Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan
JAKARTA, jurnal9.com – Hasil quick count (hitung cepat) yang dilakukan sejumlah lembaga survei telah selesai. Seluruh lembaga survei itu telah menempatkan pasangan calon capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka unggul.
Namun dua paslon capres-cawapres: Anies-Muhaimin tak mau menerima hasil sejumlah lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Gibran tersebut. Alasannya sejumlah lembaga survei itu dianggap telah merekayasa hasil penghitungan suara pemilihnya. Karena angka perolehan suara, selisihnya sangat jauh: Prabowo-Gibran berkisar 57,95 persen, Anies-Muhaimin 24,48 persen, dan Ganjar-Mahfud 17,57 persen.
Hasil hitung cepat ini dianggap lebih memihak Prabowo-Gibran. Dan dicurigai bermain curang dengan menggelembungkan suara melalui hasil survei.
Paslon no urut 1 capres cawapres Anies-Muhaimin melalui juru bicara Tim Hukumnya, Bambang Widjojanto mencurigai Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU untuk mengubah data penggelembungan angka hasil pemungutan suara.
Bambang mengatakan terdapat kejanggalan Sirekap karena ada perbedaan jumlah perolehan total suara di KPU dengan data yang ada di setiap TPS. “Mestinya harus diaudit dari IT tim independent,” ucap Bambang.
Tuduhan Bambang ini langsung direspon Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. “Sirekap bukan penentu rekapitulasi. Penentu hasil pemilu melalui penghitungan manual,” tegasnya.
“Ini sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, penentu hasil Pemilu melalui manual rekapitulasi. Jadi bukan sirekap. Sirekap hanya alat bantu,” kata Rahmat menegaskan lagi.
Begitu pun paslon no urut 3 capres-cawapres Ganjar-Mahfud di internal sendiri kedua paslon ini ada perbedaan sikap dalam menghadapi hasil pemungutan suara pilpres. Sampai belakangan ini keduanya diisukan hubungannya retak. Seusai pemungutan suara, keduanya sudah tak saling bertemu lagi. Meski Mahfud sendiri membantahnya.
Ganjar tak menyukai ucapan Mahfud yang mengeluarkan pernyataan, “setiap pemilu pihak yang kalah selalu menuduh yang menang itu curang,” demikian ucapan Mahfud.
“Memang saya pernah mengatakan setiap pemilu, pihak yang kalah selalu menuduh yang menang itu curang,” ungkap Mahfud saat ditemui wartawan usai menghadiri acara pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (FK UI) di Jakarta, Sabtu (17/2/2024).
Memang Mahfud mengakui pihak yang kalah selalu punya pikiran. “KPU selalu dianggap tidak benar di mata orang yang kalah,”
Ucapan Mahfud MD ini dinilai banyak orang sangat bijak dan menunjukkan sikapnya yang ksatria.
“Pokoknya KPU itu nggak ada benarnya di mata orang yang kalah. Dan orang yang kalah itu selalu menyerang, bukan malah memberi masukan yang bagus,” tegas Mahfud.
Tetapi sikap Mahfud ini mendapat pujian dari sejumlah netizen. “Tapi bener loh, cuma pak mahfud yang ga ngomentari tentang hasil QC [quick qount], salut,” tulis @ariira****
“Menang merayakan, kalah mencari alasan,” tulis @ivanfr****
“Waduuhh pak @mohmahfudmd gimana ini pak, monggo dikroscek,” tulis @kat****
Pikiran Ganjar menganggap hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei itu sebuah anomali antara hasil suara Pilpres dan pemilihan legislatif (Pileg) di pemilu 2024 ini. Sebab, perolehan suara Ganjar-Mahfud MD rendah di sejumlah wilayah basis massa PDI-P.
Ganjar mengaku PDI-P masih unggul secara nasional, termasuk di wilayah-wilayah kandang banteng. “Tapi hasil quick count itu tak sesuai dengan kondisi partai yang masih unggul. Jadi kita tunggu hasil real count KPU ya. saya yakin perolehan PDI-P, masih tinggi, kalau enggak salah masih nomor satu ya. Jadi kalau melihat ini, agak anomali dengan suara saya,” kata Ganjar kepada wartawan, Kamis (15/2/2024).
Ganjar menyebut kandang banteng seperti Jawa Tengah, Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hingga Nusa Tenggara Timur (NTT), pada hasil quick count, justru dikuasai oleh suara pasangan Prabowo-Gibran. “Ini di mana letak kesalahannya. Ini yang heran saya. Kami menunggu temuan teman-teman di lapangan. Apakah benar ada kecurangan secara struktur dan masif?,” ucapnya.
Menurut Ganjar, pihaknya kini tengah menyelidiki penyebab anomali tersebut. “Maka hari ini sedang diselidiki oleh kawan-kawan, mudah-mudahan nanti ketemu apa faktornya,” ujar dia.
“Sepertinya, split tiketnya agak terlalu lebar,” kata mantan Gubernur Jawa Tengah ini.
Sementara itu Mahfud sendiri melalui akun X-nya, @mohmahfudmd, Mahfud menyatakan pemilu sudah usai.
“Kita semua tinggal menunggu hasil akhir yang akan diumumkan oleh KPU.
Tetapi peneliti Litbang Kompas Bestian Nainggolan menilai, tidak ada anomali dalam perolehan suara PDI Perjuangan dengan hasil suara Pilpres nomor urut 3 Ganjar-Mahfud yang diusungnya..
Karena perolehan suara Ganjar dan PDI-P sama-sama turun dibandingkan hasil survei maupun pemilu sebelumnya, meski PDI-P berada di posisi teratas menurut hasil quick count sementara.
“Saya tidak melihat sebagai suatu anomali. Kalau dikatakan anomali, kalau presidennya dengan partainya dalam proporsi yang sama, lha.. ini kan partainya turun juga, kecuali kalau partainya naik, calonnya turun, itu anomali,” kata Bestian yan dikutip dari Kompas.com.
Bestian menjelaskan, perbandingan suara antara PDI-P dan Ganjar pun berada di kisaran yang sama 16-17 persen, sehingga tak bisa ini disebut sebagai anomali.
“(misal) PDI-P menang sampai 50 persen, kemudian tiba-tiba capres yang diusungnya tidak sampai 50 persen, tidak menang, itu anomali. Tapi ini kan perolehan suara caleg PDIP dan capres-cawapresnya sama 16-17 persen, segitu-segitu juga,” kata dia menegaskan lagi.
Melihat hasil hitung cepat sementara ini, menurut Bestian, justru menunjukkan hasil perolehan suara PDI-P dan Ganjar sama-sama didukung oleh pemilih yang identik. “Tokoh ini, calon ini diusung partai ini (PDIP) tidak punya pendukung lain lagi, jadi pendukungnya sama,” kata Bestian.
Buktinya PDI-P masih mendapatkan suara terbanyak, tetapi hasil perolehan suara calon presiden yang diusungnya berada di posisi buncit.
Menurut dia, PDI-P masih dapat bertahan karena didukung oleh kelompok yang ideologis, sedangkan kelompok pemilih Ganjar tergerus akibat arah dukungan Presiden Jokowi ke Prabowo-Gibran. Padahal sebelumnya Jokowi identik dengan PDI-P.
Begitu pun paslon Anies-Muhaimin, perolehan suaranya akan sama atau tidak jauh dari hasil perolehan suara partai pengusungnya: NasDem (9,94%), PKS (8,40%), dan PKB (10,73%). Dari tiga partai pengusung ini hanya PKB yang suaranya mencapai10 persen. Sedangkan PKS dan NasDem perolehan suaranya berkisar 7-9 persen.
Melihat angka perolehan suara partai pengusung ini akan sama atau tidak jauh dengan hasil perolehan suara capres-cawapres. Kalau Tim AMIN mengklaim suaranya bisa melebihi paslon no urut 2, tentunya mereka semestinya bisa menghitung dari suara partai pengusung.
Ketiga partai pengusung Anies-Muhaimin ini perolehan suaranya masih di bawah Partai Golkar (14,59%), Partai Gerindra (13,51%), Partai Demokrat (7,60%) dan PAN (7,06%). Suara partai pengusung Prabowo-Gibran ini sudah memenuhi parliamentary threshold.
Berdasarkan hasil quick count Litbang Kompas per Jumat siang pukul 13.08 WIB dengan jumlah sampel masuk 99,70 persen, pasangan Prabowo-Gibran unggul dengan perolehan suara 58,45 persen. Sedangkan, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin ada di peringkat kedua dengan 25,23 persen, diikuti Ganjar-Mahfud dengan 16,32 persen.
Sementara dari penghitungan suara resmi atau real count KPU berdasarkan data terakhir pada Sabtu (17/2/2024) pukul 17.00 WIB dengan data yang masuk sebesar 65,59 persen, menunjukkan, pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran unggul sementara dari kedua pasangan lainnya.
Anies-Muhaimin: 20.601.782 suara (24,5 persen), Prabowo-Gibran 48.677.424 suara (57,9 persen) dan Ganjar-Mahfud: 14.793.044 suara (17,6 persen).
Jumlah perolehan tersebut berasal dari 539.983 dari total 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) atau 65,59 persen di seluruh Indonesia maupun di luar negeri. Meski demikian, hasil perolehan suara tersebut belum merupakan hasil akhir.
KPU masih akan melakukan rekapitulasi secara berjenjang dari Kamis (15/2/2024) hingga Rabu (20/3/2024). Sementara itu, penetapan hasil Pemilu 2024 dilakukan paling lambat tiga hari setelah memperoleh surat pemberitahuan atau putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
ARIEF RAHMAN MEDIA