Jurnal9.com
HeadlineLifeStyle

Awas Lho! Banyak Milenial yang Kurang Gerak, Terserang Stres dan Risiko Hipertensi

Ilustrasi seorang pekerja muda yang mengalami stres karena beban pekerjaan yang terus bertambah dalam kehidupan sehari-harinya.

JAKARTA, jurnal9.com –  Hipertensi yang selama ini banyak diderita orang yang berusia lanjut, ternyata selama masa pandemi ini menunjukkan peningkatan sebanyak 34 persen kaum milineal (berusia di atas usia 18 tahun) mengalami hipertensi. Angka ini naik dibandingkan 2013 hanya 14,5 persen.

Selain tuntutan pekerjaan, masa pandemi-19 juga menjadi penyebab para milenial (mereka yang lahir tahun 1981-1996) terserang stres. Sehingga menempatkan anak muda milenial ini pada risiko yang mudah terserang hipertensi.

Data sebuah studi menunjukkan, sekitar 92 persen para milenial berpikir covid-19 bisa mengganggu kesehatan mental mereka.

Sekarang hipertensi menjadi salah satu penyakit yang juga menyerang para milenial yang berusia 22-40 tahun.

Dua di antara penyebabnya adalah stres karena beban pekerjaan dan kurang bergerak. Demikian kesimpulan yang disampaikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Badai Bhatara Tiksnadi, dalam acara “OMRON Virtual Media Briefing bersama YJI (Yayasan Jantung Indonesia) dan PERKI di Jakarta, Kamis (3/6/2021)

“Gaya hidup yang tidak aktif, WhatsApp-an bisa setengah jam hingga satu jam, beban pekerjaan yang terus bertambah jadi bagian dari hidup sehari-hari, ini akan memicu stres, ” kata Badai.

Selain itu pola makanan terutama tinggi garam, gorengan, jeroan, konsumsi minuman beralkohol, kegemukan dan merokok di kalangan milenial pun menjadi penyebab risiko terkena hipertensi.

“Makanan (gorengan dan jeroan) ini kalau sudah ada [di depan] kita sulit ditolak. Dan saat mereka makan, mereka tidak menyesal. Sulit dihindari. Makan jenis [gorengan dan jeroan] ini banyak di populasi kita,” tutur Badai.

Baca lagi  Pemerintah Fasilitasi Produk UMKM Masuk Kanada lewat e-dagang

Ketua Yayasan Jantung Indonesia (YJI), Esti Nurjadin juga menjelaskan bahwa kenaikan prevalensi hipertensi di kalangan milenial, antara lain disebabkan gaya hidup dalam level stres tinggi, tingginya konsumsi minuman beralkohol, merokok, konsumsi garam, gula dan lemak. Apalagi ditambah tubuh kurang bergerak.

“Selain stres pekerjaan, mereka (milenial) berada dalam usia sudah berkeluarga dan punya anak, jadi mereka juga menjadi guru di rumah [tanggungjawab keluarga]. Selama pandemi ini stres mereka makin bertambah, karena tidak bisa bersosialisasi seperti sebelumnya,” kata Esti.

Jika  para milenial ini sudah terlanjur menerapkan gaya hidup tak sehat, lalu berubah; semisal berhenti merokok, maka bisa berdampak positif pada kesehatan mereka.

“Kalau berhenti [merokok] setelah rutin merokok, maka efek rokok pulih baru 10-15 tahun. Sehingga tidak bisa hilang [dalam waktu cepat] karena terakulumasi yang menyebabkan perubahan di paru-paru, beberapa kadang irreversible,” tutur Badai.

Hipertensi terjadi saat tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Penyakit ini sering disebut sebagai the silent killer karena tanpa keluhan. Tetapi bisa tiba-tiba menyebabkan serangan jantung atau stroke.

Badai mengatakan, hipertensi baru timbul gejalanya, jika sudah berat atau merusak organ penting; seperti jantung dan ginjal. Keluhannya seperti pusing, sesak, berdebar, buang air kecil menjadi sedikit, hingga nyeri dada.

RAFIKA ANUGERAHA M

Related posts

Orang yang Menderita Nyeri Sendi Bisa Disebabkan Depresi?

adminJ9

Emma Raducanu Tak Pernah Bermimpi Bisa Melaju ke Final Tenis AS Terbuka

adminJ9

DPR: Aturan PSBB Pusat dan Daerah Tak Sinkron Bikin Masyarakat Bingung

adminJ9

Leave a Comment