Kesembilan tuntutan itu: hilangnya upah minimum, berkurangnya nilai pesangon, waktu kerja eksploitatif, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, PHK dipermudah, hak cuti dan upah atas cuti dihapus.
JAKARTA, jurnal9.com – Sejumah organisasi buruh, salah satunya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di berbagai daerah dan gedung DPR RI Jakarta melakukan aksi demo menuntut terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang sampai sekarang tuntutannya belum direspon.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, buruh membawa sejumlah 9 tuntutan terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja ke DPR. “Kesembilan tuntutan itu adalah hilangnya upah minimum, berkurangnya nilai pesangon, waktu kerja eksploitatif, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, PHK dipermudah, hak cuti dan upah atas cuti yang dihapus,” kata Said di Jakarta, Selasa (25/8)
“TKA buruh kasar dipermudah masuk, sanksi pidana dihapus, serta potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak dan outsourcing seumur hidup,” lanjut dia.
Dia menuturkan, aksi di DPR ini, bukan hanya menyampaikan tuntutan. Tapi juga memberikan dukungan ke DPR agar terus memperhatikan nasib kaum pekerja.
“Aksi 25 Agustus ini, selain menyampaikan tuntutan, juga memberikan dukungan kepada DPR RI yang telah bekerja sungguh sungguh memenuhi harapan buruh agar bisa didengar,” tegas Said.
Menurut dia, jika memang ada ruang agar RUU Ciptaker diperbaiki, maka setidaknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dalam undang-undang tersebut. Atau setidaknya, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak diubah atau direvisi sedikit pun.
“Tentu KSPI setuju investasi harus lebih banyak masuk ke Indonesia, hambatan yang ada harus ditiadakan dan dipermudah. Tetapi secara bersamaan, perlindungan bagi buruh yang paling minimal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak boleh dikurangi atau diubah. Untuk itu, sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan saja dari RUU Cipta Kerja,” jelas Said.
Terima Masukan
Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan akan menerima masukan tuntutan dari para buruh, parlemen bersikap terbuka menyerap semua aspirasi terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Hal itu disampaikan Puan sesuai janji transparansi dalam pembahasan RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah tersebut.
“DPR rumah rakyat membuka pintu bagi kelompok buruh untuk menyampaikan aspirasinya secara legal dan formal dengan mendata berbagai persoalan terkait RUU Cipta Kerja,” kata Puan.
Puan mengatakan bahwa DPR sudah melakukan pertemuan dengan 16 perwakilan serikat buruh atau serikat pekerja pada 20-21 Agustus 2020 di Jakarta. Pertemuan itu menghasilkan empat poin kesepakatan terkait klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Kesepakatan tersebut di antaranya tentang hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri dan pembahasan RUU Cipta Kerja terbuka pada masukan publik.
Puan menegaskan, DPR RI akan melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut secara cermat, hati-hati, transparan, terbuka, dan mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional.
“Kami mendukung terciptanya lapangan kerja, perbaikan ekonomi, serta tumbuh dan berkembangnya UMKM lewat RUU Cipta Kerja,” ungkap dia.
“DPR RI mengajak kelompok buruh yang memiliki aspirasi untuk berjuang tidak lewat aksi di jalanan dan bergerombol, karena berpotensi menimbulkan kemacetan, mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya, dan berpotensi jadi klaster penyebaran covid-19,” cetusnya.
Seperti disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal, buruh akan terus berdemo jika tuntutan buruh belum direspon, dan akan menolak RUU Cipta Kerja yang sekarang dibahas DPR RI.
RAFIKI ANUGERAHA M