulan Ramadhan di semua masjid China, khususnya saat ritual ifthar.
Hampir setiap menjelang azan Magrib, halaman hampir semua masjid di Xinjiang dipadati orang-orang yang berbuka puasa bersama. Mereka juga khusyu mendengarkan tausiyah dari para imam.
Begitu memasuki akhir Ramadhan, masjid-masjid di China mengumumkan pelaksanaan shalat Idul Fitri. Namun tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Xinhua I Antara
ARIEF RAHMAN MEDIA