Tim Hukum paslon Prabowo-Gibran: Hotman Paris Hutapea, Yusril Ihza Mahendra, dan Otto Hasibuan
JAKARTA, jurnal9.com – Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Senin (1/4/2024) kembali menggelar sidang sengketa hasil pemilu dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pemohon.
Dari pemohon 1 yaitu paslon Anies-Muhaimin telah menghadirkan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. Dalam paparannya dia mengatakan ada banyak kejahatan yang hingga kini belum diusut.
“Presiden Jokowi telah melakukan tindak pidana korupsi, melanggar UU APBN dan tidak meminta persetujuan DPR dalam pembagian bantuan sosial (Bansos),” ujarnya.
“Apakah ini akan diusut? Nanti kita serahkan kepada siapa yang merasa berkepentingan. Apakah pelanggaran UU ini akan ditindaklanjuti untuk diusut secara pidana? Pelanggaran ini jelas untuk kepentingan bansos dan kepentingan pemilu,” lanjut Budiawan.
Dalam sidang sengketa Pilpres ini, Budiawan meminta MK agar bansos yang disalurkan pada saat Pemilu ini perlu dijelaskan apakah ini dinilai legal atau tidak? “Bansos seperti yang saya uraikan ini untuk kemenangan paslon,” tegasnya.
Kemudian Tim Hukum Prabowo-Gibran, Hotman Paris Hutapea menyebut keterangan Budiawan ini telah menuduh Presiden Jokowi melakukan tidak pidana korupsi.
“Saya bingung mendengar keterangan yang disampaikan Budiawan yang dianggap sudah melebihi ahli hukum. Apa yang dia sampaikan itu dijadikan dasar dengan meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan dilakukan pemungutan suara ulang,” kata Hotman.
“Pertanyaannya, apakah MK berwenang dalam putusannya menyatakan karena Jokowi melanggar UU Korupsi, melanggar UU Bansos, maka pemilu harus dibatalkan dan diulang,” ungkap pengacara kondang ini
Hotman mengatakan Jokowi, DPR maupun para menteri tidak menjadi pihak yang berperkara dalam sidang sengketa Pilpres ini. “Boleh tidak MK menyatakan itu [menjadi] penyebab, kemudian harus dibatalkan pemilu,” tanya Hotman ke Budiawan.
Namun Budiawan tak menjawab pertanyaan Tim Hukum paslon nomor urut 2 itu. Kemudian Hotman menyampaikan kepada Ketua Sidang MK Suhartoyo kalau pertanyaannya tidak dijawab oleh Budiawan.
“Majelis, pertanyaan Hotman Paris belum dijawab. Apakah permohonan pemohon dengan tuduhan Jokowi melakukan korupsi bisa dipakai oleh MK sebagai dasar membatalkan pemilu? Belum dijawab majelis. Tolong dijawab,” kata Hotman menegaskan.
Kemudian Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo menanyakan langsung ke Budiawan. “Apakah akan menjawab pertanyaan Hotman,”. Budiawan pun menyerahkan kepada MK.
Suhartoyo kemudian meminta Hotman agar tidak memaksakan kepada ahli untuk menjawabnya. “Ahli tidak dipaksakan untuk menjawabnya,” ujarnya.
Hotman mengkritik Budiawan sebagai ahli agar konsekuen dengan keterangan yang disampaikan ke sidang. “Tak hanya sekedar omong-omong belaka. Ditanya apakah itu menjadi kewenangan MK, tidak dijawab Dia sebagai ahli harusnya konsekuen dengan jawabannya. Jangan cuma bisa omong-omong.”
“Anda juga tidak bisa memaksanya seperti itu,” kata Ketua Hakim Konstitusi, Suhartoyo kepada Hotman.
Tim Hukum paslon Prabowo-Gibran lainnya, Yusril Ihza Mahendra ikut menimpali kritiknya kepada Budiawan. Dia bingung apakah Anthony Budiawan ini sebagai ahli hukum, pidana, atau ahli nujum?.
Yusril menyampaikan hal itu kepada Ketua Hakim Konstitusi, Suhartoyo. “Setelah saya mendengar pemaparan dari Anthony Budiawan yang menyebut Presiden Jokowi telah melakukan korupsi, tindakan melawan hukum dalam Pemilu 2024, dan nepotisme demi memenangkan Prabowo-Gibran. Supaya kami tidak bingung, apakah dia itu sebagai ahli hukum, kok menerangkan hal ini? atau sebenarnya dia ahli apa? ahli pidana, ekonomi, atau ahli nujum kok dihadirkan sebagai ahli?,” kata Yusril.
Pertanyaan itu ditanggapi langsung Ketua Hakim Konstitusi, Suhartoyo, “Biar kami yang menilai prof,” ujarnya.
Yusril mengkritik Budiawan karena keterangan yang disampaikan ke sidang, dia menyebut Presiden Jokowi telah melakukan korupsi, melakukan tindakan melawan hukum, tapi tidak jelas landasan hukumnya. Apa yang dia sampaikan tidak berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dalam kenyataan.
