Ini suasana di jalanan di kota Vietnam yang memberlakukan protkol kesehatan secara ketat
MELBOURNE, jurnal9.com – Laporan Lowy Institute, lembaga peneliti dari Australia menyebutkan hasil penelitian penanganan covid-19 di beberapa negara, dengan menilai bagaimana masing-masing negara merespon penularan dalam masyarakat.
Indikator yang digunakan termasuk jumlah kasus positif covid-19, jumlah kematian yang dikonfirmasi serta jumlah tes swab yang dilakukan pihak pemerintah setempat.
Dalam penelitian itu Lowy Institute menempatkan Vietnam sebagai negara berkembang yang berhasil menduduki urutan kedua terbaik di dunia dalam penanganan covid-19.
Dalam penelitian itu tidak menemukan perbedaan mendasar antara negara maju dan negara berkembang.
Sementara Australia sendiri hanya menduduki urutan kedelapan di bawah Vietnam. Dan Indonesia berada di posisi ke 85, tidak berbeda jauh dengan India yang berada di posis ke 86.
Sedangkan negara yang menduduki urutan pertama, Lowy Institute menempatkan Selandia Baru (New Zealand) sebagai negara yang dinilai berhasil dalam penanganan covid-19.
Negara Asia Tenggara lainnya yang berada di urutan10 teratas, yaitu Thailand menempati posisi keempat dan Srilanka di urutan ke-10.
Peringkat | Negara |
1 | Selandia Baru |
2 | Vietnam |
3 | Taiwan |
4 | Thailand |
5 | Siprus |
6 | Rwanda |
7 | Islandia |
8 | Australia |
9 | Latvia |
10 | Sri Lanka |
Indeks yang dibuat Institut Lowy ini berdasarkan data di 98 negara dengan mempertimbangkan sistem politik, populasi, kemampuan ekonomi masing-masing negara.
Periode penelitian dilakukan selama 36 pekan setelah tiap negara mencapai lebih dari 100 kasus. Data ini dihitung hingga 9 Januari 2021 lalu.
Semua negara itu dinilai berdasarkan angka:
– kasus positif
– jumlah kematian
– kasus positif per 1 juta penduduk
– jumlah kematian per 1 juta penduduk
– kasus positif
– jumlah tes per seribu penduduk
Skor 0 (nol) berarti terburuk dalam menangani pandemi, dan skor 100 berarti terbaik.
Meski Selandia Baru berada di posisi teratas, menurut hasil penelitian Institut Lowy, tidak ada negara yang benar-benar sebagai pemenang mutlak.
Seperti dikutip ABC News, Herve Lemahieu dari Lowy Institute menjelaskan penilaian yang mereka lakukan menunjukkan negara-negara kecil ternyata lebih efektif menangani covid-19 daripada negara besar.
“Negara-negara dengan populasi kurang dari 10 juta umumnya terbukti lebih sigap daripada negara yang memiliki populasi besar dalam menangani keadaan darurat kesehatan,” kata Herve.
Dia menyebut contoh negara kecil, seperti Siprus, Rwanda, Islandia, dan Latvia semuanya masuk daftar 10 negara terbaik dalam penanganan pandemi.
Menurut Herve, data itu juga membantah teori bahwa rezim otoriter berhasil mengelola pandemi lebih efektif daripada negara demokratis.
“Rezim otoriter umumnya menangani pandemi dengan lebih baik pada tahap awal. Mereka mampu memobilisasi sumber daya lebih cepat, dan melakukan lockdown lebih cepat,” katanya.
“Tapi untuk mempertahankannya terus menerus mereka kesulitan,” jelas Herve.
Sebaliknya, banyak negara demokratis pada awalnya menangani pandemi dengan buruk, sebelum kasusnya meningkat pesat selama gelombang pertama.
Tapi beberapa negara demokratis dengan populasi besar, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, kemudian gagal tidak dapat memberlakukan langkah-langkah protokol kesehatan yang ketat.
Herve menjelaskan 10 negara terbaik ini mencakup negara demokrasi liberal, rezim otoriter dan campuran.
Namun semuanya memiliki kesamaan aturan kesehatan yang ketat dan efektif.
“Yang membedakan respons yang efektif terhadap pandemi bukanlah tentang tipe rezim di negara itu. Tapi apakah rakyat mempercayai pemimpin mereka dan apakah pemimpin itu kompeten dan efektif,” ujar Herve.
“Hal ini tampaknya menguntungkan negara-negara dengan populasi kecil, masyarakatnya lebih kohesif, dan institusinya lebih mampu,” tambahnya.
Herve menyebutkan negara-negara kaya umumnya lebih mampu mengelola pandemi daripada negara-negara miskin pada tahap awal, tapi kemudian kehilangan keunggulan pada akhir tahun 2020.
Hal itu terlihat ketika penularan virus kembali melonjak di negara-negara Eropa dan Amerika Utara.
Namun Herve memperkirakan negara-negara miskin juga akan kehilangan kendali pada tahap berikutnya karena kesulitan mendapatkan vaksin covid-19.
“Kalau distribusi dan penimbunan vaksin tidak merata, kita akan melihat negara-negara kaya memiliki keunggulan dalam upaya pemulihan krisis,” katanya.
“Negara berkembang akan semakin ketinggalan,” tambahnya.
ABC NEWS
ARIEF RAHMAN MEDIA