Jurnal9.com
Headline News

Yusril: Perselisihan Pemilu Tak Bisa Gunakan Hak Angket DPR, Ini Penjelasan Undang-Undangnya

Yusril Ihza Mahendra

JAKARTA, jurnal9.com – Calon presiden (capres) Ganjar Pranowo yang mendorong penggunaan hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres 2024. Ganjar yang berpasangan dengan Mahfud MD hanya memperoleh suara berkisar 17 persen.

Karena perolehan suaranya yang jauh di bawah paslon Prabowo-Gibran (58.91%), dan paslon Anies-Muhaimin (24.09%), Ganjar kemudian menuduh adanya kecurangan dalam perolehan suara Pilpres.  Menurut Ganjar, hal ini berdasarkan laporan hasil temuan saksi-saksi dari PDI-P di lapangan.

“Kalau melihat hasil suara Pilpres ini, saya menganggap terjadi situasi anomali. Anda percaya suara saya segitu?,” ucap Ganjar dengan nada bertanya kepada wartawan

Melihat keganjilan atau anomali pada perolehan suara Pilres 2024 ini, Ganjar menaruh curiga ada kecurangan. Sehingga untuk mengungkap kecurangan ini perlu penggunaan hak angket DPR.

“Hak angket DPR ini bisa jadi salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban para penyelenggara pemilu. Saya mendapat laporan dari teman-teman di lapangan, kalau dalam pemilu kali ini ditemukan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif,” ucap Ganjar.

Padahal hasil penelitian Litbang Kompas, seperti dijelaskan Bestian Nainggolan, tidak ada anomali dalam perolehan suara Pilpres untuk Ganjar. Sebab perolehan suara Ganjar dan PDI-P hasilnya menunjukkan penurunan.

“Meski perolehan suara PDIP masih teratas menurut hasil quik count maupun real count KPU, suara Ganjar dan PDI-P sama-sama berkisar 16-17 persen. Kalau suara PDI-P turun dibandingkan pemilu sebelumnya,” ungkap Bestian.

Hasil perolehan pemilu sekarang, menurut peneliti Litbang Kompas ini, perbandingan suara Ganjar dan PDI-P sama-sama berkisar 16-17 persen. “Ini menunjukkan suara Ganjar dan suara PDIP pemilihnya sama. Tidak punya pendukung lain lagi. Jadi pendukung yang memilih Ganjar dan PDIP, sama orang-orangnya. Pemilih PDI-P dan pemilih Ganjar, ya sama itu itu juga,” tegasnya.

“Jadi tidak ada terjadi anomali dalam perolehan suara Ganjar di Pilpres,” ia menambahkan.

Karena sama-sama kalah dalam perolehan suara Pilres dari paslon Prabowo-Gibran, Anies pun punya kecurigaan yang sama dengan Ganjar. Karena itu Anies pun turut mendukung ide Ganjar untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres ini. “Apalagi partai pengusung Ganjar memiliki kekuatan besar di parlemen,” ungkap Anies Baswedan.

Menanggapi ide Ganjar itu, anggota DPR Fraksi Golkar, Nusron Wahid merespon usulan Ganjar soal hak angket DPR tesebut. Maksud Ganjar untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu.

“Kami di DPR tak ingin bicara banyak soal wacana Ganjar itu. Karena hak angket itu adalah hak dari DPR. Bukan hak Ganjar Pranowo. Itu jawaban kami,” cetus Nusron.

Kemudian Ganjar merespon jawaban Nusron Wahid itu. “Kalau DPR tidak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR,” lanjut Ganjar.

Memang usulan untuk mendorong hak angket DPR dalam penyelenggaraan pemilu, baru terjadi kali ini. Sebelumnya tak pernah terjadi. Sehingga menimbulkan pertanyaan di publik. Apa yang dimaksud hak angket DPR yang diusulkan Ganjar?

Mahfud sendiri yang menjadi pasangan Ganjar, tidak mau banyak berspekulasi dengan wacana hak angket DPR itu. “Saya kan bukan anggota partai politik, sehingga tak bisa banyak bicara soal hak angket,” ungkapnya.

Dia menjelaskan hak angket merupakan tugas DPR. Dan di DPR itu berisi partai-partai politik.

PPP yang juga berkoalisi dengan PDI-P untuk mengusung Ganjar, justru tidak setuju untuk mendukung penggunaan hak angket DPR.  Hal itu disampaikan Ketua Majelis Kehormatan PPP, KH Zarkasih Nur dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (22/2/2024).

“Hak angket harus dipikirkan matang-matang. Tidak perlu mengambil sikap sejauh itu.  Sebab, kalau memang ada dugaan kecurangan pemilu, kan sudah ada jalurnya lewat MK,” tegasnya.

Baca lagi  Presiden Jokowi: Perekonomian Ibarat Komputer, Sedang Hang

Ia meminta jajaran DPP PPP agar kembali ke khittahnya: untuk menjunjung tinggi kepentingan umat, meletakkan persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia di atas segalanya. “Sebab proses hak angket DPR ini akan berlarut-larut. Dan bisa berpotensi pada perpecahan. Saya menyarankan kawan-kawan di DPR harus berpikir matang. Jangan sampai terkoyak karena hak angket,” tutur KH Zarkasih Nur.

Apa itu hak angket

Kalau menyimak dari laman resmi DPR RI, disebutkan hak angket itu merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang (UU) atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Berbeda dengan pandangan ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebut pihak yang kalah di Pilpres tidak bisa menggunakan hak angket DPR untuk mengusut kecurangan pemilu.

“Apakah hak angket bisa digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu? Dalam hal ini pihak yang kalah di Pilpres. Kalau menurut saya tidak bisa,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (22/2/2024)..

Yusril menjelaskan dalam UUD 1945 telah mengatur khusus untuk perselisihan hasil pemilu, yaitu harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

“Berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 disebutkan salah satu kewenangan MK yakni mengadili perselisihan hasil pemilu. Dalam hal ini Pilpres, pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat,” jelas Yusril.

Perumus amandemen UUD 1945, kata dia, memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yaitu melalui MK.

“Ini maksudnya agar perselisihan itu segera berakhir. Dan diselesaikan melalui badan peradilan, sehingga tidak menimbulkan kekosongan kekuasaan, jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut,” papar ahli Hukum Tata Negara ini.

“Karena itu saya melihat jika UUD 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK. Jadi penggunaan hak angket DPR tidak dapat digunakan,” kata Yusril menegaskan.

Alasannya penggunaan angket itu bisa memakan waktu lama dalam proses untuk menyelidiki perselisihan pemilu. Tidak jelas kapan proses penyelidikan bisa berakhir sesuai waktu. Padahal dalam perselisihan Pilpres ini harus segera diselesaikan tidak melampaui tanggal 20 Oktober 2024.

“Kalau diselesaikan lewat angket DPR akan berlarut-larut lama. Bisa jadi saat jabatan Presiden Jokowi itu sudah berakhir pada 20 Oktober 2024, hasil angket belum selesai. Presiden yang baru belum dilantik. Maka akan terjadi vakum kekuasaan. Itu yang menjadi pertimbangan, kalau perselisihan Pemilu harus diselesaikan melalui MK,” kata Yusril.

Sedangkan hasil angket DPR, menurut dia, hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR. “Bedanya kalau putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres sudah jelas menciptakan kepastian hukum,” kata Yusril menjelaskan.

“Kalau penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian. Dan bisa berpotensi menimbulkan chaos,” ia menambahkan.

Apalagi kalau tujuannya ingin memakzulkan Presiden Jokowi lewat hak angket DPR, kata Yusril, pasti akan berpotensi menimbulkan chaos. Karena proses pemakzulan sendiri membutuhkan waktu relatif panjang. Tidak jelas kapan waktunya bisa selesai. Karena tidak diatur waktunya.

“Iya proses pemakzulan itu kan dimulai dari hak angket DPR. Seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR. Ini kalau presiden dianggap telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 1945,” papar Yusril.

RAFIKI ANUGERAHA M  I  ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

Lionel Messi, Legenda Barcelona itu Tolak Perpanjang karena Gajinya Dipotong 50%?

adminJ9

Sambo Ajukan Banding Usai Diberhentikan Tidak Hormat: Dipecat Sebagai Polri

adminJ9

Kasus Positif Covid-19 Meningkat, Menag Imbau Umat Patuhi Protokol Kesehatan

adminJ9