JAKARTA, jurnal9.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan kalangan muda untuk mewaspadai meletusnya perang terbuka antara Amerika Serikat dengan China, terkait konflik Laut Cina Selatan dan juga isu internasional lainnya.
Perang terbuka bukan hanya dalam bentuk adu kekuatan senjata militer melainkan juga perebutan pengaruh dua negara terhadap negara-negara lainnya.
“Institute Alber Del Rosario yang berbasis di Filipina menilai pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo pada minggu lalu terang-terangan menyebut klaim China terhadap sekitar 90 persen dari wilayah Laut China Selatan sebagai pelanggaran hukum,” kata Bambang Soesatyo saat menerima pengurus Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di MPR Senayan, Selasa (21/7).
“Dan merupakan sinyal bahwa Asia Tenggara akan menjadi ‘gelanggang pertempuran’ yang sesungguhnya antara AS dengan China, Itu bisa terjadi mengingat konflik Laut China Selatan melibatkan China dengan banyak negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Filipina, Thailand, dan juga Malaysia,” lanjutnya.
Pengurus PMKRI yang hadir Ketua Presidium Benidiktus Papa, Sekretaris Jenderal Tri Natalia Urada, Presidium Bidang Hubungan Perguruan Tinggi Damianus Gerens Ohoiwutun, Ketua Lembaga Kajian Energi dan SDA Oktavianus Alvin Aha, serta Ketua Lembaga Advokasi HAM Karlianus Poasa.
Mantan Ketua DPR RI ini menuturkan, sejak awal kemerdekaan para founding fathers telah menggariskan bahwa politik luar negeri Indonesia didasarkan pada doktrin Bebas Aktif. Artinya Indonesia Bebas menjalin kemitraan dengan negara manapun, dan Aktif mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan dunia.
Sehingga pada saat itu Indonesia tidak terjebak dalam pusaran politik internasional antara blok barat dengan blok timur. Di masa kini, kutub kekuatan dunia bukan lagi antara blok barat dengan timur, melainkan mengerucut antara AS dengan China.
“Sangat penting bagi mahasiswa untuk memahami kondisi politik internasional. Sehingga dalam perebutan kekuasaan dan pengaruh antara AS dengan China, Indonesia tak sekadar menjadi pemandu sorak. Melainkan bisa menjadi aktor yang turut aktif menjembatani perdamaian dunia,” tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menilai, Indonesia punya ideologi Pancasila, yang pada saat diperkenalkan Presiden Soekarno pada dekade 50-an, mendapat sambutan hangat masyarakat dunia.
Bahkan berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika pada 18 – 24 April 1955 di Bandung. Sebagai upaya mempromosikan kerjasama ekonomi dan budaya antar negara Asia dan Afrika, melawan kolonialisme AS, Uni Soviet, dan negara imperialis lainnya.
“Konsepsi Pancasila yang sudah menggelegar di awal kemerdekaan Indonesia dan diakui dunia, jangan sampai mundur ke belakang akibat abainya generasi bangsa memahami dan mengimplementasikan nilai luhur Pancasila. Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang mengekor dalam konfik antar negara, melainkan bangsa yang aktif mewarnai perdamaian dunia,” pungkas Bamsoet.
MULIA GINTING