News Analysis:
WASHINGTON D.C, jurnal9.com – Media massa punya peran sangat besar dalam politik. Terutama pada saat Pilpres yang butuh mengenalkan figur kandidat presiden yang diusung partai. Tanpa media massa yang memberitakan dan mengangkat reputasi figur kandidat presiden lewat publikasinya, mustahil publik akan mengenalnya.
Ini terjadi dalam Pilpres AS yang kini sedang berlangsung. Bagamana keinginan para kandidat presiden yang ingin diliput media massa secara luas agar figur dirinya makin dikenal rakyat. Merangkul banyak massa lewat pemberitaan media massa adalah tujuan dari kandidat presiden.
Setelah para figur presiden ini sukses meraih tujuannya, mereka berupaya menjaga hubungan mesra dengan media yang telah membesarkannya. Karena kedekatannya itu mereka memanfaatkan untuk kepentingan politiknya. Bahkan lewat media sang figur kandidat presiden berupaya untuk bisa mendikte ruang publik lewat ucapannya. Ini menjadi senjatanya memerangi lawan politiknya untuk menunjukkan kekuatan dirinya kepada massa.
Tapi bagaimana jika media itu sendiri sudah tak memihak sang kandidat presiden, mungkin karena kebijakannya yang tidak populis. Sehingga media massa sudah mulai tak respon lagi dengan kebijakan yang menopang kekuatan politiknya selama ini.
Kasus ini sedang dialami Presiden Donald Trump yang dulu memiliki hubungan harmonis dengan televisi Fox News sejak Pilpres AS 2016 lalu. Stasiun televisi ternama Amerika Serikat ini dulu mendukung Trump habis-habisan.
Seperti dilansir New York Times, kondisi hubungan “mesra” Trump dan Fox News harus kandas jelang pengumuman hasil pemungutan suara Pilpres AS 2020 ini.
Padahal saluran berita kabel ini boleh dibilang berkontribusi besar dalam menaikkan karier politik Donald Trump hingga menjadi Presiden AS 2016 lalu.
Dukungan Fox News kepada Trump, diberitakan New York Times, berakhir pada Selasa (3/11/2020) malam waktu setempat, kala Fox News menyebutkan kemenangan Capres Partai Republik Joe Biden di negara bagian Arizona.
“Pernyataan Fox News soal kemenangan Biden di Arizona membuat marah Trump dan pendukungnya,” tulis New York Times.
Trump kemudian mencoba menghubungi secara terbuka maupun di belakang layar terkait pemberitaan tersebut.
New York Times bahkan menulis Trump menelepon kepala eksekutif Fox News, Suzanne Scott, dan menyatakan kekecewaannya terhadap pemberitaan yang dia anggap tidak berimbang memberitakan hasil Pilpres AS 2020.
Di layar terpisah, Fox News bersikap tegas untuk mengkomunikasikan antara pembawa acara dan opini di saluran kabel tersebut dalam 24 jam terakhir.
Pada saat mulai penghitungan suara Rabu malam (4/11/2020), Fox News menjadi jaringan besar tercepat menyerukan kemenangan Joe Biden.
Fox News juga satu-satunya jaringan besar yang menyiarkan konferensi pers pada Rabu yang diadakan oleh pengacara presiden Trump, Rudolph W. Giuliani, yang membuat klaim tidak berdasar atas kecurangan pemilu.
Namun, “tayangan di saluran tersebut segera berhenti untuk mengumumkan kemenangan Biden di Michigan. Kemudian menempatkan Biden makin dekat ke pintu kepresidenan, menurut proyeksi Fox News,” tulis New York Times.
Kepala pemberitaan politik Fox News, Bret Baier menekankan kepada pemirsa bahwa litigasi (gugatan hukum) yang terancam oleh Trump dapat membuat persaingan menjadi diragukan.
“Tuntutan hukum. Kami belum melihat ada bukti bahwa ada yang salah,” ungkap editor politik Fox News, Chris Stirewalt yang ikut mengomentari isu kecurangan Pilpres AS.
Fox News telah lama menempati posisi yang tidak biasa di sekitar Trump. Jaringan televisi berita ini sering menjadi rumah bagi beberapa pembela Presiden, termasuk Sean Hannity, Ingraham, dan pembawa acara “Fox & Friends”.
Sayangnya, Trump sering mengecam televisi berita itu, dan menyerukan penghentian operasi pemungutan suara pada Pilpres AS 2020.
Pada Selasa pagi waktu setempat, Presiden Trump telah mengungkapkan kekesalannya pada Fox News di acara “Fox & Friends”.
“Fox telah banyak berubah. Seseorang berkata, ‘Apa perbedaan terbesar saat ini dengan empat tahun yang lalu?’ Saya berkata kepada ‘Fox’,” ungkap Trump.
Tak hanya Fox News. Trump juga mulai geram dengan jejaring sosial Facebook, karena telah menghapus akun pendukung Donald Trump. Sang presiden petahana menuduh ada keberpihakan dalam mempublikasikan massa Pilpres 2020 ini.
Bos pemilik Facebook meresponnya dengan memberikan jawaban yang menyebutnya massa pendukung Donald Trump dianggap melakukan penyesatan informasi atau hoax.
Seperti yang disampaikan tim kampanye Donald Trump untuk menghentikan penghitungan suara di beberapa negara bagian dan memintanya untuk melakukan penghitungan ulang di Wisconsin.
Facebook menghapus cuitan tim kampanye Donald Trump ini karena menilai pendukung calon presiden itu memposting informasi yang salah.
Mereka juga memposting retorika kekerasan dan protes terorganisir yang tidak berdasar atas dugaan kecurangan pemilu.
“Kelompok itu diorganisir untuk melakukan delegitimasi pemilihan dan seruan yang mengkhawatirkan untuk tindak kekerasan dari beberapa anggota kelompok, ” kata seorang juru bicara Facebook dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Aljazeera.com.
Dia mengatakan, langkah itu sejalan dengan yang diambil Facebook selama “situasi yang memanas”.
Sumber: ABC Australia, Reuters
ARIEF RAHMAN MEDIA