“Apakah dia pernah melakukan penyidikan, penyelidikan atau penuntutan secara pidana untuk membuktikan hal itu pernah terjadi. Ternyata apa yang dia sampaikan itu tidak berdasarkan fakta.”
“Apalagi si Ahli ini menuduh Jokowi telah melakukan korupsi, melakukan perbuatan melawan hukum, dan nepotisme, tapi dia tidak mengerti ketika ditanyakan, apakah pernyataan anda yang meminta MK untuk membatalkan pemilu, benar terjadi.
“Budiawan tidak bisa menjawab. Tidak mengerti. Jadi apa yang dia sampaikan itu hasil penerawangan atau pernah terjadi?,” kata Yusril membingungkan saat mendengar paparan Budiawan.
Ada satu pendapat dari Kuasa Hukum, Yusuf Mirza Zulkarnaen yang masih ngotot soal putusan MK nomor 90 terkait batas usia capres-cawapres. Gibran dianggap tidak sah dalam pecalonannya sebagai cawapres.
Lalu Hotman Paris bertanya balik menanyakan kepada Kuasa Hukum Yusuf Mirza dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) itu. “Apakah Mirza sudah membaca Pasal 47 Undang-Undang MK yang terkait putusan nomor 90 itu,” tanya Hotman.
Yusuf Mirza diam tidak mejawab.
“Tadi pertanyaan saya belum dijawab sama Pak Mirza. Kan dia memberikan kesaksian yang mengadu tentang Gibran. Dia kapasitasnya orang LBH. Pertanyaan saya, apakah anda waktu buat laporan itu tidak membaca Pasal 47 UU MK?,” tanya Hotman.
Kemudian Ketua Hakim MK, Suhartoyo ikut menimpali bertanya kepada Mirza. “Bapak baca nggak UU 47 kaitannya dengan Putusan Nomor 90 itu?,” tanya Hakim Konstitusi itu.
“Tidak baca, Yang Mulia,” jawab Mirza.
Hotman pun geleng-geleng kapala sambil tersenyum mendengar jawaban Mirza dari Lembaga Bantuan Hukum itu.
7 Ahli dan 11 Saksi
Menurut penjelasan Ketua Hakim Konstitusi, Suhartoyo, paslon Anies-Muhaimin telah mengajukan dengan menghadirkan 7 ahli dan 11 saksi. Ketujuh ahli itu, yakni Ahli ilmu Pemerintahan Bambang Eka Cahya, Ekonom Faisal Basri, Ahli Hukum Administrasi Ridwan dan Ekonom UI Vid Adrison. Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII Yogyakarta Yudi Prayudi, Managing Director Political Economy dan Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, dan ahli Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan.
Ahli Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan yang dihadirkan sebagai ahli dari paslon Anies-Muhaimin mengatakan dirinya pernah menyarankan Presiden Jokowi untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah sampai Pilkada 2024.
“Ini lebih baik ketimbang presiden menunjuk pj kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan sampai Pilkada 2024. Presiden tidak mempedulikannya. Justru Jokowi memilih pj kepala daerah yang ditunjuk presiden sendiri. Pj Kepala daerah ini yang punya visi dan misi untuk memobilisasi para kepala desa untuk memenangkan paslon Prabowo-Gibran,” ujarnya.
Salah satu saksi yang dihadirkan paslon Anies-Muhaimin, yaitu Adnin Armas. Kepada Hakim Konstitusi dia menjelaskan pernah ada kejanggalan dalam proses rekapitulasi nasional KPU.
“Salah satunya terdapat tipeks pada kolom raihan suara paslon Anies-Muhaimin dan paslon Ganjar-Mahfud di formular C hasil di sejumlah TPS di Papua Selatan.”Saya lihat di TPS 01 dan 02 Pasui, Mappi, Papua Selatan, ditemukan jejak tipeks di formulir C hasil. Di suara paslon no urut 1 dan 3 ditipeks ada 19, bahkan tertulis dengan angka 19 tapi kemudian ditipeks dinolkan. Begitu juga dengan paslon no urut 3, suaranya 135,” cerita adnin.
Dirinya setelah mengetahui hal itu, sempat bertanya soal terkait angka yang ditipeks. Sebab kok kelihatannya janggal ada belasan angka ditipeks.”Saya ke KPU dan Bawaslu, jawabannya tidak tahu. Lalu kami catat khusus untuk menolak rekapitulasi nasional. Karena banyak sekali [ditipeks] kami keberatan. Tidak mau tanda tangan,” ujarnya.
Dari sekian para ahli dan saksi yang dihadirkan paslon Anies-Muhaimin, menurut Yusril Ihza Mahendra, semuanya tidak menerangkan apa-apa. Hanya omongan saja dan tidak relevan untuk dijadikan bukti di persidangan.
“Dari pernyataan-pernyataan para ahli maupun saksi itu, kami berkayakinan MK akan menolaknya,” tegas Yusril.
GEMAYUDHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA