Ilustrasi produk daging sapi beku yang halal
SURABAYA, jurnal9.com – Laboratorium Rekayasa Fotonika Departemen Teknik Fisika, Fakultas Teknik Industri dan Rekayasa Sistem (FTIRS) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengembangkan sensor serat optik pendeteksi produk makanan yang mengandung babi.
Dikutip dari laman ITS, penelitian ini dilakukan oleh hahasiswa asisten penelitian, Ika Puspita dan timnya yang disampaikan dalam webinar laboratorium Departemen Teknik Fisika ITS.
Tujuan Ika meneliti sensor optik untuk memfasilitasi kebutuhan umat Islam dalam mengkonsumsi produk makanan yang halal.
Menurut Ika, sensor serat optik yang diklaim bekerja lebih cepat dan akurat dalam mendeteksi produk makanan mengandung babi. “Paling utama sensor lewat serat optik ini dapat mendeteksi kandungan minyak babi dalam minyak nabati yang belum mampu dilakukan sensor sebelumnya,” ungkap Ika.
Ika juga mengklaim beberapa keunggulan lain dari sensor ini, yaitu tidak butuh perlakuan khusus terhadap sampel, biaya produksi murah, kompatibel, dan tahan terhadap interferensi elektromagnetik.
Sifat serat optik yang mudah difabrikasi, kata dia, memudahkan perkembangan penelitian yang masih digali hingga saat ini.
Ika menjelaskan serat optik merupakan perangkat yang bekerja dengan hukum pembiasan cahaya. Wajarnya, struktur serat optik yang banyak digunakan untuk keperluan telekomunikasi ini dibentuk dengan sangat rapat. “Namun untuk mengubahnya sebagai sensor, struktur serat optik direkayasa agar cahaya dapat berinteraksi dengan sampel makanan,” paparnya.
Menurut mahasiswa strata-3 (S-3) ITS ini, ada bagian serat optik yang sengaja dimodifikasi, sehingga cahaya yang lewat akan tereksitasi atau mengalami kebocoran untuk berinteraksi dengan sampel.
“Modifikasi struktur serat optik bisa dilakukan dengan memberi lekukan, mereduksi ukuran, atau menggabung serat optik satu mode dengan serat optik dua mode,” tuturnya.
“Ketika cahaya terganggu oleh sampel, sifat cahaya mengalami perubahan,” kata Ika menambahkan.
Dia mengakui laboratorium Rekayasa Fotonika ITS pernah menguji sampel berupa minyak zaitun yang ditetesi minyak babi.
“Hasilnya, semakin banyak minyak babi yang diteteskan, semakin berkurang pula intensitas dan spektrum cahaya yang dihasilkan pada titik akhir,” urainya.
Tapi Ika mengatakan hingga saat ini Laboratorium Rekayasa Fotonika ITS masih menganalisis dan mengkarakterisasi berbagai bentuk modifikasi serat optik yang memungkinkan, seperti U-bend, taper dan MSM.
Selain itu, dia menyadari ada banyak hal yang mempengaruhi proses pengidentifikasian sampel, di antaranya adalah temperatur dari sampel dan kompleksitas dari jenis sampel yang diidentifikasi.
“Sejauh ini masih belum dapat dikatakan apa yang menjadi tolak ukur penilaian sampel positif dan sampel negatif, karena masih perlu dikaji lebih dalam terkait hal ini,” katanya.
Guna pemanfaatan yang lebih besar, Ika menuturkan bahwa pengembangan teknologi sensor serat optik ini masih terus dilakukan di Laboratorium Rekayasa Fotonika ITS.
“Kami (tim peneliti sensor serat optik, red) mengupayakan untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi sensor optik ini dapat mendatangkan manfaat dalam berbagai bidang,” cetusnya.
RAFIKA ANUGERAHA M