Jimly Asshiddiqie, pakar Hukum Tata Negara
JAKARTA, jurnal9.com – Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum KPU RI untuk menunda tahapan Pemilu 2024 menuai kontroversial. Bahkan muncul kecurigaan dari kalangan politisi jika putusan PN ini dikaitkan dengan isu penundaan Pemilu yang belakangan sering dihembuskan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Yanuar Prihatin menganggap putusan PN Jakpus itu seakan membenarkan asumsi publik bahwa ada kekuatan yang menghendaki Pemilu 2014 ditunda.
“Putusan PN Jakpus ini bikin kacau situasi politik dan kondisi bangsa. Ini menunjukkan ada kekuatan yang tak berhenti untuk mencari celah penundaan Pemilu 2024,” ujar Yanuar kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Melihat gerakan itu, kata dia, ternyata isu penundaan pemilu itu tidak hanya melibatkan Mahkamah Konstitusi (MK), tapi pengadilan pun ikut dilibatkan dalam persekongkolan ini.
“Bisa saja asumsi upaya penundaan pemilu itu pintu masuknya lewat parpol yang tidak lolos verifikasi. Nggak tahu, nanti siapa lagi yang akan ‘dipaksa’ masuk dalam persekongkolan penundaan Pemilu 2024 ini,” ungkap Yanuar.
Menurut Yanuar, upaya paksa menunda pemilu ini telah mengamputasi kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang. Bahkan partai politik yang menjadi unsur di dalamnya juga dikesampingkan.
“Ini merupakan kejahatan hukum yang dilakukan oleh pelaku yang punya kekuatan untuk menunda Pemilu 2024. Sehingga membuat DPR kehilangan kendali atas kewenangannya selaku pembuat undang-undang,” tegas politisi PKB ini.
“Ini juga merupakan proses alienasi lembaga legislatif untuk dikesampingkan dalam urusan ini. Parpol koalisi pemerintah dibikin tak berkutik menghadapi sepak terjang para ‘penjahat hukum’ ini,” lanjutnya.
Gugatan Partai Prima
Sebelumnya PN Jakarta Pusat memutuskan untuk mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pasca dinyatakan tak lolos ikut sebagai peserta Pemilu 2024.
Dalam putusannya PN Jakarta Pusat mengabulkan untuk menghukum KPU agar menunda pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.
Putusan tersebut dikeluarkan PN Jakarta Pusat pada Kamis (2/3/2023). Usai sebelumnya Partai Prima melayangkan gugatannya pada 8 Desember 2022 dengan nomor register perkara 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst.
Dalam perkara tersebut Partai Prima sebagai penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi sebagai perserta Pemilu 2024 oleh tergugat yakni KPU.
Kemudian dalam putusannya PN Jakpus menyatakan, KPU telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
Sampai akhirnya kemudian, PN Jakpus menyatakan, KPU sebagai tergugat dihukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari.
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” tulis putusan PN Jakpus tersebut
“Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);,” sambungnya.
Adapun berikut putusan lengkap PN Jakpus:
Dalam Eksepsi.
Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);
Dalam Pokok Perkara
1.Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat;
3. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada penggugat;
5. Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);.
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).
Hakim PN Jakpus layaknya dipecat
Menanggapi keputusan PN Jakarta Pusat itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie menilai hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan menghukum KPU RI untuk menunda tahapan Pemilu 2024, ini perlu dipertanyakan kapasitasnya sebagai hakim.
Hakim PN Jakpus ini, kata dia, tidak bisa membedakan urusan perdata dan urusan publik terkait keputusannya yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
“Hakimnya ini layak dipecat karena tidak professional. Dan tidak mengerti hukum Pemilu. Karena hakim ini tidak mampu membedakan urusan private (perdata) dengan urusan publik,” kata Jimly dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (3/3/2023).
Jimly menegaskan pengadilan perdata harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata. Sehingga sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang merupakan kewenangan konstitusional KPU.
“Kalau ada sengketa tentang proses kepesertaan partai, maka yang berwenang adalah Bawaslu dan PTUN. Bukan pengadilan perdata. Kalau ada sengketa tentang hasil Pemilu, ini wewenang MK,” kata Jimly.
Dia menyerukan kepada KPU agar melakukan banding atas putusan PN Jakpus tersebut. Bahkan, bila perlu sampai tahap Kasasi, sampai menunggu keputusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Hakim pengadilan, menurut mantan ketua MK ini, tidak memiliki wewenang memerintahkan KPU melakukan penundaan Pemilu.
“Hakim PN tidak berwewenang untuk memerintahkan penundaan Pemilu,” tegas Jimly.
RAFIKI ANUGERAHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA