Jurnal9.com
HeadlineNews

Pemerintah Anggap FPI Tak Miliki Legal Standing, Bagaimana Penjelasan Hukumnya?

Habib Rizieq Shihab (HRS) bersama pengikut Front Pembela Islam (FPI) dalam acara pengajian  

JAKARTA, jurnal9.com – Berawal FPI belum memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai ormas yang sudah habis masa berlakunya per Juni 2019, sehingga pemerintah akhirnya melarang dan membubarkan seluruh kegiatan ormas yang didirikan Habib Rizieq Shihab itu.

Mahfud MD sebagai Menko Polhukam menyatakan sejak 20 Juni 2019, secara de jure FPI sudah bubar sebagai ormas. Tetapi FPI tetap melakukan aktifitas yang dinilai melanggar ketertiban umum.

“FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas. Tetapi FPI tetap saja melakukan aktifitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum, seperti tindak kekerasan, sweeping, razia sepihak, provokasi dan sebagainya,” kata Mahfud dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (30/12).

“Pemerintah melarang aktifitas FPI. Dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI. Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa,” tegasnya lagi.

Bahkan Mahfud menyebutkan larangan itu diperkuat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 82/PUU XI/2013, FPI tak memiliki dasar hukum (legal standing) untuk melakukan kegiatan.

“Jadi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan MK No.82/PUU XI/ 2013 tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktifitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI,” ungkapnya.

Namun pihak FPI menyatakan ormas yang didirikan sejak 17 Agustus 1998 itu membantah jika awalnya dibilang tidak mengurus legalitas perizinan seperti SKT (Surat Keterangan terdaftar).

“FPI ini kan sudah berdiri sejak1998. Berarti sudah mengantongi SKT. Tapi ketika masa berlaku habis 2019 lalu, FPI saat mengajukan perpanjangan dipersulit oleh pemerintah.”

FPI mengutip pernyataan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Megeri, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo yang menyebutkan bahwa FPI menjadi ormas tak berbadan hukum dan belum memiliki izin tanpa SKT sebagai ormas.

Permendagri No. 57 tahun 2017 menyebutkan bahwa masa berlaku SKT ormas selama 5 tahun. Dan SKT milik FPI sudah habis masa berlakunya pada 20 Juni 2019 lalu.

“Permohonan perpanjangan SKT belum dikabulkan Kemendagri dengan alasan persyaratan kurang. Kemendagri akan mengembalikan berkas permohonan perpanjangan SKT itu ke FPI.”

Menurut Dirjen Polpum Kemendagri, berkas FPI dikembalikan karena ada syarat administrasi yang belum terpenuhi. “Setelah kita verifikasi masih banyak kekurangannya.”

“Kemudian kami kembalikan [berkasnya]. Berarti [FPI] belum punya SKT. Artinya mereka belum punya badan hukum. Belum punya perizinan,” tegas Soedarmo.

Menurut dia, FPI tetap boleh melakukan kegiatan atau program kerja yang telah dirancang. “Tidak melarangnya. Meskipun SKT-nya belum dikeluarkan pemerintah. Enggak ada masalah.”

Soedarmo mengatakan FPI bisa saja terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Tetapi FPI tetap tidak bisa disebut sebagai ormas, melainkan sebagai perkumpulan saja.

Ia menyatakan bahwa suatu kelompok bisa disebut ormas jika telah memiliki SKT dari Kemendagri. Itu berlaku bagi semua kelompok yang mengatasnamakan ormas.

Kemudian saat Menteri Dalam Negeri dijabat Tito Karnavian, pemerintah lebih memperketat lagi dengan mensyaratkan FPI agar memperoleh rekomendasi dari Kementerian Agama untuk perpanjangan izin SKT tersebut.

Ketika orang FPI menemui Menteri Agama (Menag) yang waktu itu dijabat Fachrul Razi, pada November 2019 lalu, Menag menyampaikan pemberitahuan jika surat rekomendasi perpanjangan izin FPI itu sudah diserahkan kembali kepada Kementerian Dalam Negeri.

“Kalau rekomendasi dari kami (terkait izin FPI) kan sudah diserahkan,” kata Fachrul Razi di Jakarta, Rabu (27/11/2019). “Surat itu sudah diserahkan ke Mendagri Tito Karnavian.”

Tito pun mengakui dirinya sudah menerima surat rekomendasi dari Menteri Agama soal perpanjangan izin ormas FPI itu. Namun surat dari Kementerian Agama tersebut masih dikaji oleh Kementerian Dalam Negeri. Dan Mendagri kemudian memberikan klarifikasi bahwa ada permasalahan yang ditemukan di tubuh FPI itu. Dia harus membicarakan hal itu secara lintas sektoral dengan beberapa kementerian terkait.

Melihat berbelit-belitnya urusan berkas FPI itu ternyata ada bocoran terkait visi dan misi ormas yang dipimpim HRS ini bermasalah. Hal itu akhirnya diungkapkan mantan Kapolri yang menyebutkan AD/ART FPI memiliki visi dan misi yang bertentangan dengan Pancasila. Misal mereka akan menerapkan Syariat Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiyyah. Ini kata Tito yang dianggap bertolak belakang dengan ketentuan.

Baca lagi  Mulai Hari ini Pemerintah Tetapkan FPI Sebagai Ormas Terlarang

Kemudian Tito memaparkan bocoran terkait AD/ART FPI yang belum disampaikan kepada Kemendagri.  “Ada kata-kata mengenai penerapan Islam secara kaffah. Ini teori teologinya bagus. Tapi ada temuan istilah dari FPI yang menyatakan NKRI bersyariah. Apa ini maksudnya?  Apakah ini akan diberlakukan prinsip syariah seperti di Aceh?,”  ungkapnya, (28 November 2019).

Karena terkait itu, Kemendagri melakukan klarifikasi dengan pihak FPI. Kemudian Kemendagri menyodorkan blanko surat pernyataan yang harus ditandatangani oleh FPI. Isi surat pernyataan tersebut menyangkut sebagai ormas harus mengikuti ketentuan yang mengaku setia kepada Pancasila dan NKRI.

Namun menurut Tito sampai berjalan hampir setahun, surat pernyataan itu belum direspon. Begitu pun AD/ART FPI sampai saat ini belum disampaikan kepada Kemendagri. “Kalau ada perubahan AD/ART [menyangkut visi dan misi], semestinya mereka harus munas (musyawarah nasional), sementara mereka belum munas,” jelasnya.

Ketika FPI dikonfirmasi soal adanya perubahan AD/ART terkait visi dan misi seperti disinggung Menteri Dalam Negeri tersebut, mereka tak merespon dan memberi jawaban.

Tak persoalkan SKT

Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar mengatakan organisasinya kini sudah tidak mempersoalkan memiliki SKT lagi, setelah ‘digantung’ pemerintah sejak tahun lalu.

“SKT FPI mau diterbitkan atau tidak diterbitkan, bagi FPI tidak ada manfaatnya sedikit pun. Tanpa SKT pun FPI tetap akan menjadi pembela agama dan pelayan umat,” tuturnya.

Tapi ia mempersoalkan narasi dari pemerintah yang seakan-akan hendak menggiring opini bahwa tanpa SKT FPI dapat dibubarkan. Padahal putusan MK Nomor: 82 PUU-IX/2013 terhadap tafsir pasal 10 mengenai Ormas tidak terdaftar atau tak memegang SKT. Tafsir MK menyanggah soal FPI dibubarkan hanya karena tak ada SKT. Pernyataan pemerintah, FPI tidak boleh melakukan kegiatan apa pun.

Aziz yang juga sebagai pengacara FPI itu menyebutkan digantungnya pengajuan perpanjangan SKT FPI tersebut, disebabkan Menteri Dalam Negeri periode 2014-2019, Tjahjo Kumolo mempersulit dengan berbagai alasan 20 syarat yang wajib dilengkapi. Waktu itu FPI baru memenuhi 10 syarat.

Namun Sekretaris Umum DPP FPI Munarman menepis bahwa pihak FPI tak memiliki ‘izin’ meski Kemendagri belum mengabulkan permohonan untuk mendapatkan SKT.

“Dalam UU Ormas tidak ada nomenklatur ‘izin’ atau perizinan. Rakyat harus mendapatkan edukasi politik yang benar. Penggunaan diksi ‘izin’ dalam berbagai public discourse harus segera dihentikan. Karena ini merupakan pembodohan terhadap bangsa,” ungkapnya.

Menurut Munarman, pelaksanaan hak-hak warga negara, termasuk berkumpul dan berorganisasi, seharusnya tak memerlukan perizinan dan pemerintah. “Jangan sampai bangsa yang sudah merdeka, tapi alam pikirannya masih di bawah kolonialisme. Yaitu pelaksanaan hak dasar warga negara secara normatif memerlukan izin dari penguasa.”

Dia menegaskan ormas terdiri dari dua jenis. Pertama, ormas berbadan hukum yang status badan hukumnya diperoleh dari Kemenkumham. Kedua, ormas tidak berbadan hukum. Sesuai UU No. 16 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Jika ormas yang mendaftar ke Kemendagri, lanjut dia, nantinya diberikan surat keterangan terdaftar (SKT). Bukan ‘izin’ keberadaan sebuah ormas.

Pertanyaannya jika tak memiliki SKT, apakah FPI dapat dibubarkan?
Dosen Hukum Tata Negara, Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Illahi, menilai meski dari sisi hukum administrasi negara, FPI sudah tidak mengantongi SKT, namun ormas tidak dapat dibubarkan.

Sebab menurut dia, pembubaran ormas harus melalui proses pengadilan karena berkaitan dengan konsep hak berserikat.

“FPI sebagai ormas tidak memiliki hak lagi mendapatkan dana dari pemerintah, karena masa berlaku SKT-nya sudah habis. Tapi kalau keputusan [pengadilan] membubarkan belum ada, berarti FPI masih dianggap legal,” ungkapnya.

Beni juga mengatakan ormas secara konstitusi dilindungi oleh Pasal 28 dan 28E Undang-Undang Dasar 1945. Regulasi pun menyatakan ormas tidak perlu mendaftarkan diri ke pemerintah. “Undang-Undang Ormas 17 Tahun 2013 yang kemudian dijadikan Perppu No. 2 tahun 2017 menegaskan ormas tidak perlu mendaftarkan diri.”

“Berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi negara tidak dapat menetapkan ormas tersebut sebagai ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum.”

ARIEF RAHMAN MEDIA

Related posts

Virus Tak Kelihatan Mata, Tapi Bunuh Manusia: Apa Bedanya Virus dan Bakteri? Ini Faktanya

adminJ9

Presiden Jokowi Hadiri Pembukaan Konferensi Besar XXIII GP Ansor 2020

adminJ9

Petinggi Disney asal AS Jadi CEO TikTok, Apakah ini Taktik China Lunakkan AS?

adminJ9

Leave a Comment