Tim TP3 yang dipimpin Amin Rais bersama Abdullah Hehamahua menemui Presiden Joko Widodo di Istana Presiden Jakarta, Selasa (9/3).
JAKARTA, jurnal9.com – Kasus bentrok polisi dan laskar FPI di Tol Cikampek KM 50 yang menewaskan 6 anggota FPI secara resmi sudah dihentikan oleh pihak Bareskrim Polri pada Jumat (5/3/2021) pekan lalu.
Kasus itu dihentikan karena alasan 6 orang tersangka yang telah dijerat penyidik kepolisian telah meninggal dunia dalam insiden tersebut. Sesuai Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa kewenangan menuntut pidana dihapus bila tertuduh meninggal dunia.
Terkait kasus ini, seperti yang disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono, bahwa polisi telah menerbitkan laporan tentang dugaan adanya pembunuhan unlawful killing (di luar hukum) terhadap empat dari enam anggota laskar FPI yang tewas dengan terlapor tiga anggota polisi dalam kejadian tersebut.
Meskipun kasus ini sudah dihentikan oleh Bareskrim Polri, namun tujuh anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) yang dipimpin Amin Rais, Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara dan Muhyiddin Junaidi hari ini (Selasa, 9/3/2021) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Presiden, Jakarta, untuk meminta kasus bentrok polisi dan laskar FPI yang menewaskan enam orang ini agar dibawa ke Pengadilan HAM.
Anggota TP3 ini menyatakan keyakinannya bahwa enam laskar FPI yang tewas itu telah dibunuh secara kejam dan melawan hukum (extra judicial killing) oleh pihak polisi. Sehingga terjadi pelanggaran HAM berat.
Amin menyebutkan bahwa Polri sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Selain Komnas HAM telah menyatakan telah terjadi pelanggaran pidana biasa.
Namun temuan dari TP3 di lapangan meyakini bahwa pembunuhan yang dilakukan aparat kepolisian itu merupakan pelanggaran HAM berat.
“Karena itu kami menganggap kasus bentrok polisi dengan laskar FPI ini masih jauh dari penyelesaian yang sesuai azas keadilan dan kemanusiaan sesuai Pancasila dan UUD 1945,” tegas Amin.
Mantan Ketua Umum Muhammadiyah yang juga pendiri partai PAN ini mendesak pemerintah bersama lembaga terkait untuk memproses kasus pembunuhan kejam aparat Polisi terhadap laskar FPI tersebut harus sesuai dengan ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
“Kami minta kasus ini harus diselesaikan secara tuntas, transparan dan berkeadilan. Agar tidak menjadi warisan buruk dari pemerintahan ini,” tegas Amin.
Sementara Ketua TP3 Abdullah Hehamahua menyebutkan dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi menyampaikan dua hal; Pertama, presiden berjanji akan menangani kasus ini secara transparan dan akuntabel. Kedua, presiden bersikap terbuka akan menerima temuan dari TP3 jika ada bukti pelanggaran HAM berat.
“Kami TP3 menyampaikan bahwa peristiwa KM 50 Tol Cikampek ini adalah pelanggaran HAM berat. Sedangkan Menkopolhukam menyampaikan hasil rekomendasi Komnas HAM bahwa hal itu hanya pidana biasa,” ungkap Abdullah.
Menanggapi pendapat TP3 tersebut, Menkopolhukam Mahfud MD yang ikut dalam pertemuan itu mengatakan bahwa Presiden Jokowi sendiri juga meminta bukti dugaan pelanggaran HAM jika TP3 ada temuan dalam kasus ini.
Presiden, menurut Mahfud, menyampaikan tak ingin kasus tewasnya enam laskar FPI tersebut hanya berdasarkan keyakinan. Bukan bukti.
Mahfud juga menegaskan jika TP3 meminta agar kasus ini dibawa ke Pengadilan HAM, maka untuk menyelidiki perkaranya harus diperlukan bukti, bukan berdasarkan keyakinan.
“Harus ada bukti, bukan berdasarkan keyakinan. Karena kalau berdasarkan keyakinan, kita punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si A, si B, si C,” ujarnya.
Mahfud menjelaskan berdasar hasil penyelidikan Komnas HAM yang disampaikan ke Presiden, tidak ditemukan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tewasnya 6 laskar FPI itu. Peristiwa itu dinyatakan sebagai pelanggaran HAM biasa.
Menkopolhukam menyebutkan ada 3 syarat agar suatu peristiwa dinyatakan pelanggaran HAM berat. Pertama, dilakukan secara terstruktur.
Terstruktur berarti dilakukan oleh aparat dengan cara berjenjang, berikut taktik, alat, dan strateginya.
Kedua, sistematis; jelas tahap-tahapannya atau perintah pengerjaannya. Ketiga, masif atau menimbulkan korban yang meluas.
“Komnas HAM sudah menyelidiki sesuai dengan kewenangan undang-undang, nggak ada (pelanggaran HAM berat),” tegas Mahfud.
Dalam kasus ini, kata Mahfud, pemerintah sama sekali tidak ikut campur dalam penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Komnas HAM bekerja sebebas-bebasnya dan dapat memanggil siapa pun pihak yang merasa punya pendapat serta bukti.
Selanjutnya, hasil penyelidikan dan rekomendasi Komnas HAM diserahkan ke Presiden. “Kita hanya menyatakan, kalau pemerintah yang membentuk lagi-lagi dituding dikooptasi, timnya orangnya pemerintah, timnya diatur oleh orang Istana, timnya orang dekatnya si A si B,” kata dia.
Sebelumnya, berkas investigasi tewasnya enam laskar FPI itu diserahkan Komnas HAM kepada Presiden Joko Widodo, Kamis (14/1/2021). Laporan kemudian dikirim pemerintah kepada Polri.
Dari peristiwa yang terjadi di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020 itu, Komnas HAM menyimpulkan tewasnya empat dari enam anggota laskar FPI itu merupakan pelanggaran HAM. Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian.
Atas kesimpulan itu, Komnas HAM merekomendasikan agar tewasnya empat anggota laskar FPI dilanjutkan ke pengadilan pidana.
Untuk menindaklanjuti temuan serta rekomendasi Komnas HAM, Jenderal Idham Azis yang waku itu menjabat sebagai Kapolri telah membentuk tim khusus; terdiri dari Bareskrim Polri, Divisi Hukum Polri, dan Divisi Propam Polri. Tim khusus ini bertugas menyelidiki dugaan pelanggaran HAM oleh oknum polisi terhadap empat laskar FPI yang tewas.
ARIEF RAHMAN MEDIA