Rasmus Paludan yang membakar Alquran di Swedia
BRUSSELS, jurnal9.com – Rasmus Paludan, seorang berkewargaan negara Denmark-Swedia ini diduga menjadi pemicu kerusuhan aksi pembakaran Alquran di beberapa kota Swedia sejak Kamis (14/4/2022) lalu.
Siapa Rasmus Paludan? Kenapa melakukan aksi kerusuhan dengan aksi membakar Alquran?
Dikutip dari AFP, Paludan adalah seorang pengacara dan YouTuber yang belakangan ini berniat terjun ke dunia politik. Namun ia gagal mencalonkan diri dalam pemilu legislatif Swedia September mendatang. Melalui Partai Stram Kurs yang dipimpinnya, Paludan gagal maju dalam legislatif karena tak memiliki jumlah dukungan untuk pencalonan dirinya.
Sejak gagal itu ia kelihatan frustrasi, kemudian menggalang kelompok sayap kanan dan anti-Islam Denmark untuk melakukan aksi pembakaran Alquran. Aksi yang menyulut kerusuhan di kota-kota Swedia sejak Kamis (14/4/2022) itu terus berlanjut hingga pada Minggu (17/4/2022)
Sebelum kejadian kerusuhan tersebut, Paludan sedang melakukan tur di Swedia. Di negara itu ia mengunjungi kawasan yang mayoritas berpenduduk muslim. Berawal di tempat itu dia lalu melakukan provokasi dengan aksi membakar Alquran.
Akibat provokasi Paludan itu memancing kerusuhan yang meluas di beberapa kota. Sehingga menyebabkan tiga orang menderita luka-luka terkena peluru polisi saat terjadi insiden bentrokan massa dengan aparat keamanan setempat. Dan 12 petugas polisi juga terluka dalam aksi bentrok itu.
Pada hari Kamis (14/4) dan Jumat (15/4) lalu, kelompok yang dipimpin Paludan melakukan siaran langsung via video streaming dalam melakukan aksi provokasinya yang bernada rasial.
Paludan yang juga sebagai Youtuber dikenal sering kali melakukan aksi menyebarkan kebencian seperti itu.
Catatan di kepolisian Swedia, pada tahun 2019, dia pernah membakar Alquran yang dibungkus dengan daging babi. Aksi itu membuat pemerintah setempat marah dan memblokir akun Facebook-nya setelah memuat postingan yang mengaitkan dengan kebijakan imigrasi dan kriminalitas.
Pria yang berprofesi pengacara dengan berkewargaan negara Swedia-Denmark itu terus menerus membuat onar dan menyebar kebencian di negaranya. Akibat sikap permusuhannya terkait aksi pembakaran Alquran di Malmo pada 2020 lalu, ia dilarang masuk ke Swedia selama dua tahun.
Selama melarikan diri dari negaranya, kemudian pada November 2020, Paludan ditangkap di Prancis dan dideportasi.
Kecaman dari sejumlah negara
Setelah serangkaian insiden itu, Kementerian Luar Negeri Irak mengatakan telah memanggil kuasa usaha Swedia di Baghdad pada Minggu (17/4/2022).
Kemlu Irak memperingatkan bahwa masalah itu bisa berdampak serius pada hubungan antara Swedia dan umat Islam dengan negara-negara Arab, komunitas muslim di Eropa dan banyak negara muslim lainnya di dunia
Pemerintah Iran pun mengeluarkan reaksi keras atas apa yang dilakukan Paludan yang gagal dalam berkarier politik tersebut.
Sejumlah saluran televisi Iran mengutip Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh yang mengutuk penghinaan atas pembakaran Alquran di Swedia.
Juru Bicara Pemerintah Iran Ali Bahadori Jahromi mengatakan bahwa kebebasan berekspresi telah menjadi alat untuk memicu ekstremisme dan rasisme di Barat.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, juga mengecam aksi Paludan dan kelompoknya.
“Menggunakan argumentasi kebebasan berekspresi untuk melecehkan agama dan kepercayaan satu kelompok adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan terpuji,” kata Kemenlu RI dalam sebuah pernyataan di situs web resminya.
Sikap polisi Swedia
Reuters melaporkan aksi membakar Alquran yang dilakukan Paludan dan kelompoknya di penjuru Swedia itu mendapat izin dari pihak yang berwenang setempat.
Polisi pun terlihat mengawal Paludan saat dia membakar Alquran di Linkoping Kamis lalu. Sikap polisi Swedia yang memberi izin aksi itu mendapat kecaman dari berbagai negara.
Politisi kelahiran Turki Mikail Yuksel, yang mendirikan Partai Berbeda Warna di Swedia, mengatakan provokasi Islamofobia dari Paludan di bawah perlindungan polisi terus berlanjut di kota-kota Swedia.
“Di Swedia, yang membela hak asasi manusia, kebebasan beragama dan hati nurani, Al-Qur’an justru dibakar di lingkungan muslim di bawah perlindungan polisi,” katanya seperti dikutip kantor berita Turki, Anadolu.
Dia pun menyayangkan bahwa polisi hanya menyerukan umat Islam untuk menggunakan akal sehat saat kitab suci mereka dibakar tepat di depan mata mereka.
ARIEF RAHMAN MEDIA