Capres Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan
JAKARTA, jurnal9.com – Sikap ego para politisi yang berkontestasi dalam Pemilu 2024 masih terlalu tinggi, sehingga sulit untuk bisa menerima kekalahan. Seperti politisi pendukung capres-cawapres yang kalah masih saja punya tuduhan kecurangan kepada capres-cawapres yang menang.
Demikian pandangan pengamat politik yang juga peneliti Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam dalam keterangan tertulisnya yang dikutip dari Antara, Selasa (19/3/2024).
“Siapa pun yang berkontestasi dalam Pemilu seharusnya mereka menyadari risiko tentang kekalahan. Kan tidak mungkin semuanya bisa menang. Pasti mereka ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang. Jadi paslon capres-cawapres yang kalah mestinya legowo terima kekalahan secara terhormat. Nggak usah ego terlalu tinggi,” ujarnya.
“Kalau soal tuduhan adanya kecurangan dalam pemilu itu sudah biasa. Nggak di mana-mana. Bukan saja di Indonesia, di luar negeri pun, pasti yang kalah menuduh yang menang curang. Ini menandakan sikap egonya yang terlalu tinggi, sehingga tak siap menerima kekalahan,” kata Surokim menegaskan lagi.
Terkait adanya tuduhan kecurangan dari pihak yang kalah itu, semestinya para politisi dari kubu yang kalah menyadari kalau KPU sebagai penyelenggara pemilu sudah bekerja secara transparan dan profesional, mulai dari atas sampai tingkat paling bawah.
“Mulai dari atas sampai tingkat paling bawah di tempat pemungutan suara (TPS) semua unsur ikut mengawasi jalannnya pemilu. Di lapangan ada petugas dari Bawaslu, Panwaslu, KPU, ada PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), ada PPS (Panitia Pemungutan Suara), petugas RT/RW, ditambah ada saksi dari masing-masing partai,” jelas Surokim.
“Jadi kalau masih ada saja tuduhan kecurangan, ya mereka para politisi itu harus diuji argumentasi temuannya di Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi dari pengalaman sengketa pemilu 2004 sampai 2019 yang lalu, gugatan untuk Pilpres di MK tak pernah memenangkan gugatannya. Ini menandakan penggugat sulit untuk membuktikan kecurangan dalam sidang sengketa di MK,” ia menjelaskan.
Apalagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), menurut Surokim, penghitungan rekapitulasi suara tingkat nasional dilakukan secara terbuka. Bisa disaksikan masyarakat di seluruh Indonesia.
“Seluruh warga bisa lihat langsung hasil penghitungan rekapitulasi suara tingkat nasional. Dan ini dilakukan secara manual. Bagaimana cara merekayasa angka dari perolehan suara, kalau memang mau curang. Menurut saya sulit ya. Apalagi hasil perolehan Pilpres, suara paslon capres-cawapres no urut 2 selisih jauh dari kedua paslon capres-cawapres no urut 1 dan 3. Dan sudah bisa dipastikan tidak ada putaran kedua pilpres 2024,” kata Surokim.
Hasil penghitungan rekapitulasi suara tingkat nasional KPU yang telah mengesahkan 33 provinsi dari kesuluruhan 38 provinsi per minggu (17/3/2024) pukul 23.59 WIB, paslon Prabowo-Gibran jauh meninggalkan dua pesaingnya. Perolehan suara Prabowo-Gibran 76.888.902 suara. Sedangkan paslon Anies-Muhaimin memperoleh 31.118.204 suara, dan Ganjar-Mahfud memperoleh 23.461.244 suara.
Kalau melihat hasil perolehan suara yang terlalu jauh selisihnya unggul atas dua paslon lainnya, menurut Ahli Hukum Tata Negara, Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Muchtar, hampir mustahil paslon Prabowo-Gibran bisa dikalahkan dalam gugatan sengketa Pilpres di MK.
Dia menyebut sejak 2004 dalam sidang gugatan sengketa pilpres, dari pihak yang kalah tidak pernah bisa memenangkan gugatannya di MK.
“Dalam proses pembuktian dari pihak yang kalah sulit bisa membuktikan temuan kecurangannya karena keterbatasan waktu. Apalagi pihak yang kalah menggugat kecurangan dalam selisih angka perolehan suara yang sangat jauh seperti paslon no urut 2,” ujarnya.
“Misal menggugat jumlah 9 juta suara di wilayah tertentu, maka pihak kontestan harus bisa membuktikan lebih dari 30.000 TPS, kalau dengan waktu yang terbatas, apa bisa proses pembuktiannya yang hanya beberapa hari, apalagi harus menghadirkan saksi dan ahli, jadi sangat sulit bisa berhasil gugatannya,” kata Zainal Arifin menambahkan.
Sementara itu Yusril Ihza Mahendra menjelaskan sidang perselisihan hasil pemilu (PHPU) untuk Pilpres 2024 harus selesai dalam waktu 14 hari. “Jadi pada 30 Maret 2024 sudah harus ada keputusan,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/3/2024).
“Tidak boleh melampaui tenggat waktu yang sudah diatur, karena memang ketentuannya sudah seperti itu,” kata Yusril.
Yusril memastikan dalam Pilpres 2024 ini, paslon Prabowo-Gibran menjadi pemenang. Ini menurut penghitungan rekapitulasi tingkat nasional sementara, paslon no urut 2 menang di lebih 20 persen dari setengah provinsi. “Sudah bisa bisa dipastikan tidak akan ada putaran kedua,” tegas dia.
GEMAYUDHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA