Ilustrasi hukum
JAKARTA, jurnal9.com – Presiden Joko Widodo merespon adanya desakan masyarakat untuk merevisi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang di dalamnya terdapat pasal-pasal karet yang menimbulkan multitafsir.
“Kalau UU ITE ini tidak dapat memberikan rasa keadilan karena masih ada pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda dan mudah diinterpretasikan secara sepihak, saya akan meminta DPR untuk menghapusnya. Sebab pasal-pasal tersebut bisa menjadi hulu dari persoalan hukum,” tegas presiden.
Jokowi mempersilakan DPR menghapus pasal-pasal karet dalam payung hukum UU ITE, terlebih jika aturan itu tidak menimbulkan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun saat konferensi pers usai rapat pimpinan TNI-Polri kemarin mengakui ada pasal-pasal dalam UU ITE yang berpotensi dipakai untuk mengkriminalisasi.
Merespons Jokowi, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah akan mendiskusikan inisiatif revisi UU ITE.
Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mencatat ada beberapa pasal bermasalah yang perlu direvisi atau dihapus dalam aturan tersebut.
Damar mengutarakan itu sekaligus merespons Mahfud MD soal rencana inisiatif revisi UU ITE sebagaimana diunggah di akun Twitter miliknya.
“Prof @mohmahfudmd saya usul mulai dari 9 pasal bermasalah UU ITE ini. Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum. Selain itu ada juga pasal-pasal lain yang rawan persoalan/disalah gunakan dan perlu diperbaiki rumusannya,” kata Damar.
Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif utk merevisi UU ITE. Dulu pd 2007/2008 bnyk yg usul dgn penuh semangat agar dibuat UU ITE. Jika skrng UU tsb dianggap tdk baik dan memuat pasal2 karet mari kita buat resultante baru dgn merevisi UU tsb. Bgmn baiknya lah, ini kan demokrasi.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) February 15, 2021
Berikut pasal karet UU ITE yang perlu direvisi karena multitafsir yang menimbulkan persoalan hukum dan dampak sosial:
1. Pasal 26 Ayat 3 tentang Penghapusan Informasi Tidak Relevan. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
2. Pasal 27 Ayat 1 tentang Asusila. Rentan digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online
2. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi. Pasal ini rentan digunakan untuk represi ekspresi legal warga, aktivis, jurnalis/media, dan represi warga yang mengkritik pemerintahan, polisi, dan presiden.
3. Pasal 28 Ayat 2 tentang Ujaran Kebencian. Pasal ini juga rentan jadi alat represi minoritas agama, serta warga yang mengkritik presiden, polisi, atau pemerintah.
4. Pasal 29 tentang Ancaman Kekerasan. Pasal ini rentan dipakai untuk mempidana orang yang mau melapor ke polisi.
5. Pasal 36 tentang Kerugian. Pasal ini rentan dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
6. Pasal 40 Ayat 2 (a) tentang Muatan yang Dilarang. Pasal ini rentan dijadikan alasan untuk mematikan jaringan atau menjadi dasar internet shutdown dengan dalih memutus informasi hoax.
7. Pasal 40 Ayat 2 (b) tentang Pemutusan Akses. Pasal ini bermasalah karena penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
8. Pasal 45 Ayat 3 tentang Ancaman Penjara tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dibolehkan penahanan saat penyidikan.
Prof @mohmahfudmd saya usul mulai dari 8 pasal bermasalah UU ITE ini.
Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum.
Selain itu ada juga pasal2 lain yg rawan persoalan/disalahgunakan dan perlu diperbaiki rumusannya. https://t.co/zaxmXAZlAi pic.twitter.com/ZsKf9W6ARX
— Damar Juniarto (@DamarJuniarto) February 15, 2021
RAFIKI ANUGERAHA M I ARIEF RAHMAN MEDIA