Ahmad Syafi’i Maarif
YOGYAKARTA, jurnal9.com – Kabar duka datang dari Pengurus Pusat Muhammadiyah yang menyebutkan Profesor Ahmad Syafi’i Maarif wafat, dalam usia 87 tahun di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta, pada Jumat (27/5/3022) pukul 10.15.
Sebelumnya, mantan Ketum PP Muhammadiyah itu sempat dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah pada Sabtu (11/4/2022) karena mengalami sesak napas. Setelah menjalani perawatan beberapa hari, tokoh yang akrab dipanggil Buya Syafi’i Maarif ini dinyatakan sudah sehat dan boleh pulang ke rumah.
Presiden Joko Widodo pada Sabtu (21/5/2022) sempat menjenguk di tempat kediamannya di daerah Sleman, Yogyakarta.
Banyak orang yang merasa kehilangan atas wafatnya tokoh Muhammadiyah ini. Selain ia memiliki kiprah akademis dan organisatoris yang cemerlang, juga banyak yang simpati dengan sikap kesederhanaannya sebagai pemimpin agama.
“Beliau pemimpin agama yang sederhana. Kata ‘sederhana’ sangat melekat pada sosok beliau. Banyak orang tahu kalau Buya Syafi’i Maarif seorang tokoh yang sederhana,” kata Agus Setiawan yang aktif di organisasi Pemuda Muhammadiyah ini.
Kalau ingat foto Buya Syafi’i Maarif yang sedang duduk menunggu kereta di Stasiun Tebet bersama keponakannya, foto itu viral di media sosial pada pertengahan Agustus 2017 lalu.
“Waktu itu beliau mau menghadiri rapat dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, beliau naik kereta KRL ke Bogor. Ini menunjukkan potret kesederhanaan Buya Syafi’i Maarif. Padahal seorang tokoh masih mau naik kereta bersama penumpang; masyarakat umum,” ujarnya.
Buya Syafi’i Maarif saat itu menjabat sebagai anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). “Artinya beliau sebenarnya sudah disediakan fasilitas mobil sekelas pejabat kepresidenan. Tapi beliau memilih naik kereta KRL, kereta untuk penumpang umum,” cerita Agus.
Cerita Agus itu dibenarkan Muhammad Abdullah Darraz, yang menjabat Direktur Eksekutif Maarif Institute. Dia menceritakan foto yang viral itu diambil saat Buya Syafi’i Maarif mau menuju Istana Kepresidenan Bogor untuk menghadiri acara program Penguatan Pendidikan Pancasila di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (12/8/2017).
Acara tersebut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Ketua Dewan UKP-PIP Megawati Soekarnoputri, Mahfud MD, dan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. “Buya Syafi’i Maarif waktu itu sudah tiba di Jakarta, setelah sehari sebelumnya dalam perjalanan dari Yogyakarta,” kata Darraz.
“Dari Yogyakarta, beliau memesan dan memilih tempat penginapan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, yang jaraknya dekat dengan stasiun KRL Tebet. Tujuannnya supaya keesokan harinya beliau bisa berangkat pagi dari penginapannya menuju Bogor,” lanjut cerita Darraz
Menurut dia, meskipun Buya Syafi’i Maarif sudah disediakan fasilitas mobil untuk menuju Istana Kepresidenan Bogor, tetapi Buya Syafi’i Maarif menolaknya, dan memilih naik kereta. Alasannya supaya tidak merepotkan orang lain.
Padahal kata Darraz, Buya Syafi’i sendiri saat berjalan harus membawa tongkat di tangan kirinya. Tapi pria kelahiran 31 Mei 1935 ini tetap memilih untuk berjalan kaki.
“Banyak orang yang tahu jiwa beliau seperti itu. Sangat sederana. Karena kesederhanaannya itu banyak orang yang menaruh simpati, dan patut diteladani jiwa kepemimpinannya sebagai pemimpin agama,” ungkap Darraz.
Sehari-hari di rumahnya, menurut dia, Buya Syafi’i Maarif kalau mau ke pasar atau belanja ke toko swalayan di komplek perumahan, atau pergi ke bank, sering berjalan kaki. Kadang kalau bepergian agak jauh, suka naik sepeda.
“Karena seorang tokoh dikenal, ada orang yang heran, melihat Buya naik sepeda. Padahal keseharian Buya memang seperti itu. Ini bukan pencitraan. Bukan juga sesuatu untuk pamrih. Tapi jiwa beliau seperti itu,” cerita dia.
Suatu hari di Yogyakarta, Buya Syafi’i Maarif pernah menolak saat ada seseorang ingin membantu membawakan tasnya. Bahkan dia sering diajak mahasiswanya untuk makan bersama di angkringan. Meski dia tokoh yang sudah dikenal, tapi dia tidak malu makan di warung kaki lima.
Karier
Mendiang mengawali karier akademisnya di Universitas Cokroaminoto dan meraih gelar sarjana muda pada 1964 serta menamatkan gelar sarjana penuh pada 1968 di IKIP Yogyakarta yang sekarang menjadi Universitas Negeri Yogyakarta.
Selain itu, ia juga meraih gelar doktor dari Department of History, Ohio State University, dan gelar doktor di Universitas Chicago dengan bimbingan dari salah satu intelektual Muslim terkemuka, Fazlur Rahman yang juga menjadi pembimbing dari Nurcholish Madjid.
Ia pernah menjadi dosen di sejumlah universitas, seperti Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret Surakarta, bahkan menjadi Profesor Tamu di McGill University selama tahun 1992 sampai 1994. Ia menjadi Profesor Filsafat Sejarah di IKIP Yogyakarta pada 1996.
Selama menjadi mahasiswa, Buya Syafi’i pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan selanjutnya meniti karier di dunia jurnalistik yang menjadi redaktur Suara Muhammadiyah, dan menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Intelektual Muslim asal Minangkabau ini juga pernah menjadi Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah usai Amien Rais, yakni pada 1998-2005. Selain itu juga pernah menjadi Presiden World Conference on Religion for Peace.
Buya Syafi’i Maarif produktif menulis buku, seperti Islam dalam Bingkai Keindonesiaan; Percaturan Islam dan Politik; Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara; Krisis Arab dan Masa Depan Dunia Islam; Membumikan Islam; Mencari Autentisitas dalam Dinamika Zaman; Menerobos Kemelut; Islam & Politik; dan Tuhan Menyapa Kita.
Kebanyakan karya dari tokoh Muhammadiyah itu mengulas tentang persinggungan antara Islam dengan politik, terutama kaitannya dengan permasalahan di Indonesia yang bertujuan untuk mencari titik temu di antara keduanya.
Adapun Maarif Institute didirikan untuk menghormati rekam jejak Buya Syafi’i dalam membawa kajian-kajian kontemporer Islam dalam dunia politik di Indonesia.
Almarhum Ahmad Syafi’i Maarif akan dikebumikan di pemakaman Khusnul Khatimah di Dusun Donomulyo, Kabupaten Kulonprogo, selepas Shalat Jumat.
RAFIKI ANUGERAHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA