Kapolri Idham Aziz
Maklumat Kapolri itu mengancam tugas wartawan dan media dalam menyebarkan informasi kepada publik. Termasuk soal FPI. Padahal tugas wartawan itu diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers)
JAKARTA, jurnal9.com – Sesuai Kode Etik Jurnalistik, media massa cetak, online, radio, dan televisi memiliki hak untuk memberitakan hal-hal yang terkait apa pun pelarangan yang disampaikan melalui maklumat Kapolri terhadap kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
“Ada empat hal dalam maklumat itu yang tak sejalan dengan semangat demokrasi dan menghormati kebebasan pers dalam memperoleh informasi. Dan ini mengancam wartawan menyebarluaskan informasi kepada publik,” demikian pernyataan sikap Komunitas Pers yang dikeluarkan di Jakarta, Jumat (1/1) malam.
Salah satu isi maklumat di Pasal 2 huruf d : Masyarakat tidak boleh mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
Menyikapi Pasal 2 huruf d pada maklumat tersebut, maka Komunitas Pers menyatakan empat sikap.
Pertama, maklumat Kapolri dalam Pasal 2 huruf d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi.
Dalam Pasal 28F UUD 1945 disebutkan; “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Kedua, maklumat ini mengancam tugas wartawan dan media dalam melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).
Dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers, disebutkan ; “(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Komunitas Pers menilai isi Maklumat tersebut akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, ini bisa dikategorikan sebagai “pelarangan penyiaran”. Pelarangan tersebut bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) UU Pers.
Ketiga, mendesak Kapolri mencabut Pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
Keempat, Komunitas Pers tetap menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh UU Pers.
Pernyataan sikap ini dikeluarkan Komunitas Pers: Abdul Manan sebagai Ketua Umum AJI Indonesia, Atal S Depari sebagai Ketua Umum PWI Pusat, Hendriana Yadi sebagai Ketua Umum IJTI, Hendra Eka sebagai Sekretaris Jenderal PFI, Kemal E Gani sebagai Ketua Forum Pemred, dan Wenseslaus Manggut sebagai Ketua Umum AMSI.
Tanggapan Kapolri
Sementara itu Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Irjen Argo Yuwono mengklarifikasi soal poin 2d dalam maklumat Kapolri yang dianggap membelenggu kebebasan pers.
Argo mengatakan bahwa masyarakat dilarang untuk mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI, baik melalui website maupun media sosial.
“Poin itu tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi bagi pekerja pers. Maklumat itu untuk memberikan perlindungan dan jaminan keamanan, serta keselamatan masyarakat,” kata Argo di Mabes Polri.
Ia menegaskan konten terkait FPI masih diperbolehkan asal tidak bermuatan berita bohong (hoaks), berpotensi menimbulkan gangguan kamtibmas, provokatif, mengadu domba atau perpecahan dan SARA.
“Konten yang tidak memiliki unsur-unsur tersebut masih diperbolehkan. Inti dari maklumat yang ditandatangani Kapolri itu adalah yang melanggar hukum,” ujarnya.
Jika konten mengandung hal yang disebutkan itu, kata Argo, tidak diperbolehkan. Apalagi sampai mengakses, mengapload atau menyebarkanluaskan kembali.
“Itu yang dilarang, atau yang ada tindak pidananya, bisa dikenakan UU ITE,” tegas Argo.
ARIEF RAHMAN MEDIA