Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani
Memasuki masa PSBB total, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta seluruh perkantoran menerapkan work from home (WFH), kecuali 11 sektor esensial. Tetapi berbeda dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyarankan agar 50 persen karyawan tetap bekerja bergiliran.
JAKARTA, jurnal9.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani menilai ketidaksinkronan kebijakan pusat dan daerah dalam hal pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan membuat masyarakat bingung dan akhirnya tidak peduli.
Contoh PSBB DKI Jakarta tidak sinkron dengan aturan pemerintah daerah Jawa Barat. Padahal wilayah DKI berbatasan dengan Depok, Bogor, Bekasi (Jawa Barat) yang setiap hari wilayah ini jadi pintu keluar masuk orang berangkat bekerja. Pemda Jawa Barat cenderung memberlakukan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM).
Melihat kondisi ini, menurutnya, masyarakat bingung dan butuh arahan yang jelas, tegas serta satu komando dalam hal menjalankan kebijakan dalam melawan pandemi covid-19.
“Jika kebijakan seringkali tidak sinkron, jangan salahkan jika masyarakat tidak peduli, tidak disiplin dan bertindak semaunya. Akhirnya upaya menarik rem darurat untuk menahan laju kasus Covid-19 menjadi sia-sia,” kata Netty dalam keterangan persnya, Senin (14/9).
Memasuki masa PSBB total, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta seluruh perkantoran menerapkan work from home (WFH), kecuali 11 sektor esensial. Tetapi berbeda dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyarankan agar 50 persen karyawan tetap bekerja bergiliran. “Ini juga tidak sinkron antara pemerintah DKI Jakarta dengan pemerintah pusat,” tegasnya.
Netty menyebutkan langkah yang diambil Gubernur DKI kembali menerapkn PSBB seperti awal pandemi, karena lonjakan kasus positif selama dua pekan ini nyaris tidak terkendali. Angka kematian meningkat, sementara fasilitas kesehatan berapa ruang isolasi dan ICU semakin terbatas, katanya.
“Ibukota menyumbang angka kenaikan kasus baru Covid-19 paling tinggi. Ketersediaan fasilitas ruang isolasi dan ICU di rumah sakit nyaris penuh. Jika tidak ada langkah darurat, bahaya kesehatan yang lebih besar akan mengancam Jakarta. Apalagi kita tahu, perkantoran adalah salah satu klaster penularan Covid-19,” ujarnya.
Karena itu, Netty meminta pemerintah pusat yang di bawah Presiden agar segera melakukan evaluasi darurat terkait penanganan pandemi, utamanya sinkronisasi kebijakan pusat dengan daerah yang wilayahnya berbatasan dengan Ibukota.
Pemerintah Pusat seharusnya lebih sigap dan cepat tanggap dengan kondisi darurat, juga melakukan koordinasi dan komunikasi efektif dengan pemerintah daerah dalam penanganan pandemi.
”Jangan justru pemerintah kaget dan baru berkoordinasi setelah ada masalah”, katanya.
Fraksi PKS ini juga meminta agar langkah kepala daerah yang berorientasi pada keselamatan rakyat harus didukung pemerintah pusat.
“Mengingat Jakarta adalah Ibukota Negara, juga etalase Indonesia. Jika Jakarta terpuruk, kalah perang melawan Covid-19, imbasnya akan serius. Bahkan sekarang sudah 59 negara menutup pintu bagi WNI,” katanya.
Sumber: Ant, Bisnis Indonesia
ARIEF RAHMAN MEDIA