Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti
JAKARTA, jurnal9.com – Beredar kabar bahwa ribuan mahasiswa dan ormas Islam akan kembali melakukan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang lebih besar dengan titik kumpul massa menuju di sekitar Istana pada Selasa (13/10) besok.
Hari ini pun Senin (12/10) di sekitar Istana Kepresidenan berlangsung unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang dilakukan sejumlah serikat pekerja, serikat buruh, akibat demo ini sejumlah ruas jalan di ibukota macet total.
Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan adanya kemacetan di ruas jalan yang mengarah jalan Sudirman dan Thamrin ke arah Istana Merdeka, terjadi pengalihan arus lalu lintas.
Sesuai kabar yang beredar, rencana aksi unjukrasa yang akan dilakukan Osmas Islam besok juga terfokus untuk kepung Istana, dan belum diketahui apakah Presiden Jokowi akan melakukan kunjungan kerja ke daerah atau berada di Jakarta dan Istana Bogor?
Karena pada saat unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang berlangsung di Jakarta pekan lalu, Presiden Jokowi melaksanakan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah untuk mengecek lahan proyek lumbung pangan nasional alias food estate. Dan aksi unjukrasa yang berlangsung di berbagai daerah itu berakhir ricuh.
Meski demo besar itu akan dilakukan Ormas Islam, namun Muhammadiyah tidak akan turut serta dalam rencana unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja tersebut. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamamdiyah Abdul Mu’ti menegaskan pihaknya tidak akan turut serta dalam demo besar besok.
“Muhammadiyah tidak akan ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan oleh sejumlah organisasi Islam pada Selasa (13/10),” kata dia kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/10).
Abdul Mu’ti mengatakan Muhammadiyah saat ini lebih fokus pada penanganan Covid-19 dan dampaknya terhadap pendidikan, ekonomi, serta kesehatan masyarakat.
Dalam situasi sekarang, kata dia, sebaiknya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan demo yang melibatkan massa dalam jumlah besar.
“Aksi demonstrasi lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Dalam Islam diajarkan agar meninggalkan perbuatan yang lebih banyak mengandung mudarat dibandingkan manfaat. Dalam hukum Islam hal yang sangat mendesak (aham) harus lebih diprioritaskan di atas hal yang penting (muhim),” kata dia.
Kendati begitu, Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah menghormati masyarakat yang melakukan demonstrasi. Menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan adalah hak warga negara yang dijamin oleh undang-undang.
Karena itu, kata dia, bagi masyarakat yang berdemonstrasi hendaknya mematuhi undang-undang, tertib dan menghindari kekerasan (vandalisme). Begitu pun aparatur keamanan hendaknya memaksimalkan pendekatan persuasif dan humanis agar tidak terjadi benturan antara masyarakat dengan aparat.
Muhammadiyah, lanjut dia, akan tetap bersikap kritis kepada kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan hukum dan perundangan-undangan, terutama yang bertentangan dengan Islam dan merugikan umat Islam.
RAFIKI ANUGERAHA M