Ruas Tol Pejagan – Pemalang yang dikerjakan Waskita Karya ini terpaksa akan dijual untuk membayar utang perusahaan BUMN yang mencapai Rp 89 triliun.
JAKARTA, jurnal9.com – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon melalui akun Twitter-nya, @fadlizon pada Kamis (9/7) mengkritik pemerintah terkait utang BUMN dalam cuitannya “Hati-hati Utang BUMN Bisa Picu Krisis Lebih Besar, (a thread.)”
Cuitan politisi Partai Gerindra ini menyebutkan ada 3 kondisi fundamental yang dapat memicu terjadinya krisis finansial pada dekade 90, yakni gagal bayar utang korporasi, turunnya modal masuk, dan sistem keuangan yang rentan.
“BUMN seharusnya bisa jadi alat intervensi negara di dalam perekonomian. Namun, BUMN yang menghadapi risiko gagal bayar, ini akibat kesalahan pemerintah dalam lima tahun terakhir,” sentil Fadli Zon kepada pemerintah.
Menurut data Bank Indonesia, seperti disebutkan dalam cuitannya, hingga April 2020 ini total utang luar negeri BUMN mencapai US$55,3 miliar atau setara dengan Rp 775 triliun (dengan asumsi kurs Rp 14.000 per satu dolar).
Jumlah itu lebih dari seperempat total utang luar negeri swasta yang mencapai US$207,8 miliar. Padahal total utang BUMN pada 2014 masih tercatat sebesar US$30,7 miliar.
Apalagi kondisi saat ini, kata Fadli Zon, Indonesia menghadapi masa pandemi corona yang membuat perusahaan plat merah itu lebih buruk lagi. Pendapatan BUMN anjlok karena tergerus mandeknya kegiatan ekonomi global. Padahal utang BUMN yang jatuh tempo jumlahnya tak sedikit.
Dia memberi contoh kondisi sulit yang dihadapi Garuda Indonesia di tengah pandemi corona, perusahaan ini terpaksa mengajukan restrukturisasi utang sukuk global US$500 juta untuk membayar utangnya yang sudah jatuh tempo pada 3 Juni lalu. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengaku langkah tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memastikan keberlangsungan usaha Garuda.
Selama pandemi corona, maskapai penerbangan ini telah mengandangkan 70 persen armadanya. Padahal menurut Fadli Zon, pemasukan dari penumpang burung besi ini telah berkontribusi 80 persen terhadap pendapatan perusahaan. “Bayangkan, bagaimana berdarah-darahnya perusahaan maskapai Garuda saat ini?,” cetusnya.
Lampu kuning menandai risiko utang yang sedang dihadapi BUMN lainnya, seperti Wijaya Karya (WIKA) dan Jasa Marga (JSMR). Pertumbuhan utang BUMN di sektor infrastruktur ini, menurut Fadli Zon, jauh lebih besar ketimbang perolehan labanya. Contoh perusahaan Adhi Karya yang pada 2019 lalu pertumbuhan utangnya mencapai 20 persen, sedangkan labanya hanya naik 3,1 persen.
Tak heran jika kemudian BUMN itu terpaksa harus menjual asetnya untuk menutupi utang. Waskita Karya yang memiliki utang Rp 89 triliun, akan melepas empat ruas jalan tol, yaitu Tol Becakayu, Tol Kaci-Pejagan, dan Tol Pejagan-Pemalang.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga bernasib sama. Utang yang wajib dibayarkan sepanjang 2020 mencapai Rp 35 triliun. PLN harus bayar utang ke kreditur lokal dan asing. Melihat kewajiban utang yang harus dibayar pada tahun ini, beban PLN semakin berat karena ada utang dalam bentuk valas. Sementara ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menjelaskan setiap pelemahan kurs Rp 1.000 per dolar AS bisa menaikkan beban utangnya Rp 9 triliun.
Sementara itu, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat ada 13 perusahaan BUMN yang memiliki obligasi jatuh tempo antara Mei sampai Desember 2020 ini. — PLN termasuk salah satunya dengan nilai utang Rp 182 miliar. Bank Tabungan Negara (BTN) dan Pupuk Indonesia punya utang paling besar, BTN punya utang senilai Rp 5,4 triliun dan Pupuk Indonesia senilai Rp 4,1 triliun.
Karena besarnya utang perusahaan BUMN itu, pemerintah sampai memberikan bantuan dengan menyuntikkan dana sebesar Rp 152 triliun pada sejumlah BUMN yang terdampak pandemi corona.
Bantuan itu diberikan melalui tiga skenario, pencairan utang pemerintah Rp 108,48 triliun, penyertaan modal negara Rp 25,27 triliun, dan dana talangan Rp 19,65 triliun.
Melihat sejumlah perusahaan BUMN yang gagal bayar itu, Fadli Zon mengatakan pemulihan ekonomi nasional akan semakin sulit.
“Semua itu akibat kesalahan tata kelola utang pemerintah dalam lima tahun terakhir. Sebagaimana saya ingatkan sejak lima tahun lalu, pembangunan infrastruktur yang dilakukan saat negara tak punya duit sangat berbahaya,” ungkapnya.
Bank dunia mencatat, ini fakta pemicu terjadinya peningkatan utang BUMN karena pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur pemerintah. Bank Dunia ini mengingatkan bahwa utang BUMN bisa membebani kemampuan fiskal pemerintah.
“Saya kira ini harus diperhatikan betul. Jangan sampai BUMN justru jadi katalis, bahkan menjadi pemicu terjadinya krisis yang lebih besar,” sebut Fadli Zon dalam cuitannya.
ARIEF RAHMAN MEDIA