Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto
DPR cecar pernyataan Menag yang seolah-olah menarasikan orang hafal Al-Qur’an itu radikal, orang pandai bahasa Arab itu radikal. Dan menyoroti rencana sertifikasi bagi penceramah, dai atau ustadz yang menimbulkan banyak penolakan
JAKARTA, jurnal9.com – Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyayangkan pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi yang sering menimbulkan kontroversi di publik, tidak substansial dan sering menimbulkan kegaduhan.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto saat memimpin rapat kerja dengan Menag Fachrul Razi, Selasa (8/9).
Yandri mengatakan pernyataan Fachrul yang bikin gaduh itu, yaitu dari pernyataan pelarangan cadar, dan celana cingkrang.
Bahkan, kata Yandri, yang terbaru adalah pernyataan Fachrul soal institusi pemerintah memiliki banyak peluang disusupi paham radikal yang diawali dengan mengirimkan anak-anak good looking untuk mendapatkan simpati, seperti seorang anak yang pandai bahasa Arab dan hafal Al-Qur’an atau hafiz.
“Sungguh hal ini merupakan pernyataan dan sikap yang tidak arif,” kata Yandri.
Wakil ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menanyakan kepada Menag Fachrul Razi, karena pernyataan yang ia sampaikan secara terbuka itu mengundang reaksi dari kalangan ulama dan pimpinan pondok pesantren.
“Ini saya sampaikan, mengingat banyak sekali ulama maupun pondok pesantren yang mencetak anak hafal Al-Qur’an, menghubungi Komisi VIII DPR,” ungkapnya.
Lalu Ketua Komisi VIII ini mengutip keluhan dan klaim dari kalangan pengasuh pondok pesantren yang disinggung Menag tersebut.
“Termasuk pondok pesantren kami, keluarga yang banyak hafal Al-Qur’an, Pak, rasanya tersinggung sekali dengan pernyataan bapak [Menag Fachrul Razi] yang seolah-olah menarasikan orang hafal Al-Qur’an itu radikal, orang pandai bahasa Arab itu radikal,” ungkap ustaz Erick Yusuf yang dikutip Yandri.
Yandri lantas menanyakan kepada Menteri Agama Fachrul Razi, “Di mana tempat yang radikal itu, kemudian siapa dan bagaimana yang dimaksud Bapak Menteri Agama dengan hal tersebut?,”
“Saya kira ini kegelisahan sekali bagi umat Islam, menarasikan orang yang hafal Al-Qur’an, good looking, dan pandai bahasa Arab itu sebagai sumber utama radikalisme,” kata Yandri.
Selain itu, Yandri menyoroti rencana sertifikasi bagi penceramah, dai atau ustadz yang menimbulkan banyak penolakan.
Menurut Yandri, menag perlu mengklarifikasi persoalan ini. “Jadi, kalau bisa hal-hal yang masih dalam kajian atau belum menjadi keputusan, apalagi belum ada kesepakatan di antara kita [kemenag dan DPR, red], sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu,” ungkap Yandri Susanto.
Hal ini dinilai sangat berbahaya karena ada pergeseran ciri orang-orang radikal. “Kalau dulu radikalisme diidentikkan dengan teroris. Begitu teroris sudah basi kemudian dipersonifikasikan dengan orang yang berjubah, membawa ransel, dan lainnya,” ujarnya.
Dengan pernyataan Menag itu, lanjutnya, ciri radikalisme sekarang digeser. Orang yang penampilannya manis-manis, rapih dipersonifikasikan dengan radikal.
Tokoh Muhammadiyah Anwar Abbas juga menanggapi pernyataan Fachrul Razi. Kondisi ini kalau dibiarkan terus akan membuat suasana tidak kondusif. Sebaiknya radikalisme didefinisikan saja, kemudian disepakati bersama antara pemerintah, ulama, lembaga pendidikan Islam, dan para ahli.
Damai Hari Lubis, Kuasa Hukum Habib Rizieq, mengatakan Fachrul Razi sebaiknya jadi Menteri Keuangan “Nanti ditanya apa yang termasuk radikalisme ya good looking. Wah ini jadi masalah, nanti semua harus jadi got (saluran, red) looking,” sambungnya.
Fadli Zon Kritik Menteri Agama, kali ini bukan soal good looking. Pernyataan Menag itu sangat menyakitkan umat Islam.
“Jangan selalu mengindentikkan radikal dan intoleran dari kaum muslim. Menurut saya agar tidak ada saling curiga, apa itu radikalisme dan itu kita jadikan pijakan,” tegasnya.
Sumber: Ant I ARIEF RAHMAN MEDIA