Kevin Mayer, mantan petinggi Disney asal AS diangkat jadi CEO Tik Tok (Foto: New York Times)
NEW YORK, jurnal9.com – Perusahaan induk TikTok, ByteDance asal China telah menunjuk mantan petinggi Disney, Kevin Mayer sebagai CEO TikTok. Kenapa perusahaan China itu memilih CEO asal Amerika Serikat? Apakah ini sebagai taktik agar Amerika Serikat yang menolak aplikasi Tik Tok yang banyak digandrungi remaja di dunia itu akan melunak?
TikTok merupakan aplikasi video yang dibuat oleh ByteDance, perusahaan teknologi asal China. Karena buatan China, aplikasi ini kerap dicap negatif oleh Amerika Serikat (AS).
Seperti dikutip New York Times, AS menolak aplikasi Tik Tok asal China itu setelah mengetahui perusahaan keamanan siber Israel mencurigai ada temuan lubang yang bisa disusupi peretas untuk mengakses data pengguna. Penolakan AS itu bukan karena semata persaingan dagang, tapi mempertimbangkan sisi keamanan negara.
Sejak ada temuan pada Desember 2019 lalu, Pentagon memberi peringatan agar semua militer AS tidak boleh menggunakan aplikasi video asal negara Tirai Bambu itu. Karena khawatir data penggunanya dicuri oleh badan intelijen China, sehingga membocorkan keamanan negara.
Kini ByteDance mengangkat Kevin Mayer mantan petinggi Disney asal AS itu akan menduduki jabatan penting dalam perusahaan China tersebut. Dia akan menjalani peran barunya mulai 1 Juni mendatang. “Saya senang mendapat kesempatan bergabung dengan ByteDance dalam memimpin fase selanjutnya untuk memperluas cakupan ByteDance secara global,” ungkap Mayer.
Mayer menyatakan dirinya ingin berkontribusi dalam pengembangan aplikasi TikTok yang kini tengah digandrungi banyak orang. “Saya kan bertugas mengawasi perusahaan untuk pengembangan bisnisnya, mulai dari penjualan, pemasaran, urusan publik, keamanan, moderasi, dan urusan legal,” tegasnya lagi.
Menanggapi perekrutan mantan petinggi Disney itu, founder sekaligus CEO TikTok, Yiming Zhang mengatakan pengalaman Mayer dalam membangun bisnis global dirasa cocok untuk menempati dua peran barunya dalam mengembangkan ByteDance.
“Kevin berada di posisi yang sangat baik untuk membawa portofolio produk ByteDance ke tingkat selanjutnya. Saya berharap Kevin dapat bekerja secara baik dalam pengembangan ByteDance secara global,” kata Yiming Zhang.
Penunjukan Kevin Mayer sebagai CEO TikTok disinyalir menjadi upaya ByteDance untuk lepas dari ‘citra’ perusahaan China. Sebelumnya, TikTok dikabarkan Bloomberg sedang mencari kandidat CEO, dengan syarat kandidat tersebut wajib berkebangsaan AS.
Kevin Mayer sebelumnya menjabat sebagai Chairman Direct-to-Consumer & International di Walt Disney Company. Prestasi terbesar Mayer di Disney adalah memimpin pengembangan Disney Plus, yaitu layanan streaming perusahaan yang diluncurkan pada November 2019, yang kini memiliki sekitar 55 juta pelanggan.
Dalam kepemimpinannya, Mayer berhasil meloloskan empat akuisisi Disney, yaitu Pixar, Lucasfilm, Marvel Studios, dan 21st Century Fox. Kini, peran Mayer di Disney akan diambil alih oleh Rebecca Campbell, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Operasi Disney di wilayah Eropa, Timur Tengah dan Afrika.
Aplikasi media sosial berbasis video pendek itu kini dimanfaatkan pengguna untuk pamer konten kreatif, atau sekadar lucu-lucuan. Bahkan, seseorang bisa viral berkat video TikTok yang dibuatnya.
TikTok Dituduh Kirim Data Pengguna ke China. Namun, sejak pertama kali diluncurkan pada 2017, Bytedance sendiri ingin memisahkan stereotip merek China yang melekat di aplikasi TikTok dengan berbagai upaya. Seperti strategi ganti nama, dan akuisisi Musical.ly TikTok yang dikenal versi global, yaitu A.me yang dirilis September 2016 silam.
Nama A.me kemudian diganti menjadi Douyin beberapa bulan kemudian (Desember 2016) hingga sekarang. Fitur di aplikasi Douyin dan TikTok memang identik satu sama lain. Hanya saja, server Douyin dan TikTok berbeda, sehingga pengguna sejatinya tidak bisa melihat video yang diunggah di aplikasi Douyin dari TikTok.
Douyin dikhususkan untuk warga China lantaran kebijakan pemakaian aplikasi disesuaikan dengan aturan di sana, misalnya terkait kebijakan sensor dalam konten. Sementara TikTok diklaim tidak terikat peraturan yang berlaku di Negeri Tirai Bambu.
ARIEF RAHMAN MEDIA