Ilustrasi pasangan suami istri yang melakukan pernikahan
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh, menyebutkan bahwa seluruh masyarakat Indonesia berhak dimasukkan dalam KK.
Sebab tak sedikit pasangan suami-istri di Indonesia yang telah melakukan nikah secara siri. Ini yang menjadi alasan untuk memperbolehkan pasangan suami-istri yang telah menikah siri berhak dimasukkan dalam KK.
JAKARTA, jurnal9.com – Selama ini pernikahan siri kerap dilakukan oleh pasangan calon suami-istri di dalam lingkungan terbatas. Saat dilakukan akad nikah biasanya yang hadir hanya keluarga dekat dari pasangan masing-masing. Dan akad nikahnya pun hanya diketahui saksi dan wali dari keluarga saja.
Akibat terbatasnya informasi berlangsungnya akad nikah siri itu, banyak orang di luar [keluarga] menganggap pernikahan siri telah dilakukan secara sembunyi. Sehingga dalam administrasi kependudukan banyak pasangan suami-istri yang telah menikah secara siri itu tidak tercatat dalam Kartu Keluarga (KK).
Dan image dari nikah siri ini dianggap tidak resmi. Padahal dalam hukum agama Islam diperbolehkan jika dalam pelaksanaan nikah siri ini telah memenuhi ketentuan yang diatut dalam rukun nikah.
Untuk menghindari image nikah siri dianggap tidak resmi itu, pihak Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh, menyebutkan bahwa seluruh masyarakat Indonesia berhak dimasukkan dalam KK.
Entah itu dari keluarga [pasangan suami-istri] yang menikah sesuai aturan negara maupun yang menikah secara sah menurut hukum agama Islam. Sebab tidak sedikit pasangan suami-istri di Indonesia yang telah melakukan nikah secara agama. Atau yang dikenal dengan nikah siri. Ini yang menjadi alasan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk memperbolehkan pasangan suami-istri yang telah menikah siri berhak dimasukkan dalam KK.
Asalkan pernikahan siri pasangan suami-istri ini telah memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur dalam hukum Islam. Dan pernikahan yang diatur dalam hukum positif di Indonesia.
Meskipun Dukcapil mewajibkan seluruh masyarakat Indonesia berhak dimasukkan dalam KK, namun masyarakat harus mentaati aturan dan beberapa syarat tersebut. Jadi bagi mereka yang telah melakukan nikah secara siri harus memiliki bukti surat keterangan nikah siri dari penghulu yang telah menikahkan tersebut.
Dalam tayangan video yang diunggah channel YouTube Ditjen Dukcapil pada 6 Oktober 2020, Prof Zudan #02 menjelaskan bahwa pasangan yang sudah menikah [siri] tapi tidak memiliki buku nikah, maka pihak Dukcapil akan menerbitkan catatan khusus untuk pasangan tersebut ke dalam KK.
Kemudian dalam catatan khusus itu, tegas Prof Zudan, nantinya dalam KK akan dijelaskan bahwa pasangan suami-istri tersebut belum tercatat dalam negara.
“Jadi bagi masyarakat yang belum memiliki surat nikah, khususnya bagi pasangan yang telah melakukan nikah siri, maka perlu membuat SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak) yang diketahui oleh dua orang saksi,” ungkap Zudan.
Dikutip dari buku Nikah Siri Apa Untungnya?, Happy Susanto (2017: 22) disebutkan nikah siri bisa didefinisikan sebagai bentu pernikahan yang dilakukan hanya berdasarkan aturan atau hukum Islam atau adat istiadat. Tetapi akad pernikahannya tidak diumumkan kepada khalayak umum, dan tidak dicatatkan secara resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil bagi yang non-Islam.
Sehingga pernikahan siri tersebut, menurut agama Islam, hukumnya sah. Namun ketentuan mengenai nikah siri sendiri di Indonesia sampai saat ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Tetapi dalam hukum positif di Indonesia, sebenarnya tak mengenal adanya istilah nikah siri. Istilah siri sendiri berasal dari bahasa arab sirra, israr yang berarti rahasia.
Ada beberapa alasan kenapa mereka melakukan nikah siri:
Pertama, pernikahan siri dilakukan tanpa wali. Pernikahan ini ada yang dilakukan secara sembunyi (siri) karena ada pihak dari wali perempuan tidak setuju; atau ada yang menganggap sah pernikahan tanpa wali.
Kedua, pernikahan yang sah secara agama Islam dengan memenuhi ketentuan syarat dan rukun nikah. Tapi tidak dicatatkan pada KUA [bagi yang beragama Islam], Kantor Catatan Sipil [bagi yang non-Islam].
Ketiga, mereka nikah siri karena pertimbangan tertentu, misalnya karena takut mendapatkan image negatif dari masyarakat yang banyak menganggap tabu..
Namun perlu diketahui bahwa pro kontra terhadap pernikahan siri ini ternyata memiliki konsekuensi pidana. Misalnya nikah siri ini dilakukan oleh pria yang sudah beristri, kemudian ingin menikah lagi dengan cara nikah siri. Tanpa seizin istri pertamanya.
Pakar hukum pidana, Chairul Huda mengatakan pada dasarnya nikah siri itu dapat dikenakan pidana. Salah satunya dikenakan Pasal 279 KUHP. Tapi sayangnya pasal 279 KUHP tersebut di pengadilan belum diterapkan secara konsisten.
“Sebenarnya bisa dikenakan Pasal 279, karena perkawinannya terhalang dengan perkawinan lain. Jadi suami yang ingin menikah siri, dia terhalang dengan perkawinannya, yang disebut pertama kali. Sedangkan untuk yang perempuan pernikahannya terhalang oleh perkawinan lain yang disebutkan di unsur kedua” jelas Chairul.
Pasal 279 KUHP ayat (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: 1. barang siapa mengadakan perkawinan, padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; 2. barang siapa mengadakan perkawinan, padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
Ayat (2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Ayat (3) Pencabutan hak berdasarkan pasal No. 1 – 5 dapat dinyatakan.
Sayangnya, kata Chairul, di Indonesia tidak menganut sistem yurisprudensi, maka setiap hakim dapat menafsirkan secara berbeda-beda pasal tersebut.
“Ada yang menyatakan tidak menjadi masalah ketika yang dilakukan kawin siri. Namun ada juga yang menyatakan bersalah, walaupun perkawinan yang dilakukan adalah kawin siri,” ungkapnya.
Di Indonesia, hukum mengenai perkawinan telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Maka UU Perkawinan dan turunannya diperlukan dalam menganalisis kasus perzinahan (overspel). Pada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan disebutkan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
Selanjutnya, Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam Surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan (diatur dalam KUHP).
ARIEF RAHMAN MEDIA