Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil
BANDUNG, jurnal9.com – Perseteruan antara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) dan Menko Polhukam Mahfud MD yang saling menuding siapa yang menjadi biang keladi kekisruhan akibat kerumunan massa saat penjemputan Habib Rizieq Shihab (HRS) tersebut.
Penjemputan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) yang dihadiri puluhan ribu massa saat mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta itu telah berujung pada kasus kerumunan massa. Sehingga RK sebagai Gubernur Jawa Barat harus diperiksa.
Kasus perseteruan RK-Mahfud MD ini mengundang perhatian di lini masa Twitter. Karena keduanya lewat akun Twitter masing-masing saling balas komentar yang menciptakan drama perpolitikan di tengah pandemi covid-19 saat ini.
Dalam keterangan resmi, Ridwan Kamil menuding Mahfud MD merupakan dalang atas segala kekisruhan yang terjadi sejak kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Indonesia.
Sebelumnya, Mahfud sempat menyampaikan keterangan terkait penjemputan Habib Rizieq Shihab di Bandara Soekarno-Hatta. Dalam pernyataan Mahfud telah mengizinkan penjemputan Imam Besar Front Pembela Islam itu.
Setelah Ridwan Kamil (RK) diperiksa Polda Jawa Barat atas kerumunan massa tersebut, RK lewat akun Twitter-nya menuding Mahfud sebagai biang keladi kekisruhan itu. Lalu Mahfud membalasnya sebagai klarifikasi tudingan RK lewat akun Twitter-nya @mohmahfudMD.
Gubernur Ridwan Kamil dalam keterangan resminya telah menyeret nama Menko Polhukam Mahfud MD dalam kasus kerumunan HRS itu. Berikut pernyataan lengkapnya:
“Saya ingin mengungkapkan secara pribadi terhadap rentetan acara ini. Yang pertama, menurut saya semua kekisruhan yang berlarut-larut ini dimulai sejak adanya statement dari Pak Mahfud, yang mengatakan penjemputan HRS diizinkan. Di situlah menjadi tafsir dari ribuan orang yang datang ke bandara, selama tertib dan damai boleh. Maka terjadi kerumunan luar biasa.
Nah, sehingga ada tafsir ini seolah-olah ada diskresi dari Pak Mahfud kepada PSBB di Jakarta, PSBB di Jawa Barat, dan lain sebagainya. Dalam Islam, adil itu menempatkan segala sesuatu sesuai tempatnya. Jadi, beliau juga harus bertanggung jawab. Tidak hanya kami kepala-kepala daerah yang dimintai klarifikasi. Semua punya peran yang perlu diklarifikasi.
Berikutnya, kalau Gubernur Jawa Barat diperiksa, [Gubernur] DKI diperiksa, kenapa peristiwa di bandara tidak diperiksa? Berarti kan harusnya Bupati tempat bandara yang banyak itu, Gubernurnya juga harusnya mengalami perlakukan hukum yang sama sebagai warga negara yang baik, seperti saya alami. Itu kan enggak terjadi. Kita kan negara hukum yang mengedepankan ketaatan dan kesetaraan di mata hukum sama.
Nah, itu lah sedikit pertanyaan dari saya, terkait kronologis. Akibatnya apa? ya, akibatnya kita mengalami sendiri ada jabatan yang hilang, ada peristiwa-peristiwa yang berlanjut. Bagi saya jabatan bukan hal segalanya, kapan saja Allah kasih bisa Allah cabut. Gak ada masalah.
Berikutnya saya sampaikan, kalau kita bicara proporsi hukum maka kita gunakan undang-undang. UU pemerintah Indonesia itu Jawa Barat daerah otomom, beda dengan Jakarta daerah khusus. Kalau Jakarta Walikotanya diangkat oleh Gubernur dan diberhentikan oleh Gubernur. Kalau Jawa Barat dan provinsi di luar Jakarta itu Bupati Walikotanya dipilih rakyat, tidak bisa disanksi diberhentikan oleh Gubernur. Itu harap dipahami kepada yang suka dibanding-bandingkan.
Berikutnya, dengan sistem otomomi daerah ini maka acara lokal itu tanggung jawab pemerintah lokal. Ada ribuan acara setiap tahun di Jawa Barat yang tidak perlu dilaporkan ke Gubernur karena memang bukan kewenangannya. Acara di Megamendung itu acara lokal, jadi tanggung jawab secara teknis Kabupaten Bogor dan Satgasnya. Menjadi tanggung jawab provinsi jika terjadi dua kondisi. Jika Satgas di kabupaten provinsi tidak sanggup, baru provinsi masuk. Contohnya Rapid Test habis provinsi turun membantu karena Satgas tidak sanggup urusin Rapid Test.
Kedua, jika acara itu terjadi di perbatasan, misalnya antara Bogor-Cianjur. Acara Megamendung tidak masuk kriteria dua tadi, dia acara lokal tanggung jawab Satgas dan pemerintah kabupaten Bogor. Namun, secara moril apapun peristiwa yang terjadi di Jawa Barat adalah tanggung jawab saya sebagai Gubernur. Saya menyatakan tanggung jawab moril saya, tetapi secara teknis perundang-undangan secara proporsional.
Terakhir, soal maraknya massa pendukung HRS ke polres-polres. Saya imbau kita mengedepankan dialog, aspirasi secara damai. Saya minta warga di Jawa Barat menahan diri, serahkan semuanya ke proses hukum. Seorang Gubernur Jawa Barat pun hadir. Penyampaian aspirasi dijaga baik-baik. Semoga Jawa Barat yang juara lahir batin kita jaga, walaupun ada tafsir-tafsir yang berbeda dalam proses hukum yang dihadapi.” **
ARIEF RAHMAN MEDIA