JAKARTA, jurnal9.com – Kementerian Koperasi dan UKM mendorong dan mendukung pelaku UKM memanfaatkan peluang ekspor ke pasar Eropa yang semakin terbuka pascapandemi Covid-19.
“Untuk meningkatkan nilai ekspor UKM ke Eropa diperlukan kerja sama dari berbagai pihak agar UKM tidak hanya sekadar dapat bertahan tapi juga mampu meningkatkan kualitas, sehingga dapat bersaing di pasar global khususnya di pasar Eropa. Terutama di masa pandemi Covid-19 yang membuat UMKM menjadi salah satu yang paling terdampak,” kata Deputi bidang Produksi dan Pemasaran KemenkopUKM, Victoria br Simanungkalit.
Hal itu disampaikan dalam Seminar Online Peluang Bisnis Pasca-Covid-19, Peluang Ekspor ke Eropa, yang diinisiasi Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) DPD DIY secara daring, Selasa (22/9).
Ekspor produk UKM ke berbagai negara saat ini semakin terbuka lebar. Victoria mencontohkan, pihaknya telah memberi dukungan terhadap upaya peningkatan ekspor UKM seperti yang telah dilakukan UKM di Bangka Belitung, mengekspor Lidi Nipah ke Nepal, PLB–commerce Marunda yang mengekspor 500 produk UKM ke PLB E–Commerce Ningbo di Tiongkok, serta dukungan kepada Sekolah Ekspor di SMESCO.
Kebijakan lain yang dilakukan pemerintah melalui KemenkopUKM di antaranya fasilitasi standardisasi global, pelibatan BUMN sebagai offtaker, Onboarding digitalisasi KUKM, fasilitasi promosi dalam maupun luar negeri, hingga menjadikan SMESCO sebagai center of excellence.
Pemerintah mengapresiasi semua berbagai pihak salah satunya Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) melalui kegiatan Seminar Online Peluang Ekspor Bagi UKM Indonesia ke Eropa.
“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini sebagai upaya edukasi dan promosi bagi UMKM untuk menciptakan pasar di negara-negara Eropa,” katanya mewakili Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Victoria menjelaskan hingga saat ini terdapat lebih dari 64 juta unit UMKM yang berkontribusi 97 persen terhadap total tenaga kerja dan 60 persen PDB nasional. Angka ini menunjukkan peran UMKM sangat besar bagi perekonomian nasional. Namun demikian kontribusi ekspor UKM masih berkisar 14 persen, sehingga perlu ditingkatkan.
Berdasarkan data BPS tahun 2019, ekspor Indonesia ke negara–negara Uni Eropa senilai US$ 14,6 miliar, masih cukup rendah jika dibandingkan dengan negara–negara APEC (US$ 122 miliar), ASEAN (US$ 41,4 miliar), dan NAFTA (US$19,6 miliar).
Ekspor Indonesia Uni Eropa terbesar ke Belanda dengan nilai US$ 3,20 miliar; Jerman US$ 2,4 miliar, Italia US$ 1,74 miliar, Spanyol US$ 1,59 miliar, Inggris US$ 1,35 milyar, Prancis US$ 1,01 miliar, dan Belgia US$ 1,07 miliar.
Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI)/Wakil Kepala Perwakilan RI di Brussel, Belgia, Sulaiman Syarif mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan UKM di Indonesia sebelum melakukan ekspor ke Eropa.
“UKM harus bisa menetapkan harga yang pasti, konsisten dan transparan,” katanya.
Selain itu, UKM harus mampu menjaga konsistensi kualitas produk, kontinuitas volume dan produksi, serta representatif/kontak yang mudah untuk dihubungi.
“UKM juga harus memperhatikan terkait preferensi konsumen Uni Eropa untuk sustainability, fair trade, dan ethical trade,” kata Sulaiman.
MULIA GINTING