Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK Jakarta.
JAKARTA, jurnal9.com – Penyitaan ponsel dan dokumen milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh penyidik AKBP Rossa Purbo Bekti saat menjalani pemeriksaan di KPK terkait kasus Harun Masiku menjadi polemik. Ada yang menilai penyidik KPK itu berbuat sewenang-wenang dan melanggar etika.
Hal itu disampaikan eks Wakapolri Komjen (purn) Oegroseno kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/7/2024).
“Penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti bisa dijerat pidana dan diproses etik terkait perbuatannya yang sewenang-wenang melakukan penyitaan ponsel dan dokumen milik seseorang yang masih berstatus saksi,” tegasnya.
Oegroseno menyebut Hasto sebenarnya masih menjadi saksi. Statusnya belum menjadi tersangka.
“Seorang yang menjadi saksi itu tidak boleh digeledah. Kalau seorang saksi seperti Hasto kemarin digeledah, lalu ponsel dan dokumennya diambil terus disita, ini penyidiknya melakukan pelanggaran. Apa sih yang dicari dari saksi? Kan keterangannya. Bukan dengan cara digeledah, lalu barangnya diambil dan disita. Ini sama dengan kejahatan yang dilakukan aparat penegak hukum,” ungkap eks Wakapolri itu menjelaskan.
Ia menganggap penyidik KPK itu telah melanggar Pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). “Saya katakan apa yang dilakukan Rossa terhadap Hasto sama dengan [kasus] pencurian dengan kekerasan,” kata dia menegaskan.
Aparat penegak hukum itu, menurut Oegroseno, tidak boleh sewenang-wenang melakukan penyitaan terhadap seseorang yang masih menjadi saksi. “Penyitaan barang hanya boleh dilakukan sesuai aturan yang ketat. Dan barang yang disita ada keterlibatan langsung dengan kejahatan seorang yang sudah jadi tersangka.”
“Kalau penyidik KPK mengambil langkah dengan menyita barang seperti itu, apakah hal ini diatur undang-undang, UU KPK? Kalau dalam hukum acara pidana, saya kira nggak ada,” ia menambahkan.
Dan KPK, tegas eks Wakapolri ini, tidak bisa menggunakan ponsel dan dokumen milik Hasto sebagai alat bukti kasus Harun Masiku. Sebab proses penyitaannya dilakukan dengan cara melawan hukum.
“Apanya yang mau dijadikan bukti? Kan penyidik KPK untuk mendapatkan barang milik Hasto itu dengan cara menjebak. Apalagi Hasto masih menjadi saksi. Bukan tersangka. Jadi nggak boleh penyidik KPK melakukan cara seperti itu. Kita harus bersikap praduga tak bersalah, masak saksi diperlakukan seperti itu,” tutur Oegroseno.
Berbeda pandangan dengan eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap. Ia mengatakan penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti menyita ponsel dan dokumen milik Hasto itu karena ada informasi terkait buron Harun Masiku di dalamnya.
Sebab, kata Yudi, penyidik KPK tidak akan melakukan penyitaan ponsel dan dokumen milik Hasto, kalau tidak ada hal penting dari barang bukti yang disita tersebut.
“Kalau penyidik KPK sampai menyita handphone dan dokumen dari seorang saksi yang diperiksa, berarti ada informasi penting terkait tersangka yang buron Harun Masiku. Kalau tidak ada informasi terkait itu, tak mungkin penyidik KPK itu menyitanya,” tegasnya.
Apalagi pihak KPK, kata Yudi, sudah menegaskan kalau penyitaan ponsel dan dokumen milik Hasto ini merupakan salah satu upaya untuk mengendus keberadaan buron Harun Masiku. Karena sudah empat tahun, Harun Masiku yang kader PDIP ini menghilang. Kemungkinan Hasto sebagai Sekjen PDIP tahu keberadaan kadernya yang buron itu. Dan sengaja disembunyikan.
Dan pihak KPK pun, lanjut Yudi, sudah membuat berita acara penyitaan barang Hasto tersebut terkait langkah yang dilakukannya. “KPK kan sudah menyampaikan kalau penyitaan itu terkait upayanya untuk mengejar dan menangkap Harun Masiku,” tegasnya.
“Nggak sembarangan pihak penyidik KPK menyita barang milik seseorang, kalau tidak ada informasi penting terkait Harun Masiku. KPK nggak ugal-ugalan, nggak asal-asalan,” kata Yudi menambahkan.
Kemudian pihak Hasto mempersoalkan penyitaan barang ponsel dan dokumen miliknya, dan melaporkan penyidik KPK itu ke Dewan Pengawas (Dewas), menurut Yudi, berita acara penyitaannya sudah diberikan. “Bahkan bukti formilnya juga diberikan. Saya heran penyitaan itu kok dipersoalkan pihak Hasto,” ia menegaskan.
“Padahal Hasto sendiri sudah menyatakan akan kooperatif. Dan siap diperiksa KPK. Tapi sekarang kok tiba-tiba berubah melaporkan penyidik KPK itu ke Dewas KPK, ke Bareskrim Polri, ke Komnas HAM. Ada apa Hasto dengan barang yang disita penyidik KPK? Kok ketakutan,” ucap Yudi.
Sementara itu Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan bahwa penyitaan ponsel dan sejumlah dokumen milik Hasto, Sekjen PDIP itu sudah sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Penyidik KPK melaksanakan tugas penyidikan dan melakukan penyitaan itu sudah sesuai perintah Undang-Undang sebagaimana diatur dalam UU Tipikor, UU KPK, UU ITE, UU Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya,” kata Johanis menegaskan kepada wartawan, Jumat (14/6/2024).
Menurut dia, kalau penyidik KPK melakukan penyitaan, itu bagian dari tugas KPK yang telah dilaksanakan, sesuai dengan undang-undang.
Aturan mengenai sah atau tidaknya alat bukti elektronik itu, lanjut Johanis, menurut hukum telah diatur dalam UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PUYXIV/2016.
“Dengan demikian, penyadapan yang diatur dalam UU Tipikor dan UU KPK termasuk alat bukti elektronik yang sah. Dan alat bukti yang diperoleh dari ponsel, seperti tindakan penyidik KPK melakukan penyitaan dari barang milik saksi. Hal itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan dalam upaya mengumpulkan bukti,” ungkap Johanis.
Diberitakan sebelumnya, pada Senin (10/6/2024), penyidik KPK menggeledah tas yang dibawa Kusnadi, seorang staf Hasto, saat mendampingi Hasto dalam pemeriksaan di KPK.
Hasto sendiri tidak mengetahui kalau stafnya, Kusnadi juga ikut diperiksa dan digeledah penyidik KPK. Karena pada waktu itu Hasto diperiksa di ruangan lain, lantai dua.
Sedangkan Kusnadi pada saat bersamaan juga diperiksa dan digeledah penyidik KPK. Dari tas yang dibawanya itu telah disita ponsel dan dokumen milik Hasto.
GEMAYUDHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA