Hati-Hati! Kalau Berbicara Suka Bohong Terus-Menerus, Bisa Jadi Gangguan Psikologis? – Jurnal9.com
Jurnal9.com
HeadlineLifeStyle

Hati-Hati! Kalau Berbicara Suka Bohong Terus-Menerus, Bisa Jadi Gangguan Psikologis?

Ilustrasi orang suka berbohong dengan menutup mulutnya

JAKARTA, jurnal9.com – Orang yang mengalami penyakit pseudologia fantastica atau mythomania biasanya ditandai kalau berbicara suka berbohong. Dan perilaku ini sulit dihentikan, sekalipun penderita ingin menghentikannya. Bahkan penderita sadar kalau kebohongan itu dibuatnya sendiri.

Gejala awal biasanya sekali berbohong, lalu ketemu orang lain lagi bercerita yang bohong lagi, terus-menerus hingga menjadi suatu kebiasaan. Kalau sudah menjadi kebiasaan, dirinya sendiri sadar jika kebohongan itu dibuatnya. Ini menjadi gangguan psikologis.

Orang yang menderita penyakit ini seringkali menceritakan hal-hal yang bohong dan kadang dicampur sedikit fakta di dalamnya. Dan sering bersifat khayalan atau fantasi.

Menurut psikiater asal Jerman, Anton Delbrueck, penyakit yang pertama kali ditemukan pada tahun1891 ini, menyebutkan jenis kebohongan patologis ini bisa dikatakan paling ekstrem; Kebohongan yang disengaja karena kebiasaan. Kebohongan seperti ini mudah ketahuan, tapi si penderita tetap saja tak bisa merubah perilakunya karena sudah menjadi gangguan neurologis.

Berbeda dengan jenis kebohongan yang impulsif; seperti mencuri, berjudi, dan belanja gila-gilaan, atau menipu dengan menyamar atau memalsukan menggunakan identitas lain.

Penderita gangguan ini juga sulit mengendalikan kondisinya. Meski sadar dirinya berbohong dengan cara menutupi pribadinya karena malu; mungkin karena berjudi, mencuri atau menipu, tapi orang seperti ini sulit juga untuk menghentikan kebiasaannya.

Kebohongan patologis dan kebohongan yang impulsif seperti diceritakan di atas tadi,  juga sama orang yang menderita penyakit pseudologia fantastica atau mythomania.

Karena perilakunya dipengaruhi kelainan psikologis, dan ini merupakan penyakit gangguan kejiwaan.

Penyebab penyakit pseudologia fantastica atau mythomania yang mengalami gangguan jiwa sering berbohong ini cukup beragam. Kebanyakan dipengaruhi oleh faktor psikologis penderita.

Mungkin orang ini tadinya pernah mengalami kegagalan, hubungan yang tidak baik dengan keluarga atau sahabat dekatnya, atau pernah punya pengalaman buruk yang melukai perasaannya.

Ada kasus lain. Seorang yang berprestasi, entah bidang olahraga, matematika, kimia, atau berprestasi lainnya, tapi hasil prestasinya ditutup-tutupi tak mau diceritakan pada orang lain. Ini juga disebut berbohong, tapi tidak termasuk orang yang disebut punya penyakit gangguan kejiwaan.

Baca lagi  AS Percaya Sikap Taliban Tak akan Diskriminasi: Perempuan Boleh Bekerja

Psikiater dari RS Jiwa Dharmawangsa, dr Tun Kurniasih Bastaman, SpKJ(K) menanggapi kebohongan seperti itu disebut watak sesorang yang low profle.

“Berbohong bisa ‘digunakan’ individu untuk menutupi kesalahan karena rasa malu, atau takut, atau kehilangan harga diri kalau berbuat salah. Tapi ini juga belum bisa dipastikan berbohong yang jenis penyakit gangguan kejiwaan,” paparnya.

“Tetapi, lagi-lagi perlu dilakukan diagnosis yang harus melewati serangkaian pemeriksaan psikologis,” tegas dr Tun Kurniasih lagi.

“Dasarnya sama; yaitu berkata tidak benar atau tidak sesuai dgn kenyataan. Tapi bohongnya kalau ketahuan akan mengakui,” ujarnya.

Tapi menurut psikiater RS Jiwa Dharmawangsa ini, ciri-ciri orang yang mengidap penyakit pseudologia fantastica atau mythomania biasanya suka berbohong yang terus-menerus dan sulit dihentikan. Meski si penderita ingin menghentikannya. Karena penderita sadar kalau kebohongan itu dibuatnya sendiri.

“Kalau kebohongan yang sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan terus-menerus akan menjadi karakter. Ya kalau sudah begini, berarti sudah mengidap gangguan kejiwaan,” ungkapnya.

Menurut psikolog Ratih Zulhaqqi, M.Psi  gejala dari gangguan psikologis yaitu:

– Sering kali mengemukakan sesuatu yang tidak benar.
– Mencari perhatian orang lain dengan segala cara, termasuk berbohong agar tampak sempurna.
– Lama kelamaan tidak bisa membedakan dirinya sedang berbohong atau tidak.
– Karena sudah menjadi kebiasaan, ia berbohong secara otomatis, tidak direncanakan.

“Kalau bohong biasa atau bukan patologis, enggak keterusan. Misalnya, saya tidak datang ke rumah teman dan beralasan sakit perut. Sudah, hanya saat itu, tidak keterusan. Tetapi kalau bohong yang patologis (mythomania), berbohongnya sudah menjadi karakter,” tutur Ratih.

Cara mengobatinya dengan berupaya kerja keras dan ada kemauan dari si penderita itu sendiri. Dan ini harus dilatih secara rutin setiap waktu.

RAFIKA ANUGERAHA M

Related posts

KemenkopUKM Gandeng Mastercard dan Mercy Corps Indonesia Perkuat Digitalisasi 40.000 UMKM

adminJ9

Diprediksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Masih Minus 2 Persen, Indonesia Resesi?

adminJ9

Gugatan Praperadilan Firli Ditolak, Polda Metro Jaya: Bukti Penyidikan Kami Profesional

adminJ9

Leave a Comment