Presiden Joko Widodo (Jokowi)
JAKARTA, jurnal9.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah ketika menemukan penggunaan APBN dan APBD yang dibelanjakan tidak tepat sasaran. Presiden memberi contoh program penanganan stunting yang anggarannya mencapai Rp 10 miliar, ternyata yang sampai ke masyarakat hanya 20 persen.
“Uang Rp 10 miliar untuk stunting, saya cek dipakai perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan apa-apa bla… bla… bla…Rp 2 miliar. Jadi yang benar-benar untuk beli telur nggak ada Rp 2 miliar. Kalau caranya begini, kapan stunting akan selesai. Ini yang harus diubah,” ungkap presiden dalam memberikan pengarahan di BPKP Jakarta, Rabu, (14/6/2023).
“Kalau anggaran penanganan stunting ini Rp 10 miliar, maka semestinya porsi untuk membeli makanan sebesar Rp 8 miliar, lalu Rp 2 miliar lagi untuk biaya lain-lain. Ini kan uang rakyat. Jadi harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” lanjutnya.
Presiden Jokowi juga mengaku menemukan anggaran untuk program pengembangan UMKM yang tidak konkret. “Masak dari anggaran Rp 2,5 miliar, lalu ada Rp 1,9 miliar dipakai untuk honor dan biaya perjalanan dinas. Dan sisanya Rp 600 juta untuk program yang tidak penting,” jelasnya.
“Dari sisanya yang Rp 600 juta itu penggunaannya masih muter-muter aja. Pemberdayaan, pengembangan, dan istilah-istilah yang absurd. Kenapa kok tidak yang konkret aja seperti untuk beli mesin produksi, serta untuk [anggaran] marketing. Kalau pengembangan UMKM mestinya itu,” kata Presiden Jokowi menegaskan.
Melihat masih banyaknya anggaran yang dibelanjakan untuk sasaran yang tidak tepat itu, presiden meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memaksimalkan fungsinya. “Saya minta setiap uang negara yang dibelanjakan itu harus benar-benar diawasi. Dan digunakan yang tepat sasaran,” tegasnya.
Presiden Jokowi mengingatkan saat ini di Eropa sudah memasuki resesi. Karena itu Indonesia harus berhati-hati jangan sampai terperangkap resesi tersebut.
“Jadi setiap rupiah yang kita belanjakan dari APBN dan APBD itu semuanya harus produktif, Sebab cari uangnya sangat sulit. Baik itu dari pajak, PBB, royalti, deviden, tidak mudah sekarang ini,” ujarnya.
Akibat situasi perekonomian di banyak negara saat ini menghadapi resesi, kata presiden, maka jumlah negara yang menjadi pasien International Monetery Fund (IMF) sudah mencapai 98 negara. Informasi ini diperoleh langsung dari Managing Director IMF Kristalina Ivanova Georgieva saat menghadiri KTT G7 di Hiroshima, Jepang, pada Mei 2023 lalu.
Makin banyaknya negara yang jadi pasien IMF ini, menurut presiden, menunjukkan kondisi ekonomi dunia sedang tidak baik. “Sekarang yang menjadi pasien IMF sudah 96 negara. Dulu pada tahun 1998, 10 negara aja nggak ada,” kata presiden.
ARIEF RAHMAN MEDIA