Para pekerja asal Yaman
Oleh Bahar Maksum
Awalnya habaib itu tenaga kerja Yaman (TKY) yang didatangkan penjajah Belanda ke Jawa (Indonesia belum ada) tahun 1800-an. Mereka untuk bekerja pada Belanda. Karena orang Jawa yang Islam tidak mau bekerja pada penjajah kafir itu.
TKY itu pun senang bekerja pada penjajah Belanda karena gajinya besar. Mereka bercerita pada teman dan keluarganya di negaranya, Yaman. Maka berbondong-bondonglah TKY itu datang ke Jawa. Maklum negara itu negara miskin sampai saat ini.
Belanda pun sangat senang. Mereka lantas menjadikan para TKY itu sebagai bandul politik menghadapi bangsa nusantara yang tidak mau koperatif dengan Belanda. Caranya, mereka disuruh mengaku sebagai dzuriyah Rasulallah dengan gelar habaib. Itu atas saran Snoug Hogrogne yang nyamar ngaku Islam hingga bisa belajar di Mekah dengan nama Abdul Gofar.
Dari penelitian si Gofar ini selama di Mekah, dia melihat orang nusantara jika ketemu orang ngaku dzuriyah Rasulallah, maka akan nyembah-nyembah orang tersebut. Cukup dengan memakai jubah ala orang Arab.
Usaha itu berhasil.
Para TKY itu pun memenuhi saran si Gofar itu. Hasilnya luar biasa. Dengan berpakaian ala Arab dan ngaku dzuriyah Rasulallah, orang Jawa atau nusantara nyembah-nyembah mereka. Berarti usaha Belanda berhasil. TKY itu pun merasa naik drajat, dari pekerja kasar alais jongos londo jadi habaib dzuriyah Rasulallah.
Mereka pun petantang petenteng ke mana-mana ngaku habib dzuriyah Rasulallah. Selanjutnya mereka bikin persatuan atau rabithah dengan nama Rabithah Alawiyyin atau rabithah ba Alwi untuk menunjukkan mereka dzuriyah Rasulallah dari Sayyidina Ali Karramallahu wajh atau dari putranya Sayyidina Hasan bin Fatimah az Zahra binti Rasulallah.
Mereka pun menetapkan cantolan nasabnya pada Ubaidillah atau Abdullah bin Isa Al Muhajir. Namun sayang, dari kajian kitab-kitab nasab yang dilakukan KH Imaduddin Usman Al Bantani, tidak ditemukan nama Abdullah atau Ubaidillah sebagai anak Isa Al Muhajir. Pendapat itu diperkuat oleh ahli filologi dari UNAIR Surabaya, Prof Menahem Ali bahwa dari hasil penelitiannya atas manuskrip-manuskrip pada abad 4-5-6-7-8-9 H tidak ditemukan nama Abdullah atau Ubaidillah sebagai putra Isa Al Muhajir atau di luar Islam sebagai Al Abah.
“Nama Abdullah atau Ubaidillah itu fiktif,” tegas Menahem Ali. Dari sinilah pengakuan imigran Yaman itu sebagai dzuriyah Rasulallah ditolak dan menjadikan terjadinya keributan yang sampai saat ini terus berlanjut. Bahkan Menahem Ali yang mantan Kristen itu dengan tegas mengatakan imigran Yaman itu jangankan dzuriyah Rasulallah, orang Arab aja bukan. “Tokoh mereka fiktif. Ubaidillah itu tidak ada. Orang terkenal kok tidak ada catatannya,” tegas Menahem.
Mestinya mereka jujur, tidak perlu ngaku-ngaku dzuriyah Rasulallah kalau bukan. Sebagian dari mereka udah tes DNA, kenyataannya mereka terindikasi keturunan Yahudi. Akhiri aja kebohongan itu. Tidak ada gunanya ngaku-ngaku dzuriyah Rasulallah kalau bukan. Kembali ke jalan yang benar aja. Gitu aja kok repot.
(Penulis pemerhati sosial, mantan wartawan Jawa Pos)