Setelah penerapan PSBB dicabut, pedagang pasar tradisional nampak sudah mulai melakukan aktifitas. Ini menunjukkan kegiatan ekonomi di sektor perdagangan mulai bergerak.
Indonesia masih bisa menghindari resesi jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III ini secara tahunan (y-o-y) positif
JAKARTA, jurnal9.com – Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Arif Budimanta menegaskan Indonesia belum mengalami resesi meski pertumbuhan ekonomi di kuartal II (April-Juni) 2020 terkontraksi minus 5,37 persen secara tahunan (year on year/y-o-y).
Sesuai konsesus global, resesi ekonomi adalah laju ekonomi negatif secara dua kuartal berturut-turut dalam perhitungan tahunan (y-o-y), bukan secara kuartal (q-t-q). Sementara laju ekonomi Indonesia secara tahunan (y-o-y) baru terjadi kontraksi pada kuartal II 2020. Adapun pada kuartal I 2020, ekonomi Indonesia masih tumbuh positif 2,97 persen (y-o-y).
“Jika sebuah negara mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut dihitung secara kuartalan (q-t-q), bukan secara tahunan (y-o-y), maka itu belum bisa disebut mengalami resesi,” ujar Stafsus Presiden ini di Jakarta, Senin (10/8).
Arif mengatakan Indonesia masih berpeluang lolos dari ancaman resesi ekonomi, jika pada kuartal III 2020, laju ekonomi bisa kembali bergerak ke zona positif, seperti yang terjadi di kuartal I 2020.
“Indonesia masih bisa menghindari resesi jika pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal III ini secara tahunan (y-o-y) dapat mencapai nilai positif,” ujar dia.
Pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal II 2020 telah diprediksi sebelumnya sebagai konsekuensi dari adanya pandemi covid-19 akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pada kuartal III, Arif meyakini, Indonesia berpeluang membawa laju Produk Domestik Bruto (PDB) ke level positif setelah bergeraknya lagi aktivitas perekonomian dengan protokol kesehatan sesuai tatanan new normal.
“Pertumbuhan negatif atau kontraksi ekonomi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, hampir seluruh negara mengalami hal serupa, bahkan dengan kontraksi yang lebih tajam seperti yang terjadi di Uni Eropa dengan -14,4 persen, Singapura -12,6 persen, Amerika Serikat -9,5 persen, Malaysia -8,4 persen,” ujar dia.
Menurut Arif, hal itu menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain, karena sejak awal Presiden Joko Widodo menginstruksikan penerapan kebijakan kontra-siklus (counter cyclical) untuk mendorong ekonomi domestik, khususnya konsumsi masyarakat, agar tidak terjadi kontraksi lebih dalam.
Pada Juli 2020 atau awal kuartal III 2020, Arif menyebut sudah ada sinyalemen pemulihan ekonomi, yang tercermin dari kinerja industri manufaktur dan pertumbuhan kredit perbankan. Karena itu jika momentum pemulihan bisa terus berlanjut, maka di kuartal III 2020, ekonomi Indonesia bisa segera pulih.
“PMI (Prompts Manufacturing Index) yang meningkat dari 39,1 pada bulan Juni menjadi 46,9 pada bulan Juli dan diharapkan bulan ini sudah bisa di atas 50. Demikian juga pertumbuhan kredit perbankan yang mulai ada tanda perbaikan pada bulan Juli lalu,” ujar dia.
Istana memandang potensi ekonomi dalam negeri harus terus dioptimalkan untuk dapat menopang perekonomian agar dapat tumbuh positif. Konsumsi masyarakat, belanja pemerintah maupun investasi domestik harus digencarkan agar roda-roda perekonomian dapat bergerak.
“Inilah yang menjadi concern Presiden agar stimulus yang ada dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) segera dilakukan, bantuan sosial, program padat karya, bantuan pembiayaan, dan stimulus lainnya akan dilakukan dengan cepat, agar masyarakat dan pelaku usaha segera merasakan manfaatnya dan Indonesia terhindar dari ancaman resesi ekonomi,” ujarnya.
Ant I ARIEF RAHMAN MEDIA